19. Pencarian

2.8K 234 11
                                    

Penampilan Sean sangat lusuh, kemejanya sampai basah oleh keringat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Penampilan Sean sangat lusuh, kemejanya sampai basah oleh keringat. Ditemani Lukman ia mencari dimana kemungkinan Jed berada. Rumah teman-teman masa sekolah, kerabat dan juga crew lain selain Quadran dan Sony. Tapi hasilnya nol besar. Menghubungi setiap kontak dalam ponsel putranya pun percuma. Hanya ada sepuluh nomor penting dan semua adalah orang terdekat putranya termasuk kontak nomor Jade.

Sean juga meminta bantuan Quadran dan Sony untuk turut mencari Jed. Mereka berdua berpencar mencari kemanapun untuk menemukan Jed. Rasa lelah tak pernah mereka hiraukan karena ada seseorang yang lebih lelah dalam masalah ini. Mendengar cerita Lukman atas apa yang menimpa Jed, membuat Quadran mengelus dada. Ia kira semua telah berakhir saat istri mentornya itu pergi. Namun semua salah, petaka datang lebih hebat saat wanita itu kembali.

"Jed pernah bilang kalau dia minta diantar ke panti asuhan. Apa dia disana ya?"

Sean berucap tanpa menatap Lukman. Matanya terus menyapu jalanan berharap ia dapat menemukan Jed.

"Kita cari aja di semua panti deket sini, mas" jawab Lukman.

"Yayasan Xaverius, kita kesana cari Ineke. Pasti dia tahu, atau mungkin Jed disana"

Tidak butuh waktu lama mereka sampai di yayasan yang menaungi layanan homecare, tempat Ineke berasal. Sean turun terlebih dahulu, disusul Lukman di belakangnya. Seorang pegawai yang bertugas memberikan jawaban mengejutkan.

"Mohon maaf bapak, Ineke belum kembali sejak anda minta berkerja kemarin"

"Ya Tuhan, kemana mereka?" Sean mengusap wajah lelahnya.

"Kalau Ineke dan anak saya datang, ciri-cirinya pakai kursi roda, kulit putih dan ada bekas jahitan di kepalanya. Mohon hubungi kami, mbak!" Lanjut Sean.

Keduanya meninggalkan yayasan Xaverius. Melanjutkan pencarian ke beberapa panti yang berada di kota dan sekitarnya. Berpikir sejernih mungkin, semoga Jed dalam keadaan baik bersama susternya.


🌿🌿🌿🌿🌿

Tidur, bangun sebentar, tidur lagi. Cuma itu yang dapat Jed lakukan sekarang. Terperangkap dalam tubuh yang mati rasa, tidak dapat melakukan apapun, bahkan berbicara. Pantas saja ibunya sangat menginginkan kepergiannya, belum ada satu hari saja petugas panti sudah nampak repot dengan kedatangannya. Memasang alat ini-itu dan memantaunya setiap dua jam sekali.

Semenjak Reni memindahkan Jed ke kamar baru, ia jadi lebih memahami bahwa ia tidak sendirian. Meskipun sekujur tubuhnya mati rasa tapi Jed bersyukur Tuhan masih memberinya pikiran yang normal. Di samping  kirinya ada sepuluh ranjang lain yang telah berpenghuni namun tanpa alat-alat medis sepertinya. Jed sempat melihat beberapa teman baru, ada anak kecil, penyandang cacat dan yang paling banyak adalah penderita cerebral palsy. Namun itu tadi, sebelum Reni memberikan sekat pada sisi ranjangnya. Jed hanya heran, kenapa hanya ia yang di beri sekat, apa mungkin karena ia berbeda? Tapi kenapa?

Sayup-sayup telinganya mendengar suara yang sangat ia kenal. Suara itu semakin mendekat dan orang yang paling Jed cari kini berada di depannya.

Senyum Jed mengembang. Bibirnya bergumam kata-kata namum hanya hembusan angin yang dapat ia keluarkan. Orang itu kemudian duduk pada sebuah kursi, menggenggam erat tangan dingin miliknya dan terus menitikkan air mata.

 Orang itu kemudian duduk pada sebuah kursi, menggenggam erat tangan dingin miliknya dan terus menitikkan air mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mas, ini saya Suster Ineke. Maaf tadi saya pulang dulu, ambil baju di rumah. Mas jangan takut ya.. Sementara ini di kasih sekat dulu. Biar alat-alat mas ini ga di usilin sama anak-anak lain" kata Ineke.

Jed mengangguk. Ia kembali menggerakkan bibir, ingin mengatakan sesuatu. Perlahan Ineke mencoba memahami apa yang ingin anak asuhnya katakan.

"Mas capek?" Jed menjawab dengan kedipan.

"Ya udah... Mas istirahat saja. Nanti saya bangunin kalau mas mau mandi" Jed menggeleng pelan.

"Oh ya udah ga  apa-apa. Mas tidur dulu, saya mau bantu-bantu perawat disini"

Ineke memakaikan kaos kaki pada Jed lalu menaikkan selimut sebatas dada agar tubuh pasiennya lebih nyaman dan hangat. Melihat anak asuhnya seperti ini membuat Ineke kembali bersedih, perkembangan dari mulai Jed terapi, berobat, latihan jalan sampai kembali lumpuh seperti ini telah ia saksikan selama berkerja dengan Sean. Ia kerasan berkerja di sarang penyamun itu, Sean sangat baik dan pengertian. Anak asuhnya juga mudah diatur, penurut dan mau diajak untuk sembuh.

Tapi kalau sudah seperti ini, Ineke tidak yakin Jed ingin sembuh.

🍀🍀🍀🍀🍀

Lukman mengikuti arahan Sean menuju kesebuah perkampungan di pinggiran kota. Alamat yang Sean dapat dalam kartu identitas dalam dompet milik Ineke. Kalau di panti asuhan terdekat dan yayasan Xaverius tidak ada tanda-tanda keberadaan mereka maka kemungkinan besar putranya dibawa ke rumah pengasuhnya.

Seorang penjual kelontong mengatakan bahwa rumah Ineke berada di ujung gang sebelah kanan berpintu putih. Lukman dan Sean mangikuti petunjuk penjual tadi. Setelah berjalan beberapa menit, kediaman Ineke berada di depan mata. Sean mengetuk pintu, seorang pria muda menyambutnya.

"Ada perlu apa, Om?" Tanya pemuda itu.

"Saya cari Ineke" jawab Sean.

"Kakak baru aja pergi, ada apa ya, Om?"

"Apa kakakmu pergi bersama anak berkursi roda dan apa kamu tau kemana perginya?" Lukman ikut bertanya.

"Kakak pergi sendiri, katanya tadi mau ke panti..."

"Panti mana?" Potong Sean.

"Maaf, saya tidak tahu, Om. Sungguh" pemuda itu beringsut.

"Kalau nanti atau kapan saja kakakmu pulang, hubungi saya"

Sean memberikan kartu namanya sebelum pergi melanjutkan pencariannya. Gurat kelelahannya tercetak jelas di wajah tampannya. Ia tak habis pikir dengan apa yang istrinya lakukan yang berimbas perginya Jed. Anak itu sangat rapuh, hatinya terluka dimana-mana. Raganya sudah sakit namun batinnya lebih parah. Jika Jed pergi sendiri, Sean khawatir putranya tidak punya pegangan lagi. Lalu jatuh kedalam jurang curam yang kelam.

"Ayah pasti datang kepadamu, nak. Secepatnya, ayah janji"

🍀🍀🍀🍀🍀

*******************************************

Berbeda ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang