"halo? mil, boleh ketemuan sekarang?"
"gi, sibuk gak? kesini dong gua mau ngomong"
kedua orang yang ditelepon arhan pun kompak langsung menuju ke tempat di mana mereka janjian, yaitu di kedai kopi favorit aletta.
yang duluan sampai adalah gio, kemudian disusul millian beberapa menit berikutnya.
arhan berada di mejanya yang biasa, dengan amplop cokelat dan juga secangkir kopi di atas meja itu.
"jadi, mau ngomong apa?" gio bertanya setelah millian mengambil posisi duduknya.
arhan tidak menjawab, melainkan hanya menyodorkan amplop cokelat itu kepada kedua temannya.
gio dan millian otomatis menatap kawan mereka itu dengan bingung, namun tetap saja tangan mereka bergerak untuk membuka isi amplop itu.
"ar, jangan bercanda. nggak lucu." ujar millian setelah membaca apa yang tertulis di sana, sedangkan gio masih meneliti kertas yang ada di dalam amplop itu.
barangkali ada yang salah, mungkin dia juga bisa menemukan kalimat, selamat anda ditipu di satu sudut pada kertas itu. namun nihil, tidak ada kalimat semacamnya karena itu memang benar - benar bukan lelucon.
"stadium berapa?" gio akhirnya bertanya setelah bungkam cukup lama, dan setelah dirinya tidak menemukan apa yang dicari.
"lo udah baca. stadium empat, dan gue baru nyadar pas udah stadium tiga." jawab arhan sambil menyeduh kopi miliknya.
"jadi ini yang bikin lo suka ngilang gak jelas beberapa bulan lalu?" tanya millian, "yang bikin lo susah dicari?"
arhan mengangguk mengiyakan, karena memang itulah penyebabnya.
millian dan gio tidak habis pikir, bisa - bisanya arhan menyembunyikan kenyataan bahwa dirinya menderita kanker hati. mereka tiba - tiba merasa tidak dianggap sekaligus tidak berguna sebagai seorang teman.
gio sudah akan menangis, namun mengingat dirinya adalah seorang laki - laki, dia harus kuat menerima kenyataan yang ada.
"sekarang, kenapa lo manggil kita berdua kesini? mau bilang apa?" kata millian, karena tadi arhan bilang ingin membicarakan sesuatu dan millian yakin arhan tidak akan memberikan amplop ini lalu pergi begitu saja.
"jagain aletta, ya. lo berdua. gue mau pergi."
- -
althea terkejut saat keluar dari kamar mandi dan menemukan arhan di sana.
"kok aletta lo tinggalin, sih?!" sungut gadis itu dan berjalan melewati arhan begitu saja.
arhan menahan lengan althea membuat gadis itu menatapnya bingung.
"kita bicara sebentar."
arhan membawanya ke luar kedai, agar tidak bisa dilihat aletta.
"mau ngomong apa? cepetan nanti kalo kelamaan alettanya bakal–"
"jagain dia, ya. jangan lo tinggalin. pastiin dia tetep aman, jangan sampe dia nangis.." kata arhan memotong ucapan gadis itu.
"hah?! apaansih? ngelantur lo nih. gak penting banget, udah ah gue mau masuk." althea ingin masuk ke dalam kedai, namun lagi - lagi tangannya ditahan arhan.
lelaki itu kemudian mengeluarkan amplop cokelat dibalik sakunya, dan menyerahkan itu keoada althea.
"kalo lo udah baca, tolong. tolooong banget bantuin gue dengan cara yang tadi, ya? karena sekarang cewek yang paling deket sama dia itu cuma lo doang." arhan berucap, membuat althea penasaran dengan isi dari amplop itu.