12. Jed Ga Mau Pisah

3.3K 267 7
                                    

Sepenggal cerita singkat dari Sean mampu membuat emosi Lukman naik ketingkat paling tinggi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepenggal cerita singkat dari Sean mampu membuat emosi Lukman naik ketingkat paling tinggi. Ia tidak menyangka kalau kakak perempuannya bertindak amat bodoh. Entah apa yang meracuni hati dan otaknya hingga wanita itu tega meninggalkan putra dan suaminya hanya karena keadaan Jed yang berbeda.

Usai mengungkapkan unek-uneknya di depan Lukman dan crew, Sean duduk di tepi matras sembari membelai surai putranya. Crew hanya bisa menatap nanar keduanya. Di balik tampang gahar Sean, tersimpan berjuta luka di sana.

"Om, sebaiknya Jed dibawa ke RS aja!" Usul Helmi.

"Iya, Om. Panasnya belum turun dari tadi. Napas Jed juga masih sesek padahal uda pake alat" lanjut Sony khawatir.

"Ga usah" Jed berusaha menolak. "Nanti sembuh"

"Nurut sama ayah mau? Kita kerumah sakit sekarang, cuma periksa. Kalau dokter bilang boleh rawat jalan, kita pulang. Oke?" Bujuk Sean. Ia juga merasa ada yang salah dengan tubuh putranya. Jed mengangguk lemah.

Crew tidak peduli lagi dengan hangout, meja dan minum yang di booking Helmi atau kejadian tadi pagi. Sekarang yang terpenting adalah kondisi sahabatnya.


🌵🌵🌵🌵🌵

Dokter Carlo tidak mengijinkan Jed untuk rawat jalan. Keadaan anak itu menurun drastis. Demam yang dialami Jed belum juga reda. Setelah melewati berbagai pemeriksaan, Dokter Carlo menyarankan paru-paru Jed segera dioperasi. Tapi Sean belum menanggapi, ia ingin membicarakan tentang pembedahan ini pada putranya nanti.


"Mas, mau nitip makan apa? Anak-anak mau keluar beli makan" tanya Lukman.

"Kue aja sama beliin susu putih low fat  yang kardusnya biru" jawab Sean.

"Susu buat Jed?"

"Hmm"

Lukman langsung menyusul crew. Di ruangan hanya tersisa Sean. Ia terus menciumi punggung tangan anak semata wayangnya. Sedangkan Jed, ia menatap Sean dalam diam.

 Sedangkan Jed, ia menatap Sean dalam diam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayah"

"Iya? Mau apa, nak?"

"Mau tidur tapi ga bisa. Mau melek tapi pengen tidur"

"Ya udah, merem melek aja"

"Ayah, jorok"

"Darimana joroknya? Ini pasti kerjaan crew"

"Hehe, kata Lukman sama Sony merem melek itu jorok"

"Astaga, jangan dengerin mereka"

Suasana kembali hening, Jed tidak menanggapi lagi jawaban sang ayah. Ia terngiang-ngiang kejadian tadi pagi. Masih sangat segar makian dari ibunya. Pilihan itu dan perpisahan sungguh sangat sulit untuk dijadikan sebuah pemikiran.

"Ayah... Aku ga mau ibu pisah sama ayah" ucapan Jed mengejutkan Sean.

"Ayah ga mau pisah sama kamu. Udah begitu terus, jadi, kamu ga boleh banyak mikir"

"Tapi aku ga mau kalau ayah pisah sama ibu, aku ga apa-apa kalau harus disana. Nanti ayah sama ibu bisa sering-sering datang kesana"

"Kesana kemana? Kita terus sama-sama selamanya, Jed. Kamu tujuan hidup ayah"

"Ke panti. Benar kata ibu, seharusnya aku memang disana. Kalau disini terus ayah repot, semua jadi susah, buang-buang uang. Ga ada salahnya ibu pergi, aku sadar kalau aku cuma bisa bikin malu ayah sama ibu" Jed berbicara tanpa melihat ayahnya. Matanya fokus pada plafon putih rumah sakit.

"Ssst.. Istirahat. Biar bisa cepet pulang. Ayah mau ke kamar mandi dulu" Sean mencari alasan agar Jed berhenti membahas ini.

Biarlah semua berjalan seperti sebelum wanita itu kembali.


🌲🌲🌲🌲🌲

Setelah membicarakan mengenai pembedahan dengan Dokter Carlo dan Desmond, Sean memutuskan untuk menyetujui. Urusan Jed mau atau tidak, biar nanti saja. Yang terpenting Jed dapat pulih kembali, ia tidak peduli dengan harta yang semakin habis. Lukman turut membantu, pria itu rutin mentransfer sebagian uang hasil ia berkerja dan turnamen untuk pengobatan keponakannya. Setiap Sean menolak, Lukman selalu bisa membuat Sean menerima lagi.

"Kalau bukan buat Jed, mau buat apa duit gue yang banyak itu. Suster Saliha aja belum mau dipacari, Mas" kata Lukman dengan tampang sok kayanya.

Seperti sekarang, Lukman bergantian menjaga Jed. Anak itu masih tertidur pulas usai minum obat. Kalau di lihat dari luar, keluarga kakaknya nampak sangat harmonis. Semua berkecukupan, pekerjaan yang mumpuni dan mempunyai putra membanggakan sebagai atlet sepeda. Tetapi setelah masuk kedalam, kebobrokan terjadi di sana- sini. Pasca kecelakaan, kakaknya menjadi gila. Jika Jed yang mengalai brain injury saja bisa sembuh mengapa ibunya malah bergeser otaknya.

"Baik-baik ya, Jed. Apapun yang terjadi besok. Om tetap sayang sama kamu" gumam Lukman.

"Selamat pagi.. Saya akan memeriksa Jeremy" seorang suster datang.

"Saliha? Oh silahkan" Lukman gugup.

"Hai, kita jumpa lagi. Jeremy kenapa bisa sakit lagi? Aku dengar dia pulih setelah pindah terapi" Saliha penasaran.

"Akhir-akhir ini banyak kejadian epic yang bikin dia banyak pikiran. Masalah keluarga" jawab Lukman. Saliha manggut-manggut.

"Hari ini baik, demam sudah turun dan tanda vital semua normal. Semoga operasi besok lancar. Aku.. Permisi dulu" pamit Saliha.

"Terimakasih, Sal. Selamat bertugas"

🌲🌲🌲🌲🌲

*****************************
Mohon maaf atas kesalahan penulisan dan kalimat yang rumpang.

Berbeda ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang