11 : Ngapain Peluk-pelukan di Siang Bolong?

953 133 58
                                    


●   11  

Ngapain Peluk-pelukan di Siang Bolong?


10 menit kemudian dan Louis masih tidak berbicara denganku. Bukannya aku peduli, tapi bagaimana ya. Rasanya itu aneh saja, buat seorang Louis Putra, yang biasanya ramai dan nyebelin sekarang berubah seratus delapan puluh derajat menjadi diam dan dingin. Bukannya sekarang nggak nyebelin, malah tambah nyebelin!

Aku segera meletakkan koperku ke bagasi kemudian naik ke bus. Aku masuk dan melihat hampir semua kursi sudah ditempati. Aku mencari keberadaan Kamila yang sudah berjanji untuk duduk denganku, sementara Cia dengan Michelle.

Namun, aku sekarang melihat ternyata di bus ini, tempat duduk sebelah kiri ada 2 kursi sedangkan yang sebelah kanan ada 3 kursi. Dan di tempat duduk sebelah kanan di hadapanku sekarang terisi Kamila, Cia dan Michelle.

Aku menatap mereka bertanya. Kamila menoleh ke belakang membuatku ikut menoleh ke arah pandangnya. Ada satu kursi kosong di sebelah Louis.

Aku menatapnya kemudian menggeleng. Aku benar-benar tidak mau duduk bersebelahan dengan Louis, apalagi selama dua jam. Dia hanya mengangkat bahu tak peduli.

Aku tahu mereka hanya ingin membantu. Pasti mereka ikutan pusing dan geram melihat aku dan Louis dan masih belum baikan. Mungkin mereka sekarang kangen perdebatan tidak penting kita, tidak berarti aku juga kangen.

Mau tidak mau aku berjalan ke arah Louis yang sedang duduk di kursi dekat jalan tengah. Aku berhenti di depannya membuatnya menoleh ke arahku. Aku menghindari kontak mata dan terdiam.

Dia sepertinya mengerti kemudian berdiri, membiarkanku duduk di kursi yang dekat jendela. Aku pun segera duduk, dan menghela napas memikirkan perjalanan yang akan sangat panjang ini.

---

Kamila mungkin berpikir, kalau aku dan Louis duduk bersebelahan selama dua jam kita akan mengobrol dan akhirnya baikan. Tapi kenyataannya tidak semudah itu.

Sepanjang perjalanan yang kita berdua lakukan adalah tidur. Seingatku, sebelum kita masuk jalan tol saja aku sudah memejamkan mataku karena bosan, ditambah dengan suasana yang teramat canggung.

Aku membuka mataku begitu terasa kalau kita sudah sampai. Aku bingung bagaimana tubuhku selalu bisa merasakannya? Apa semua orang juga begitu?

Dia beranjak keluar bus tanpa suara. Aku pun ikut beranjak dan bergabung dengan yang lain.

"Gimana?" bisik Kamila begitu melihatku keluar dari bus.

"Apanya? tanyaku sambil mengambil koper di bagasi.

Aku menarik koperku menuju ke aula penginapan. "Louis?" sahut Kamila. Aku menggeleng. "Masih belum dimaafin?" Aku terdiam. Technically, aku yang tidak minta maaf lagi.

Aku menghela napas dan melanjutkan langkahku.

---

Pembagian kamar cukup simpel. Satu kamar diisi oleh empat orang sehingga Kamila, Cia, Michelle dan aku dengan mudahnya bergabung. Dalam kamar kecil ini ada dua kasur berukuran sedang yang menempel di kedua sudut kamar. Sebuah meja kayu yang memiliki beberapa rak berada di tengahnya.

Sekarang sedang jam istirahat sehingga kita bebas mau kemana saja, boleh tidur di kamar atau jalan-jalan di sekitar penginapan.

"Ren.." Cia memanggilku pelan.

LOUISI ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang