"Besok ku tunggu jawabanmu. Di tempat ini dan di jam ini."
"Mm.. Baiklah. Sa.. Saya permisi dulu."
Ucap Ayna dan berlalu meninggalkan Rendra.
Tanpa sepengetahuan Ayna Rendra berjalan mengekor dibelakangnya. Rendra mengamati tingkah gadis itu. Sepertinya ia menangkap kegelisahan pada gadis yang kini dicintainya itu.Ayna merasakan ada seseorang yang tengah membuntutinya. Ia tau orang itu adalah Rendra. Ia percepat langkah kakinya. Wajahnya yang nampak gelisah makin menjadi semakin rak karuan.
Byurrr!!
Kakinya terpeleset, tubuhnya terjatuh ke dalam kolam renang. Ia tak menyadari akan posisinya yang sangat mepet dengan kolam sehingga menyebabkan kakinya terpeleset dan jatuh ke kolam renang. Ayna tak bisa berenang. Melihat akan hal itu. Sejurus kemudian Rendra menjatuhkan dirinya di kolam renang dan menolong Ayna bak superhero itu.
Rendra menjongkok menatap manik mata gadis itu. Bibirnya membiru wajahnya memucat kedinginan.
"Kamu gak apa?"
"Saya gak apa."
"Baguslah, langsung ke kamar dan ganti bajumu biar gak masuk angin."
"Terima kasih sudah menolong saya. Saya tidak bisa berenang pak."
"Aku tahu, bagaimana kalau kamu aku ajari berenang?"
"Jangan pak!" cegah Ayna.
"Loh kenapa?"
"Tidak baik saya dan bapak dalam 1 kolam renang.''
"Bukannya kita akan menikah? kamu lupa? Aku akan mengajarimu setelah kita menikah tentunya."
"Mm.. Saya kan belum menjawabnya pak."
"Aku yakin jawabannya iya, sudah bergegaslah ganti bajumu aku akan menunggumu di ruang makan."
Tanpa menjawab Ayna meninggalkan Rendra yang masih berjongkok melihatnya.
***
Di ruang makan.
Ayna menatap makanan dengan enek. Selera makannya hilang melihat hidangan yang tersaji di meja,
"Mengapa tidak makan?"
"Saya tidak lapar." kilahnya
"Walaupum kamu tidak lapar. Jangan lupa ada makhluk kecil di perutmu yang harus kamu beri makan."
Rendra mengambilkan nasi ke piring Ayna. Dengan cepat ia mengkis tangan Rendra yang sudah hendak menuangkan ke piringnya.
"Tidak pak, saya tidak mau."
"Kamu keras kepala sekali."
"Saya ingin makan batagor di pinggir jalan." ucapnya jujur tak kuat menahan lapar. Namun ia enek melihat makanan yg tersaji di atas meja. Ia ingin segera meninggalkan meja itu. Rasanya mau muntah jika terus melihatnya. Entahlah..
***
Rendra mengajaknya keluar malam ini. Menikmati batagor pinggir jalan. Bukan kebiasaan Rendra makan di tempat seperti ini. Tidak higienis, tidak terjamin kebersihannya, kampungan, dll. Itu yang selalu ia rasakan saat melihat beberapa pedagang kaki lima yang berjajar berjualan di pinggir jalan. Namun semua rasa itu enyah seketika karena ia makan bersama Ayna.
Gadis itu makan dengan lahapnya.
Rendra melihatnya senang.
Gadis itu kalau makan ternyata rakus juga. Pikirnya."Enak sekali."
"Kamu ingin nambah?"
"Tidak, aku sudah kenyang."
"Kalau begitu kita langsung pulang."
"Terima kasih."
Rendra membawa mobilnya menuju perumahan blok B. Kawasan elit bagi orang-orang berduit yang bisa membeli rumah di perumahan tersebut. Rendra memang kaya raya. Hartanya tak kan habis tujuh turunan. Tak hanya itu ia juga tampan, cerdas dan pandai berbisnis. Tak dipungkiri jika dulu Ayna pernah menaruh kagum pada sosok Rendra.