2 : Lima Huruf yang Paling Kubenci

2.2K 309 309
                                    


●   2   

Lima Huruf yang Paling Kubenci


Hari selanjutnya berjalan dengan normal, di luar ekspetasiku yang mengira hari keduaku di sekolah akan lebih buruk dari hari pertama. Tapi kurasa keberuntungan masih berada di pihakku, kurasa.

Sekarang aku sedang berjalan di koridor menuju aula bersama anak-anak yang lain. Kita akan segera melakukan unjuk bakat dan penutupan acara, yang mengartikan hari ketiga LOS akan segera berakhir.

Kamila sedang asyik berbicara dengan Cia mengenai seseorang, lebih tepatnya seorang cowok. Tapi aku tidak begitu mendengarnya dengan jelas karena suasana yang cukup ramai.

Begitu sampai di aula, acara segera dimulai. Kakak OSIS langsung memanggil kelompok Iron Man untuk maju pertama. Aku bisa melihat Michelle yang berdiri paling ujung di barisan mereka.

Tampaknya semua kelompok memiliki pandangan yang sama dengan kelompokku, mereka memilih hanya bernyanyi. Tapi jujur saja aku tidak bisa melihat sebagian besar dari acara karena perutku yang tidak membantu.

Setelah tampil di urutan nomor tiga, aku duduk manis di salah satu bilik kamar mandi berusaha menyelesaikan urusanku. Tidak nyaman tidak menggunakan kamar mandi pribadi, tapi apa boleh buat tubuh berkata lain.

Begitu akhirnya selesai, aku segera balik ke tempat dudukku. Saat berjalan, aku bisa mendengar bahwa acara sudah sampai pada sesi kesan dan pesan.

"Kamu yang baru kembali dari toilet!" Suara itu membuatku menoleh. Aku bisa melihat dengan jelas bahwa Kak Edwin, yang saat itu memegang microphone, sedang memandang lurus ke mataku.

"Maju ke depan, sampaikan kesan dan pesanmu," ucapnya tegas. Aku merutuki nasibku, baru saja kembali dari toilet sudah disuruh maju.

Mau tidak mau, akhirnya aku sampai di sebelahnya, kedua tanganku memegang michrophone dengan erat. "Hm..."

Aku sedikit meliriknya, sebelum berkata, "Seru, acaranya nggak garing." Nggak garing tapi kering, dijemur di lapangan.

"terus kakak OSIS-nya baik-baik." Kecuali yang di sebelahku tentunya.

Aku mencoba tersenyum pada Kak Edwin "Sudah, Kak." Tolong izinin aku segera duduk.

"Kalau pesannya?"

Hm. Dalam hatiku aku ingin berkata: "Jangan galak-galak jadi orang!" Tapi nyaliku tidak sebesar itu.

"Saya memang galak, jadi silahkan kamu berdiri di samping situ sampai acara selesai." Aku menoleh, terkejut mendengarnya. Mataku terbelalak menyadari aku telah mengatakannya.

Dengan mata tajamnya, dia membuatku tidak bisa berkata tidak. Aku hanya merapatkan bibirku dan berdiri diam, menyadari seisi aula menertawakanku. Melirik kesekian banyak anak, tanpa sengaja aku bertatapan dengan cowok itu lagi. Aku hanya bisa menahan kesalku, melihatnya juga sedang tertawa.

---

Mengingat kejadian kemarin, membuat mood pagiku begitu buruk.  

Aku berjalan menuruni anak tangga ke dapur sambil mengikat rambutku ekor kuda. Mataku segera jatuh pada benda kuning kesukaanku. Yup! Pisang! Pas, tinggal satu. Baru saja aku mau menggambilnya, tiba-tiba ada tangan yang merampasnya dan pergi.

"Kak!!!!! Pisangggkuuu!!" Aku berteriak dan mengejar Kak Rendy yang segera naik ke atas.

"Ihhh aku yang ambil duluan kok."

LOUISI ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang