29 : Ember Pecah yang Sudah Tidak Bisa Ditambal

763 71 59
                                    


●   29   

Ember Pecah yang Sudah Tidak Bisa Ditambal


Setelah mengungkapkan rencana spektakulerku ke hadapan Kamila dan Cia, aku hanya berharap mereka akan mendukungku dan menunggu kabar baik selanjutnya.

Aku tidak berharap mereka akan duduk di kamarku saat ini dan sibuk merencanakan acara penembakkan yang akan kulakukan seperti penyusunan acara pernikahan atau acara OSIS. Aku tidak berharap mereka akan datang sore-sore dengan stok snack segudang seperti segala sesuatu yang akan kita lakukan tidak akan berakhir dalam waktu singkat.

Mereka mulai ribut mengenai bagaimana caraku menembaknya, kapan dan di mana. Kamila sibuk menggunakan ponselnya untuk browsing 'Bagaimana cara menembak gebetan?'. Michelle sibuk mencari tempat yang indah untuk melakukannya. Dan Cia sibuk mengetik segala ide yang bermunculan di laptopnya. Aku menatap mereka bertiga malas.

"Guys.....," lirihku.

"Menyanyikan lagu untuk mengambil hati pujaan hati kamu," kata Kamila yang membaca artikel di ponselnya.

"Boleh! Renata kan suaranya lumayan," sahut Michelle.

"Tapi kalau nyanyi doang, terlalu biasa nggak sih?" tanya Cia.

"Trus mau ngapain lagi? Renata mana bisa main alat musik," jawab Kamila.

"Buat scrapbook atau apa gitu?"

"Puisi? Terlalu jadul kah?"

"Ciptain lagu aja?"

"GUYS!!!!!"

Aku tidak sadar aku berteriak begitu mereka bertiga menghentikan segala aktivitasnya dan menghadapku.

Aku menghela napas. "Kalian ngapain?" tanyaku akhirnya.

"Eh.. katanya kamu mau nembak Louis?" tanya Kamila balik.

"Terus? Apa hubungannya sama kalian bertiga yang duduk di sini dan berdiskusi seperti mau nyusun acara nikahan?"

"Kita kira kamu butuh bantuan?" kata Michelle.

Aku menjatuhkan diriku di kasur. "Makasih banyak guys... tapi.. kalian nggak perlu segitunya kali. Lagi pula aku nggak rencana buat bikin yang heboh-heboh atau romantis gitu, mungkin aku cuma pergi ke rumahnya terus bilang," sambungku.

"Ya jangan dong, Ren. Harus yang mengena, yang menyentuh, biar Louisnya terenyuh," kata Kamila.

"Masa cowok suka begituan?" tanyaku.

Cia mengangguk. "Cowok itu juga suka diromantisin. Ujung-ujungnya juga cowok kan manusia seperti kita," katanya kemudian.

Aku tertawa. "Tapi Louis? Aku nggak yakin dia tipe yang begitu?"

"Hm.. tapi kalau kamu buat sesuatu gitu, aku yakin dia pasti tersentuh," kata Michelle.

"Kalau gitu, yang sederhana aja. Jangan terlalu berlebihan," ucapku.

"Hm..." Kita berempat terdiam terhanyut dalam pikiran masing-masing.


"Lilin?" sahut Cia setelah beberapa saat.

"Maksudnya?" tanyaku.

"Itu.. nyusun lilin di kamarnya. Bentuk hati atau apa gitu," katanya.

"Ih! Lucu, gitu aja Ren," sahut Kamila.

LOUISI ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang