4. Ibu dimana?

6K 358 4
                                    

Jed bingung kemana ibunya kemarin dan sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jed bingung kemana ibunya kemarin dan sekarang. Sudah hampir seminggu Jade tidak pernah berkunjung atau sekedar memastikan keadaan sang putra. Jed selalu menunjuk papan alfabet pada siapapun yang menemaninya, ia mengarahkan tangannya pada jejeran huruf yang juga sama setiap harinya membentuk suatu kata, IBU.

Jed menanyakan dimana ibunya. Sean mencari cara untuk mengalihkan pertanyaan Jed dengan mengeluarkan jurus jitu. Ia membawa tablet dan memutarkan video atau film. Anaknya selalu teralih, namun kali ini beda. Jed menajamkan telinganya pada suara di balik kamar mandi. Ayahnya tadi kesana setelah memberinya tablet dan memilih chanel komedi.

"Dia nyari kamu!"

"......"

"Apa sepicik itu pikiranmu, kamu cuma datang saja anakmu sudah sangat senang.. Bukan begini caranya."

"......"

"Aku harap kamu tidak menyesal memilih keputusan ini."

Sean mengakhiri sambungan telepon. Ia keluar dari sana disambut dengan tatapan penuh tanya dari anaknya.

Bodoh.

Harusnya ia menelpon di luar ruangan, pasti Jed mendengar obrolannya. Sean mendekat, dan lagi Jed menanyakan keberadaan sang ibu. Sean mencoba mengalihkan dengan mengganti video namun Jed tidak mau. Ia malah menatap ayahnya dengan mata memerah. Hati Sean tersayat.

"Ibu lagi kerja, nak. Baru bisa pulang besok," ucap Sean menenangkan.

Sean menyandarkan tubuh lunglai Jed pada dada kokohnya. Mendekap penuh kasih sayang dan berusaha menyalurkan ketenangan. Jed semakin terisak. Air matanya tak mau berhenti, apa yang terjadi? Mengapa ibu pergi meninggalkannya?

🌱🌱🌱🌱🌱

Quadran, Sony dan Lukman berkunjung. Mereka membawa kantung belanjaan entah berisi apa. Setelah Lukman berdebat alot dengan kakaknya, Jade. Ia jadi ikut sebal dengan kakaknya itu. Kini ia benar-benar percaya pada Sean bahwa ibu dari Jed itu tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya.

Sony mengetuk pintu, lalu membukanya. Ada Sean sedang menerapi kaki anaknya seperti saran dokter untuk memberikan terapi kecil pada anggota gerak Jed.

"Hai Om, Jed?" sapa Sony.

"Hello Son. Kalian bawa apa itu?

"Sesuatu yg bisa bikin anak Om senyum lagi. Kita sepet Om lihat muka melownya," canda Quadran.

Ia kemudian mengeluarkan beberapa barang dari paper bag. Seperangkat alat safety riding seperti helm, pelindung siku dan lutut serta jaket. Air muka Jed semakin masam, buat apa barang kayak gitu? Bangun aja ga bisa, mau sepedaan?

"Kita mau ajak Jed tracking lagi, Om," kata Quadran.

"HAH?" Sean bingung serta kaget.

"Kita udah ijin Desmond dan Dokter Carlo, mereka oke aja," sambung Lukman.

"Ga bisa.. itu bahaya. Tulang Jed yang patah belum sembuh bener," tolak Sean.

"Oom.. kita tracking di selasar komplek Dahlia, muteeer... Sampek sini lagi" jawab Quadran dengan menggerakkan telunjuknya memutar.

Sean masih belum paham. Sudah tua atau memang banyak pikiran. Quadran dan Sony memakaikan perlengkapan pada siku dan lutut. Untuk helm mereka meminta bantuan Desmond, takut-takut menyakiti kepala sahabatnya.

Siap.

Desmond dibantu beberapa suster seksi memindahkan Jed beserta alat-alat medisnya ke kursi roda khusus. Wajahnya nampak lucu dan kebingungan. Desmond menyerahkan sepenuhnya kursi roda Jed pada perawat pria yang diisukan berpacaran dengan Saliha. Sebenarnya, Lukman sedikit tidak suka tapi mau bagaimana lagi? Keponakannya ini masih belum bisa jauh dari tangan-tangan medis.

Jed terus memperhatikan jaket kulit dipangkuannya, ingin hati mengenakan jaket itu namun ia tahu, tubuhnya masih banyak luka. "Dokter Desmond, apa ini tidak apa-apa?" tanya Sean ragu.

"Tentu saja, ada perawat bersama putra anda" Desmond mempersilahkan Crew dan perawat untuk keluar ruangan, meninggalkan Sean yang was-was.

Mereka berlima telah sampai pada ujung koridor, berkumpul ada satu titik agar tidak mengganggu lalu-lalang para petugas maupun pengunjung rumah sakit. Lukman berbincang pada perawat pria tersebut, perasaanya lega mengetahui tidak adanya hubungan apa-apa antara perawat itu dengan Saliha. Sebenarnya kenapa juga dia menanyakan tentang Saliha? Fokusnya kembali pada Jed, ia menunduk lesu sejak keluar ruangan.

"Ponakan, gue kenapa nih?"

"Lehernya patah, Dokter Desmond gagal nyambungin" ucap Sony seenaknya.

"Ngawur nih, bocah" Quadran melirik sinis Sony. Kemudian ia berjongkok di depan kursi roda. Menyadari itu, Jed mendongakkan kepala. Sontak Sony kembali berkata ngawur. "Kirain masih patah"

"Jangan dengerin omongan sempak," Lukman tertawa, SEMPAK? "kita ngajak lo cari hiburan, ya... meskipun gue ga bisa menghapus semua ingatan buruk lo. Se-enggaknya lo kembali semangat sembuh dan bangkit, gue yakin lo bisa..

"Ya Tuhan... Nikmat mana yang Kau sia-siakan..." nasihat Quadran terpotong. Sony mendelik menatap seorang suster wanita yang berjongkok mengambil berkas-berkas yang tersebar di lantai. Kelima pria disana mengikuti arah pandang Sony. Suster itu memang seksi atau bagaimana? Berjongkok seperti itu membuat celana dalamnya terlihat dan belahan payudaranya menyembul keatas. Oh benar saja... Suasana menjadi panas dan berkeringat.

"Hakjiiiing!!" seketika kenikmatan mereka hancur, perawat pria diantara mereka bersin tidak tahu waktu. Si tersangka hanya nyengir bodoh. Hidung dia gatal juga bukan keinginannya saat seperti ini.

"ah lo sih Bang Suster.. ganggu hayalan kita aja" gerutu Quadran. Semuanya tertawa tak terkecuali Jed. Gigi rapinya berseri bahagia. Lukman melihat secerca cahaya, Jed memang butuh uluran banyak tangan agar ia bisa bangkit dari keterpurukannya.

🌵🌵🌵🌵🌵

*************************************

Berbeda ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang