Dia

410 32 4
                                    

Jangan lupa Follow dan coment ya.
Terima kasih tetap setia membaca karyaku.

Sudah kah kau tau, jantungku serasa ingin lepas dari pegangannya setiap melihat senyum manis di bibir tipismu.

~~~Vi~~~

"Vi, jangan di aduk mulu dong.. Ntar makanannya pusing..."
Ucapan mama menyadarkan Vi dari lamunannya.

"Kalau makanannya ga enak, mau bunda masakin yang baru? " tanya bunda lagi padaku.

"Eh... Ga usah Bun... Enak kok.. Cuman Vi lagi kenyang aja... Tadi abis minum jus yang Nia bawa..." Ucap Vi ragu.

Dia tak ingin Mama, Bunda dan Papa mengetahui kegelisahannya. Ya iyalah. Kegelisahannya kan karna seorang pemuda yang sungguh dingin. Si Gunung Es.

"Ma, Vi sama Nia kedepan dulu ya...Mau lihat taman... Ya kan Nia." tanya Vi pada Nia. Itu itu membuat Nia hampir tersedak.

"Iya Bun... Nia mau ke taman... Tadi ada liat ikan kecil di danau sana." balas Nia lagi meyakinkan Bunda dan Mama.

"Yaudah deh. Tapi hati hati ya... Jangan main terlalu pinggir.. Mama ga mau kalian kenapa kenapa." ucap mama memperingatkan.

"Siap Komandan!" balas Vi dan Nia sambil menghormat ala tentara.

Di taman, Vi masih bimbang ingin bicara apa tidak dengan Nia... Di sisi lain Nia juga begitu. Dia ingin menanyakan sesuatu. Tapi ia takut Vi akan menggodanya...

"Vi"

"Nia"

Ucap mereka bersamaan dan kemudian tertawa bersama.

" Eh... Jodoh banget ya Nia." ucap Vi di tengah tawanya.

" iya ya Vi... Eh, tapi bicarain jodoh kamu percaya ga sama jodoh?"
Tanya Nia pada Vi. Dan otomatis Vi menegakkan tubuhnya. Berusaha berfikir keras menjawab pertanyaan Nia.

Percaya ga ya? Batin Vi

" Hmm.. Ga tau juga si Nia. Soalnya aku ga pernah ngerasain." ucap Vi lirih.

"Iya juga sih. Tapi kan, menurut kamu gmana?? Kalau aku sih percaya." kata Nia kemudian.

"Hmm... Nia, kalau misalnya aku jatuh cinta trus aku berharap besar sama dia bisa ga ya?" tanyaku pada Nia.

"Ya bisalah. Tapi aku saranin ya, jangan terlalu besar dulu deh berharapnya... Ntar dia nolak kamu, kan kamu kasihan." balas Nia sambil melempar batu kecil ke danau yang ada di taman.

"Kamu uda buat aku putus asa duluan. Gmana dong?" tanya Vi pada Nia. Nia memandang wajah Vi yang saat ini sedang terlihat sedih.

"Maaf Vi. Bukan maksud buat kamu putus asa... Tap...." ucapan Nia terhenti karena si gunung es dan temannya tiba tiba berjalan ke arah bangku taman dekat mereka.

"Masuk yuk Vi... Kayaknya kita terlalu lama di luar." ucap Nia sambil menarik tangan Vi dengan terburu buru.

Vi yang tak siap akan tarikan Nia, langsung terjatuh. Kaca runcing kecil di taman berhasil melukai kaki Vi yang terbebas dari gaun selututnya.

"Aww..." suara ringisan Vi berhasil memecah konsentrasi kedua pria gagah di ujung taman.

"Aduh... Maaf Vi. Aku tak sengaja... Maaf Vi. Maaf... Mana yang sakit? Sini aku lihat." ucap Nia tak kala histeris.

Gimana ga histeris, luka di kaki Vi mengeluarkan banyak darah. Dan mungkin itu bukan hanya goresan. Melainkan luka koyak.

"Nia... Hei... Tenang... Gpp kok... Iam Fine.. Cuman luka kecil." ucap Vi menenangkan Nia.

"Bener gpp?" tanya Nia yang mulai tenang.

"Iya gpp. Aku bisa berdiri kok."
Balas Vi cepat sambil mencoba berdiri.

Namun, ucapan dengan kenyataan berbeda. Lukanya sungguh amat sakit. Dan Vi pun tak sanggup menahan perihnya, hingga tangan kekar seseorang berhasil menahan tubuh Vi yang hampir terjatuh ke tanah.

Vi pingsan. Tubuhnya mengeluarkan banyak darah. Mungkin itu yang membuatnya pingsan. Nia yang merasa bersalah histeris dengan pingsannya Vi.

"Bry, bawa kedalam deh.. Lukanya dalam banget."Ucap Ryan mulai kawatir.

Bryan melihat Ryan sedang menenangkan Nia. Nia merasa sangat bersalah karna luka dan pingsannya Vi.

"Baiklah, aku akan membawanya" ucap Bry

******
"Iya... Mama uda maafin... Ga usah nangis sayang... Vi baik vaik aja kok."

"Iya ma.. Hiks.. Hiks.. Hiks.." balas Nia.

"Vi... Bangun dong... Dua hari kamu ga bangun... Teman aku ga ada.. Bangun dong Vi.. Please.. Maafin aku..." ucap Nia lirih. Yang mendengarnya saja pasti merasa tersayat sayat.

"Vi... Bangun dong sayang." kata mama Vi.

Malam telah tiba. Vi pingsan hampir 3 hari jika malam ini berganti. Bryan masih saja setia menunggu Vi bangun.

Lihat saja, malam ini dia yang bersedia menjaga Vi di rumah sakit. Bry ga tega lihat mama Vi yang terus terusan menangis melihat kondisi Vi. Kata dokter, salah satu saraf di kaki Vi terkoyak karena kaca runcing kecil tajam yang menyayat dagingnya. Mungkin tak logika. Tapi, apa yang tidak mungkin.

Sejak kejadian kemaren, Bry memberikan waktunya untuk sekedar menjenguk Vi.
Ntah kenapa, dia merasakan sesuatu yang berbeda dari Vi dan dorongan serta getaran hebat jika dekat Vi.

"Hei...Vi. ini aku, yang kemaren tak sengaja tanganku mengenai kepalamu.. Kau ingat kah? Kamu masih mau tidur lama lama? Ga pingin lihat mama kamu? Bangun dong Vi. Ga bosan apa di kamar yang bau ini?"
Kata Bry sambil menggenggam tangan Vi.

Bry masih setia menggenggam tangan Vi yang tampak lemah. Bry menatap setiap lekuk wajah Vi. Kemudian mendekatkan tangan Vi yang dalam genggamannya dan menciumnya cukup lama.

"Kamu cantik" ucap Bry sambil membenahi anak rambut yang menutup pandangan Bry akan wajah Vi.

Jam dinding menunjukkan pukul 22.14 . Bry masih setia menggenggam dan menatap wajah Vi yang terlihat tenang dalam tidurnya.

Saat Bry hendak pergi, terasa tangan Vi yang dalam genggaman Bry bergerak.
Bry langsung memastikan bahwa itu memang gerakan dari Vi.

"Kak, tangan kakak terlalu erat menggenggam tanganku...Sakit." kata Vi lemah.

Sontak Bry langsung melonggarkan genggamannya tapi tanpa melepaskan.

"Maaf, kakak bukan bermaksud menyakitimu." ucap Bry yang masih tampak tak percaya.

Kemudian dia menekan bel untuk memanggil dokter agar memastikan kondisi Vi.

*******

Hai pembaca setia BAP. Terima kasih telah singgah dan membaca. Line pingin kalian tinggalkan coment dong gimana cerita Line.

Uda buat kalian baper atau belum?
Kalau belum, bantu Line buat kisahnya lebih hidup dong.. Pastinya dengan komentar kalian...

Salam Author.

Bertahan atau Pergi?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang