33 : Jangan Harap Pelangi Setiap Saat

731 58 33
                                    


●   33   

Jangan Harap Pelangi Setiap Saat  


"Mil.. snack-­nya habis," gerutu Cia.

"Itu di laci nomor dua ada." Kamila sedang sibuk mewarnai kukunya.

"Udah habis juga."

"Laci pertama?"

"Udah habis."

Aku tertawa. "Udah di perut semua Mil," jawabku.

"Ih. Kalian ini nggak ada kerjaan selain habisin persediaan orang apa?"

"Makanya kita suka nongkrong di sini, ya nggak," ucap Cia.

Aku dan Michelle mengangguk, walau sepertinya Kamila tidak bisa melihat karena masih asyik dengan kuteksnya.

"Chelle."

"Hm."

"Hubungan kamu sama Darwin gimana?" tanya Cia penasaran. Aku yang dari tadi sibuk mengotak-atik make-up­ milik Kamila sekarang menoleh dan fokus ingin mendengar jawaban Michelle.

Michelle tersenyum malu. "Kayaknya sih.. ada kemajuan," ucapnya pelan. Aku bisa melihat dari raut wajahnya kalau dia tampak senang. Aku pun ikut tersenyum.

"Kemajuan gimana?" tanya Kamila.

"Dia.. ngajak nonton Sabtu ini."

"Woah! Kemajuan banget."

"Ih.. iri deh sama kalian berdua. Satu udah ada pacar, yang satu udah otewe," ucap Kamila.

Hubungan Kamila dengan kakak kelas yang sampai sekarang masih belum kita ketahui identitasnya telah berakhir kandas. Rupa-rupanya kakak kelas itu mendekati hampir 6 cewek sekaligus. Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku.

"Sabar ya, Mil." Aku berkata dengan sedikit nada mengejek.

"Kapan diaku datang..." Kamila meletakkan kuteksnya di atas meja kemudian jatuh berbaring di kasur sambil melihat hasil karyanya.

"Anak sabar disayang Tuhan," jawab Cia.

"Ini udah sabar...," lirihnya sambil pura-pura menghapus air matanya. Aku tertawa kemudian berbaring di sebelahnya.

"Nanti dia akan datang pada saat yang tak terduga," ucapku kemudian.

Kamila menoleh dan menatapku malas. "Fiksi."

Cia berjalan mendekat dan duduk di pinggir kasur. "Memangnya pacaran enaknya apa?" tanyanya menatapku dan Kamila.

"Hm..." Aku menarik guling yang ada di sampingku dan memeluknya. Aku memejamkan mataku mulai berpikir mengenai hal apa yang kusuka saat bersama Louis. "Entah."

"Ih.. kok entah sih ,Ren," gerutu Kamila.

Aku membuka mataku dan tersenyum. "Ada yang merhatiin kamu?" jawabku dengan nada seperti bertanya.

"Kita juga merhatiin kamu," ucap Cia.

"Ya beda dong, Cia. Kalau diperhatiin pacar kamu itu lebih eksklusif. Kamu merasa aman dan terjaga disampingnya, merasa tenang karena setiap waktu dia bisa hibur kamu. Apalagi waktu dia menghargai dan mendukung kamu, rasanya sebagai cewek aku tersentuh sekaligus bangga gitu."

"Iri..." Kamila memandangku dengan tatapan sedih.

Aku tertawa. "Tapi ya jangan harap pelangi setiap saat. Ada kalanya juga kita bentrok, mulai dari hal paling nggak penting sekalipun. Dan ada saatnya juga kita harus mengalah, walaupun aku rasa aku masih terlalu keras kepala. Untungnya aja Louis orangnya lebih ke arah pengertian."

LOUISI ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang