Seharian ini Jungkook benar-benar merasa kacau. Ia merasa bersalah. Sejak sadar siang tadi, Na Hee sama sekali tidak berniat untuk keluar dari kamarnya. Walau memang, Na Hee sangat amat jarang untuk keluar dari tempat pribadinya itu. Namun kali ini, gadis itu bahkan tidak mau makan ataupun minum.
"Dia bisa sakit kalau terus begini," kata Bibi Han khawatir.
Eun Hye hanya bisa diam. Raut cemas juga menghiasi wajah gadis berumur 28 tahun itu.
"Apa bibi tidak bisa membujuknya?" tanya Taehyung.
"Tidak. Aku sudah berulang kali mengetuk pintu kamarnya, namun ia malah berteriak dan memakiku."
Jungkook yang sedari tadi diam sambil menunduk, akhirnya membuka suara, "Maaf, ini salahku."
"Hey, jangan begitu. Aku tahu kau pasti punya alasan dibalik sikapmu," kata Eun Hye.
Jungkook hanya bisa diam. Pria itu bangkit dari sofa, menunduk sembilan puluh derajat, dan pergi meninggalkan tiga orang yang masih setia memasang wajah bingung dan cemas.
Jungkook melangkahkan kaki panjangnya ke arah halaman belakang rumah. Ia bingung. Ia merasa menjadi penyebab dari kemarahan Na Hee pada semua orang.
Ia menaruh kedua sikunya di atas tembok setinggi perut yang menjadi pembatas antara rumah dan taman bunga di depan sana. Jungkook mengecek sakunya, mencari benda panjang itu. Setelah menemukannya, Jungkook segera mengambil pemantik dan menyalakan rokoknya. Asap langsung mengepul sesaat setelah rokok itu menyala.
Jungkook menghisap benda itu perlahan. Kadang ia menghembuskan asapnya dengan sedikit desah frustasi.
Tiba-tiba ada seseorang yang datang. Dia menepuk pelan bahu Jungkook, pria Jeon itu melirik siapa yang datang. Taehyung dengan cepat mengambil bungkus rokok yang berada di depan Jungkook. Ia mengambil satu batang, dan dengan tidak sopannya merebut pemantik dari tangan Jungkook dan menyalakan rokok.
"Kenapa kau kesini?" Jungkook buka suara.
Taehyung menghembuskan asap rokoknya. "Untuk menemuimu," jawabnya santai.
"Kenapa?"
Taehyung menatap lurus ke arah Jungkook. "Hanya ingin tahu cerita yang sebenarnya tentang kau dan nona Na Hee."
Jungkook bungkam. "Tidak ada apa-apa."
"Oh, ayolah Jeon. Nona itu bukan tipe gadis yang pandai berbohong. Bahkan mungkin ia tidak pernah berbohong seumur hidupnya."
"Bagaimana kau tahu? Dia bahkan sangat jarang menampakkan diri di dekan kalian, kan?"
"Benar, hanya saja ... aku tahu. Dari sorot matanya terlihat kalau dia sangat terluka. Sakit hati padamu."
"Cih, apa sekarang kau bertingkah layaknya seorang pria yang mengetahui segalanya tentang wanita? Apa kau tipe cassanova?"
"Bajingan ini!" Taehyung mendesis. Ia membuang putung rokok yang telah mati itu jauh ke taman di depan. "Aku serius, Jeon. Apa yang kau janjikan padanya?"
Jungkook menghela napas. Ia mengikuti Taehyung membuang putung rokoknya. "Aku juga tidak mengerti kenapa aku bisa berjanji padanya seperti itu? Ah! Rasanya benar-benar gila!"
"Janji bagaimana? Jangan membuatku mengulang-ulang pertanyaan yang sama!"
"Aku berjanji akan membantu menyembuhkan traumanya. Aku berjanji akan membuatnya keluar dari rumah dan menikmati dunia."
"Woah, janji yang sungguh berani," celetuk Taehyung.
"Geutji? Makannya aku jadi bingung sekarang," Jungkook sedikit mengacak rambut hitamnya.
"Kenapa bingung? Lakukan saja."
"Aku akan lakukan jika aku tahu caranya. Aku saja baru mengenalnya dua hari. Du hari! Aku bahkan belum mengerti semua kebiasaannya."
"Kalau begitu cari tahu."
"Ck, bicaramu seperti semuanya sungguh mudah."
"Memang mudah!" Taehyung kembali menatap lurus ke arah pria yang tiga dua tahu lebih muda dari dirinya. "Dengar, setidaknya kau sudah mencoba membantu. Kau tidak akan tahu sebelum mencoba. Lagipula seorang laki-laki harus menepati janjinya. Gadis itu sendirian. Selama dua belas tahun terkurung dalam ketakutannya sendiri. Begitu frustasi sampai ingin menghabisi diri sendiri. Kita sebagai orang yang berada paling dekat dengannya, harus bekerja sama membantunya untuk sembuh. Setidaknya ia harus menikmati hidupnya yang singkat."
Jungkook hanya bisa termenung mendengar segala ucapan Taehyung. Walau dia juga telah ditinggal oleh semua orang, namun setidaknya ia masih sehat. Ia masih bisa bertemu dengan banyak orang, bercanda, dan juga bekerja. Namun gadis itu. Na Hee sendirian, dia bahkan mungkin lebih kesepian dibanding siapapun di dunia. Akan jadi sangat brengsek jika ia hanya memikirkan kesepiannya sendiri.
"Jadi ... apa menurutmu ... aku harus membantunya?" tanya Jungkook ragu.
"Tentu saja, bodoh!" Tehyung menjitak kepala Jungkook. Pelan, tapi sakit.
"Lalu bagaimana caraku membantunya?"
"Dekati dia dulu. Buat dia percaya padamu. Karena sepertinya ia memang memperlakukanmu dengan berbeda," kata Taehyung.
"Bagaimana bisa?" gumam Jungkook yang masih di dengar oleh Taehyung.
"Apa?"
"A-ah, tidak. Hanya saja kenapa perkataan kalian bisa sama?"
"Kalian siapa?"
"Kau dan Eun Hye-ssi. Dia juga bilang kalau nona memperlakukanku dengan berbeda. Ia bahkan juga bilang mungkin aura kesedihanku yang sama seperti nona muda membuatnya memperlakukanku dengan berbeda," jelas Jungkook.
Taehyung sontak tertawa terbahak-bahak mendengar cerita pria Jeon di hadapannya.
"Kau juga menyebalkan sama sepertinya," cibir Jungkook.
Taehyung perlahan menghentikan tawanya. "Aura menyedihkanmu memang sungguh kuat, Jeon. Aku salut padamu," Taehyung menepuk kedua bahu Jungkook.
"Sialan! Bagaimana kalian bisa sama-sama menyebalkan?" Jungkook menggerutu.
"Itu namanya jodoh, kau tahu? Jodoh."
"Jodoh pantatku!"
"Jangan mencelaku, bocah. Dia itu segalanya bagiku," ujar Taehyung.
"Cih, mulutmu itu. Segalanya itu sekarang, nanti juga kau akan pergi. Apalagi jika orang tuamu menjodohkanmu dengan orang lain."
"Orang tuaku sudah meninggal," kata Taehyung sambil menatap jauh ke taman bunga di depan sana.
"O-oh, maaf."
"Tidak apa-apa. Kau tahu, semua orang yang bekerja disini adalah orang dengan masa lalu buruk. Ada yang mantan pembunuh, ada yang dari keluarga broken home, ada yang narapidana sepertimu--"
"Woah, aku baru tahu," celetuk Jungkook.
Taehyung tersenyum. "Aku pernah menyesali hidupku dulu. Aku bahkan berusaha bunuh diri berkali-kali. Namun setelah bekerja disini dan bertemu dengan Eun Hye, segalanya menjadi berubah. Segalanya terasa lebih indah, dan aku tahu saat itu, bahwa duniaku telah berubah karena dia."
"Sungguh kisah yang mengharukan," Jungkook berkomentar.
"Ku harap kau akan menemukan cintamu juga, Jeon. Dan hal itu bisa mengubah caramu melihat dunia," ujar Taehyung.
Jungkook hanya diam.
"Baiklah, aku mau masuk dulu. Fighting, Jeon Jungkook!" seru pemuda itu sebelum melangkah pergi.
"Terima kasih banyak ... hyung," ujar Jungkook agak ragu.
Taehyung berbalik. Pria itu menunjukkan senyum kotaknya. "Tidak masalah, uri dongsaeng," lalu pria itu melangkah pergi.
Jungkook tersenyum melihat punggung lebar yang semakin jauh dan hilang di belokan ruang tengah.
'Ternyata, aku tidak kesepian. Aku tidak sendiri'
TBC
***
Terima kasih telah membaca ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity ✔
Hayran KurguJeon Jungkook yang merupakan narapidana kasus pemerkosaan, bertemu dengan gadis polos yang memiliki gangguan kepribadian. Pertemuan mereka membuat keduanya menjadi lebih mengerti arti kehidupan, bagaimana cara terbuka dan menghilangkan dendam di hat...