2. Brain and Spinal Cord Injury

9K 505 3
                                    

"Saya Lukman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Saya Lukman..." HT di genggaman Lukman terlepas.

"Saya ayahnya! Dimana anakku?!" Teriak Sean setelah menyambar HT milik Lukman.

"Tenang, Mas!!" Bentak Lukman merebut kembali benda itu. "Posisi?" Lanjutnya.

"Korban luka parah. Didasar jurang. Kami butuh heli untuk mengevakuasi"

Mendengar itu Sean sedikit lega, hanya sedikit, putranya masih hidup. Namun, luka parah dan dasar jurang. Membuat pria kepala empat itu melemas diambang kesadaran.

"Lukman, beri kabar Ibunya. Jelaskan baik-baik!"

🍃🍃🍃🍃🍃


Jade menangis histeris di depan UGD, memukul Sean berulangkali. Tapi Sean tetap diam. Ia merasa gagal, bodoh dan jahat karena tidak dapat menjaga sang buah hati. Tubuh sang putra baru dapat dievakuasi empat jam setelah tim SAR mengabarinya. Kini Jed dalam penanganan para ahli medis di dalam sana.

"Atas nama Jeremy Deandra?" Perawat cantik itu memanggil.

"Pasien Jeremy kami pindahkan di ICU, keluarga pasien harap menemui Dokter Carlo di ruang prakteknya" keduanya membisu usai si perawat cantik meninggalkan mereka.

"Mbak, Mas! Kalau masih mau brantem, biar aku yang ketemu dokter. Nanti aku kabari." Tawar Lukman.

"Aku saja!" Jawab Jade singkat.

"Ada banyak tulang yang patah dan retak. Bahkan salah satu rusuknya melukai paru-paru. Semua itu akan segera dalam penanganan operasi." Dokter Carlo memberikan keterangan.

Menunjukkan lembar-lembar foto rongent bergambar beberapa bagian tubuh. Paru-paru, dada, leher, anggota gerak lain dan terakhir otak.

"Masalahnya disini adalah otaknya  mengalami trauma berat atau brain injury dan patah tulang belakang, spinal cord injury, ini sangat beresiko. Jeremy dipastikan lumpuh setelah ia bangun dan buruknya nyawanya tidak dapat tertolong."

🌿🌿🌿🌿🌿

Penjelasan Dokter Carlo masih memenuhi memory Jade dan Sean.

Lumpuh?

Tidak tertolong?

Apa itu?

"Bangun nak ibu kangen!" Tangis Jade  setiap saat di samping putranya.

"Kamu ga mau mukulin dokter yang uda bikin kamu botak begini, hmm? Apa ini sakit nak? Sakit nya kasih ke ibu.." Jade semakin terisak. Menyentuh perban putih yang menutupi tempurung kepala Jed.

Entah sudah operasi ke berapa yang dijalani Jed. Empat bulan dilewatkan. Bahkan ujian akhir kelas sebelas ia tinggalkan.

Giliran Quadran menjenguk hari ini, ia miris menatap sahabat sepermainannya. Tubuh atletis itu kehilangan massanya. Kaki dan tangan Jed nampak menyisakan tulang saja meski sebagian terlilit gips.

Wajah yang dulu tampan kini tertutup perban putih beserta ventilator di mulutnya. Mau sampai kapan seperti ini?

"Gue minta maaf, seharusnya piala itu lo yang bawa balik. Bukan gue." Kata Quadran. Tangan kekarnya menyentuh tubuh sang rival.

🍀🍀🍀🍀🍀

Esok adalah awal bulan Desember begitu berat bagi keluarga Sean. Menjalani sebagian besar kehidupan beserta cobaan yang berat di rumah sakit.

Biaya tagihan perawatan Jed membengkak. Ada deretan angka nol di belakang angka-angka lain. Beberapa harta berharga seperti mobil dan inventaris lainnya sudah terjual untuk menutupi ketidakcukupan biaya yang dicover asuransi.

Hanya tersisa rumah yang mereka tinggali, satu mobil jeep tua dan sepeda milik Jed dengan harapan Jed bisa menungganginya ketika sudah pulih dan mematahkan vonis dokter.

Keajaiban datang, malam setelah Jade menunaikan ibadah, Dokter Carlo memberikan kabar mengejutkan.

"Semua ini sungguh luar biasa, Jeremy dapat bangun kembali. Silahkan menemuinya." Dokter Carlo bak malaikat yang diturunkan langsung oleh Tuhan.

"Alhamdulilah, terimakasih." Kucuran air mata bahagia tak hentinya mengalir diiringi senyuman.

Mata elang itu belum sepenuhnya terbuka, hanya setengah dan masih terlihat...

Kosong,

namun semuanya sudah cukup.

"Jed, terimakasih kamu mau berjuang"

🍀🍀🍀🍀🍀

Hari ini Dokter Carlo melakukan pemeriksaan lanjut pasca koma. Otak Jed yang mengalami brain injury  mengakibatkan ia sulit mengingat walaupun tidak kehilangan memorinya.

Lebih buruk dari itu, area sebatas leher hingga ujung kaki telah lumpuh. Kedua tangan dan kakinya menekuk kaku.
Dokter Carlo mengecek respon pada mata, apakah ada rangsang terhadap cahaya atau tidak. Tetapi semua membuahkan kekecewaan. Hasilnya masih pasif.

Sungguh miris.

"Pak Sean, butuh waktu lama untuk mengembalikan fungsi geraknya namun kami tidak berjanji pada pemulihan kelumpuhan." Jelas Dokter Carlo.

"Dapat bangun saja sudah jadi kabar gembira, Dok. Pemulihan itu adalah bonus dari Tuhan nanti." Jawab Sean.

"Kami harap keluarga terus memberikan support. Setiap hari kami akan melakukan terapi kecil untuk sementara."

🌲🌲🌲🌲🌲

*****************************************

Berbeda ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang