11. Dua Pilihan

3K 275 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Crew dan Lukman datang hampir bersamaan. Mereka kompak mengajak Jed untuk hangout, tapi ternyata bocah itu belum bersiap sama sekali. Ia berbaring di matras ruang keluarga, masih memakai sarung dan kaos oblong. TV menyala dengan suara keras, tayangan Discovery Channel yang memutar dunia satwa di Amazon seakan mendominasi. Quadran mengamati lebih dekat, sahabatnya itu seperti tidak melakukan apapun. Tatapan mata Jed kosong, bahkan ia tidak menggubris ketika crew datang dengan berisik.


"Jed, kok belum siap?" Quadran menepuk pundak Jed.

"Eh, lo Dran. Loh uda pada dateng?" Jed celingukan memindai crew yang datang. Ada dua personil lain, Petra dan Helmi.

"Jadikan? Gue udah pesen meja sama minum" sambung Petra.

"Gue ga enak badan. Agak sesek nafas ama tremor kaki gue" Jed beralasan.

"Gue yang gendongin lo dari bayi sampek sekarang, jadi gue tau kapan lo bohong Jed" kata Lukman.

"Ga bohong, Luk. Jidat gue panas nih!"


Punggung tangan Lukman mendarat pada dahi dan leher keponakannya. Hawa panas menyengat. Lukman celingukan, batang hidung iparnya tak nampak di segala sudut. Tidak biasanya Sean meninggalkan Jed sendirian dalam keadaan sakit. Ada yang salah dengan penghuni rumah ini.

"Ayah lo dimana?" Tanya Lukman.

"Mau apa cari ayah?" Jed malah balik bertanya.

"Mau ambil vent, sama kasih tau ayah lo kalo anaknya sakit" gerutu Lukman.

Petra dan Sony sibuk di dapur mencari baskom, air, handuk kecil untuk meredakan panas Jed. Sedangkan Lukman mencari Sean. Perkara mudah menemukan iparnya. Pintu kamar utama terbuka lebar, ia masuk begitu saja. Pandangannya berpendar, terhenti pada sosok pria dewasa yang bersandar pada sisi ranjang. Punggung itu bergetar, isakan pilu sambang ke telinga Lukman. Selembar kertas putih menjadi fokus.

"Mas, ada apa?"

Lukman tersentak. Wajah Sean kacau.

"Ini" Sean menyerahkan kertas itu. "Jangan beri tahu Jed, tolong bawa pergi kertas ini. Bakar kalau perlu"

Ini adalah kali ke dua Lukman melihat keadaan Sean yang hancur. Pertama saat tahu Jed kecelakaan lalu sekarang, entah karena apa. Lukman belum bisa mengerti.

"Baik mas" Lukman sebenarnya penasaran dengan isi berkas di tangannya namun ia mengurungkan niat. Dilipatnya kertas itu menjadi kecil lalu memasukkan pada saku celana.

"Mas, Jed sakit. Badannya panas dan sesek"

"Apa? Ya Tuhan.." Sean bangkit mendahului Lukman, masuk ke kamar Jed, menyeret seperangkat vent kemudian bersimpuh memeluk putranya.

"Ayah?" Lirih sekali suara itu.

"Ayah disini Jed, maafkan ayah"

"Ayah ga salah, kata ibu yang salah itu aku. Ibu ngasih dua pilihan ke ayah, ayah tinggal pilih yang pertama. Aku ga apa-apa, aku bisa tinggal disana" Jed bertutur lirih.

Crew saling pandang, Sony menyikut lengan Lukman meminta penjelasan. Tapi sama saja, tidak ada yang tahu sebelum sepasang ayah dan anak di antara mereka membuka suara.

Lukman menarik lengan Sony dan Quadran. Menggiring mereka menjauh dari ruang keluarga. Di balik pintu halaman belakang, ia mengeluarkan lipatan kertas yang diberikan Sean, memberanikan diri untuk membuka.

Ketiganya melihat kop surat dari sebuah instansi pemerintah. Lalu turun, membaca baris demi baris kalimat yang membuat mereka tidak pernah membayangkan hal itu akan terjadi secepat ini.

"Gua ga nyangka, Luk"

🍀🍀🍀🍀🍀


Sean berbelanja sayur dan bahan pokok selepas berkerja kemarin. Kata Jed, akhir pekan crew datang menjemput untuk diajak kongko di suatu tempat. Tidak ada salahnya memasak makanan kesukaan Jed lagi pula, crew sering makan bersama selepas berpergian.

Pagi-pagi sekali bel rumah berbunyi, ia mematikan kompor lalu bergegas membukakan pintu. Sean kira itu adalah Lukman atau crew namun ia salah.

"Ini buat kamu!"

Sean beringsut mundur kala sebuah map merah dilempar tepat di wajahnya oleh sosok pengetuk pintu. Waktu berhenti beberapa saat. Ini seperti mimpi. Mimpi yang sangat buruk.

"Ini apa, De?" Sean menatap nanar map di tangannya.

"Surat gugatan cerai!! Mas tinggal tanda tangani dan semua selesai. Mas dan anak sialan itu bisa hidup bahagia" Jade berkata pedas.

"Maksud kamu apa? Ayo kita bicara di dalam"


Tidak ada yang mereka lakukan selain saling diam. Sean ingin memulai tapi ia tidak tahu akan memulai dari mana. Bibirnya kelu, kata cerai yang di ucapkan istrinya membuatnya mati rasa.


"Aku minta mas tanda tangani itu sekarang!" Tunjuk Jade pada map di atas meja.

Sean meletakkannya di samping mangkuk sup yang sudah matang.

"Ga bisa, De. Aku ga mau,  aku juga ga tau apa alasan kamu menceraikan aku. Aku kurang apa? Bahkan ketika kamu memutuskan meninggalkan aku dan Jed, aku tetap menafkahimu" Sean tak habis pikir dengan istrinya.

"Alasannya adalah, kamu memilih merawat anak itu ketimbang melepaskannya.  Aku malu mas punya anak ga berguna, nyusahin lagi! Tempat dia di panti asuhan sana, bukan disini! Kamu tau berita kecelakaan itu menyebar kemana-mana, mau ditaruh di mana mukaku" Suara Jade mengeras melebihi Sean.

"Praaaang"

Masakan yang ia buat sepenuh hati menjadi korban.

Suasana ruang makan berubah menjadi tegang. Aroma masakan yang Sean buat tiba-tiba hilang entah kemana. Menu spesial khusus untuk putranya kini bercampur dengan debu di lantai. Kesabaran Sean habis.

"Anak itu? Dia anakmu, Jed anakmu, De. Yang kamu kandung, lahirkan, gendong dan kamu lindungi setengah mati!"

"Itu dulu. Sekarang aku mau tanya, apa mas ingin kita bersatu lagi?"

Sean tidak bersuara. Pertanyaan macam apa itu?

"Aku beri mas dua pilihan. Pertama, bawa anak itu ke panti dan ga akan bahas perceraian ini. Kedua, kamu tetap merawat dia dan kita berpisah? Mudah kan? Pilih salah satu..

Air mata Sean meluruh, ia merasa wanita yang di hadapannya bukan Jade. Wanita penyayang dan keibuan yang membuatnya jatuh hati. Sean tidak percaya dengan telinganya sendiri. Perkataan Jade sungguh di luar dugaan bahkan dalam mimpi sekalipun Sean tidak pernah menginginkannya.


"Ibu?"

Suara lirih memecahkan kebisingan mereka berdua. Bocah yang menjadi objek pertengkaran berdiri kepayahan di antara mereka. Sejak kapan ia disana? Apakah ia mendengar semua?

Iya, Jed mendengar semua.


🌵🌵🌵🌵🌵
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Mohon maaf atas kesalahan penulisan dan kalimat yang rumpang.

Salam hangat, Jed.

Berbeda ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang