24 : Bertransformasi Menjadi Ninja

835 80 32
                                    


●   24   

Bertransformasi Menjadi Ninja  


Tidak terasa kita telah sampai di parkiran sekolah. Louis memarkirkan mobilnya dengan mulus dan mematikan mesin.

Saat itu hal yang paling pertama kupikirkan adalah betapa romantisnya jika dia berlari dan membukakan pintuku.

Aku berpura-pura merapikan seragam dan tasku, menyibukkan diri. Dia segera membuka pintu dan keluar. Aku melirik sedikit, dan melihat Louis berdiri di depan mobilnya dengan tatapan bingung. Wajahnya bertanya mengapa aku tidak segera keluar.

Bermimpi apa aku. Tentu saja Louis tidak akan melakukannya. Seorang Louis bukan tipe-tipe yang romantis, gentle dan kawan-kawannya.

Aku tahu hubungan kita masih tidak jelas dan mungkin saja terlalu cepat mengharapkan itu. Tapi aku tidak bisa menahan sedikit perasaan kecewa yang timbul di hatiku. Aku akhirnya keluar dari mobil dan menghampirinya.

Aku menatap wajahnya berharap perasaan kecewa itu sirna. Tapi tiba-tiba dia merentangkan tangannya. Aku menatap tangannya kemudian menatapnya lagi. Dia tersenyum manis dan menyuruhku menjabatnya.

Perasaan kecewa itu secepat kilat hilang ditelan bumi, digantikan oleh perasaan berbunga-bunga. Aku tersenyum dan menjabat tangannya.

Aku bisa merasakan kehangatan tangannya berkontras dengan tanganku yang sedikit dingin. Senyumku semakin lebar.

Louis tidak melepas tanganku sampai di kelas. Aku bisa merasakan tatapan murid-murid lain ke kedua tangan kira yang melipat lekat. Segitu besar kah pengaruh bergandengan tangan?

Sepertinya begitu karena aku bisa melihat keenam pasang mata teman-temanku tidak lepas memandangnya.

Louis melepas tangannya begitu aku harus duduk di bangkuku, dan dia menuju ke bangkunya. Tidak banyak berubah dari tingkah laku kita biasanya.

Aku menoleh merasakan tatapan menggoda ketiga gadis yang mengelilingiku.

Aku tersenyum. "Kenapa?"

Kamila tidak menjawab melainkan menggandeng tangannya sendiri kemudian mengangkat alisnya.

"Terus?" tanyaku.

Mulut Kamila terbuka lebar. "Terus?! Kalian gandengan tangan dan kamu bilang terus?!" bisik Kamila.

"Emang kenapa sama gandengan tangan? Salah aku sama Louis melakukannya?" tanyaku pura-pura acuh.

Michelle dan Cia ikut membuka mulutnya lebar. Tak ada yang bersuara membuatku berkata lagi. "Salah sahabat bergandengan tangan?" tanyaku.

Kamila tertawa singkat. "Nggak sih. Sahabat kan boleh pelukan, boleh cium-ciuman, masa gandengan tangan nggak boleh."

"Persahabatan yang baik ya," sindir Cia. Michelle hanya ikut tersenyum.

"Apaan sih, guys." Aku berusahan menahan tawaku.

"Ayo cerita," pinta Kamila.

"Cerita apa?" tanyaku.

"Ya Louis ngapain kok tiba-tiba kalian datang gandengan tangan?"

"Nggak ada apa-apa. Beneran," jawabku.

"Kalian nggak pacaran atau apa gitu?" tanya Michelle.

"Ya nggak lah. Aku sama Louis itu sahabatan." Jawabanku tidak salah. Walaupun Louis mengaku kalau dia cemburu, tapi hubungan kita masih jauh dari kata pacaran. Dan aku memang tidak menginginkan perubahan yang terlalu cepat.

LOUISI ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang