38 : Hati yang Bisa Lelah dan Perasaan yang Bisa Sakit

753 56 112
                                    


●   38   

Hati yang Bisa Lelah dan Perasaan yang Bisa Sakit


Tidak terasa, Minggu sorenya, kita sudah sampai di rumah. Aku langsung menuju kamar dan berbaring di kasur. Tidak sampai satu menit, aku segera berdiri dan mencari ponselku.

Sudah kangen luar biasa pada benda gepeng itu.

Aku menemukannya tergeletak di meja belajar. Sepertinya Papa yang memindahkannya. Aku langsung menekan tombol disamping untuk menyalakannya.

Begitu gambar wallpaper-ku—berisi quotes dari Pinterest—terlihat, aku segera mengecek pesan dan telepon masuk. Wajahku berubah masam begitu tidak melihat apa pun dari Louis. Malah yang ada aku mendapatkan ratusan pesan dari Kamila, Cia dan Michelle.

Aku tertawa dan memilih segera menjawab mereka. Beberapa menit kemudian, Kamila meneleponku.

"Hai!"

"Astaga Ren kamu dari mana aja?!"

"Ke Malang, jenguk Oma."

"Terus kenapa nggak bilang? Aku kira kamu diculik pemulung depan komplek."

"Hapeku ketinggalan di rumah. Jadinya di sana aku menjalin hubungan lebih dalam dengan keluarga."

"Halah, paling juga main monopoli."

Aku tersenyum tidak percaya. Bagaimana dia bisa tahu? Tapi kalau bicara soal Kamila, dia pasti cuma asal tebak. Bahagia aku punya teman yang intuisinya bagus.

"Kangen ya? Aku tahu kok aku ngangenin."

"Biasa aja."

"Tck. 100 pesan mengatakan hal yang berbeda..."

"Itu cuma bosan aja.. grup kurang seru gitu."

"Iya deh terserah terserah."

"Oya, kamu... hm... sama Louis gimana?"

Aku mendudukkan diri di kasur. "Gitu..."

"Masih tengkar?"

"Nggak tahu."

"Kok gitu?"

Aku menghela napas.

"Kemarin jumat.. bukannya dia ke rumah kamu?"

"Iya. Kok tau?"

"Habis acara pemberian hadiah dia langsung pergi."

"Bicara soal itu, malamnya aku diantar pulang sama Kak Gildan."

"Hah?! Bentar, Kak Gildan yang kemarin ke kelas kamu? Terus Louis lihat? Terus dia marah? Terus kamu gimana?"

"Ih, kok jadi kamu yang heboh sih, Mil!"

"Habisnya ngapain kamu diantar pulang dia segala!"

"Harusnya kamu bilang ke aku kalau Louis mau ke rumah."

"Dikira aku sekretarisnya apa, ya mana aku tahu Louis pergi ke mana?! Jadi ini kamu mau cerita kejadiannya atau mau debat sama aku?"

"Iya, iya. Intinya Pak Noeh nggak bisa jemput, jadi waktu Kak Gildan ajak ya aku ikut."

Kamila tidak menjawab, memberiku sinyal untuk melanjutkan.

"Sampai di rumah, Louis sudah ada di sana. Dia langsung tanya siapa ini, pakai nada nggak enak. Begitu Kak Gildan pulang, aku langsung bentak dia.. habisnya di depan Kak Gildan ngomongnya kok gitu."

LOUISI ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang