Epilog - 41 : Ayam Saja Belum Berkokok

1.4K 76 92
                                    


41

Ayam Saja Belum Berkokok

2 tahun kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

2 tahun kemudian.

"Ren, bangun."

Ada suara yang terus menggangguku. Aku mengerutkan alisku kesal.

"Ren.. Ren, Renata."

Aku yakin saat ini aku sedang berbaring nyaman di kasurku, memejamkan mataku dan menyaksikan mimpi indahku. Aku tidak paham mengapa ada orang yang memanggilku di jam ini, sepertinya ayam saja belum berkokok.

Aku menyerongkan posisiku berharap suara itu segera hilang. Tapi yang ada sebuah tangan memaksaku untuk duduk.

"Bangun."

Begitu sadar itu suara berat Louis, aku berdecak kesal. "Apaan sih, masih ngantuk!"

Tanpa bersuara Louis melepas selimut yang berada di atasku dan menarik tanganku. Dengan malas aku hanya mengikutinya berjalan keluar kamar. Begitu sampai di tepi tangga, aku menyuruhnya berjongkok.

Aku merangkul pundaknya dari belakang dan meletakkan daguku di sana, memejamkan mata. Louis berdiri dan mengangkatku dengan mudah. Tangannya bertumpu di belakang lututku.

Aku merasakannya berjalan menuruni anak tangga sampai mungkin ke ruang tamu. Beberapa saat kemudian, dia menjatuhkanku ke sofa. Masih dengan mata terpejam, aku bertanya, "Ngapain?"

Dia sekali lagi tidak menjawab, aku juga tidak merasakannya berada di dekatku. Tak lama kemudian aku merasakan ada kain basah, yang kurasa waslap, mengusap mukaku lembut.

Aku membuka mataku dan melihat ruang tamu yang agak gelap. Aku memandang Louis yang sekarang berlari naik tangga. Jam dinding di ruang tamu menunjukkan pukul setengah dua, yang aku yakini masih tengah malam.

Aku yakin hari ini hari Selasa, yang artinya aku harus berangkat ke sekolah seperti biasanya. Mau ngapain pagi-pagi begini Louis membangunkanku?

Dia kembali beberapa saat kemudian sambil memegang ponselku dan jaket rajut dari kamarku. Dia memandangku sekilas. "Sandal atau sepatu?" tanyanya. Aku diam tidak menjawab.

"Sandal atau sepatu?" ulangnya.

"Kita mau keluar?" tanyaku tidak percaya. Dia mengangguk singkat. "Jam segini? Astaga Lous, ini masih jam 2 pagi, okay? Mungkin jam tangan kamu rusak?"

"Bentar doang. Sandal atau sepatu?" tanyanya lagi.

Aku menghela napas. "Sepatu." Dia mengangguk dan segera mengambil sepatu putih yang biasa kukenakan. Baru saja aku mau menunduk dan memakainya, tangannya sudah duluan menggapai kakiku dan memasukkannya di sepatu.

LOUISI ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang