Jungkook masih dalam mode gelisah.
Dia merasa bersalah. Na Hee masih belum mau membuka pintu. Sialan. Apakah separah itu ucapannya? Dia jadi berpikir kalau dirinya sungguh berengsek.
"Nona," Jungkook melongok ke balkon Na Hee. Kamar dan balkon gadis itu hanya dipisahkan oleh sebuah dinding kaca super besar, sehingga Jungkook masih bisa melihat keadaan Na Hee. Walau harus mengeluarkan ekstra tenaga dan ekstra keberanian karena harus mengintip sampai tubuhnya terlihat hampir jatuh dari balkon.
Kamar Na Hee masih terang. Jungkook yakin gadis itu belum tidur. "Nona!" panggilnya lagi, sedikit berteriak.
"Shin Na Hee-ssi? Apa kau bisa keluar sebentar? Disini dengan Jeon Jungkook, pria paling tampan di dunia, ingin berbicara sebentar denganmu."
Baik. Jungkook mulai kehilangan akalnya.
"Dorainya?" (Apa kau sudah gila?)
Jungkook tersenyum simpul saat sahutan itu terdengar.
"Ne, maseumida!" serunya semangat. "Aku memang sudah gila. Aku gila karena membuat majikanku marah. Tolong maafkan aku, Nona." (Ya, Anda benar!)
"Kau bajingan gila! Lebih baik kau pergi dari tempat ini, berengsek!"
"Ya, aku memang bajingan. Aku juga berengsek. Karena itu, tolong maafkan begundal satu ini, Nona. Aku janji akan menepati janjiku."
"Berhenti membual, bajingan! Aku tidak percaya padamu!"
Entah kenapa kemarahan Nona-nya malah membuat Jungkook tersenyum lebar. "Nona, apa kau tahu, kembang api saat tahun baru itu yang terbaik. Apalagi jika kita melihatnya dari jembatan Hangang, pasti akan sangat indah. Ada waktu beberapa minggu lagi sebelum tahun baru, mau keluar dan lihat bersama?"
"Aku benci kembang api! Dan aku juga benci kau!"
"Ah, sungguh disayangkan, padahal aku sangat ingin melihatnya bersamamu."
"Persetan. Keluar dari rumah ini! Pergi jauh-jauh dariku!"
Jungkook terdiam. "Nona,"
Ia kembali memanggil. Kali ini dengan suara yang lebih dalam. "Keluarlah sebentar," ujarnya.
Na Hee menggigit bibir bawahnya. Kenapa nada bicara bajingan gila itu jadi berubah. "K-kenapa?"
"Keluarlah, kumohon. Kali ini saja, setelah itu kau boleh menendangku keluar dari rumah ini. Kau bahkan boleh mendorongku dari balkon ini sekarang."
Na Hee ragu sejenak. Pria itu tidak akan melakukan hal kurang ajar, kan? Tidak, tidak mungkin.
Dan bermodal kepercayaan yang masih ada untuk Jungkook dan rasa sangat ingin mengusir pria itu, Na Hee melangkah keluar dari kamarnya.
Ia berdiri di balkon kamarnya yang mungkin hanya berjarak setengah meter dari balkon Jungkook. Ia melihat pria Jeon itu sedang memandang langit malam.
"Apa?"
Jungkook menoleh. Pria itu tersenyum ramah. "Kau tahu, sedikit banyak kisahku juga sama sepertimu. Mirip. Aku juga adalah yatim piatu, orang tuaku meninggal di sebuah kecelakaan saat umurku masih muda. Aku dibesarkan di sebuah panti asuhan, di Busan." Jungkook menengadahkan kepalanya menatap rembulan.
Na Hee mengerut heran, tapi ia tetap setia mendengarkan.
"Aku terbiasa hidup sendiri. Bertahan sendiri. Aku mengalami kekerasan saat masih sekolah. Biasa, bullying. Lalu saat aku mulai dewasa, aku justru dihadapkan dengan diriku yang dituduh sebagai bajingan pemerkosa. Dipenjara selama lima tahun, kehilangan masa muda di dalam sel pengap. Dituduh atas kejahatan yang sama sekali tidak kulakukan, bahkan tidak berani kupikirkan sama sekali."
"Lalu, kenapa kau mengatakan hal ini padaku?" sahut Na Hee.
"Entahlah. Hanya ingin." Pria itu tersenyum ke arah Na Hee. "Aku memang egois. Memikirkan kesendirianku sendiri, padahal dibanding siapapun, jelas kau yang paling kesepian disini. Jadi, bisakah kau memberikan kesempatan kepadaku sekali lagi, Nona? Aku hanya ingin kau bisa melihat dunia ini dengan lebih jelas, seperti layaknya diriku yang sudah mulai mencoba melihat cerahnya dunia."
Na Hee hanya termenung. Sungguh ia merasakan aura menenagkan dari pria Jeon yang berdiri di sebelahnya. Entah kenapa ia merasa bisa mempercayai pria itu. Tatapannya … terlihat sama menyedihkannya dengan dirinya, namun Na Hee melihat sebuah harapan besar di mata pria itu.
Ia ingin memilikinya.
Na Hee ingin bisa mempunyai sedikit harapan.
Harapan bisa kembali menikmati deburan ombak di pantai seperti saar ia kecil. Harapan untuk bisa bertemu dengan teman-teman. Harapan untuk bisa kembali berbaur dengan semua orang.
Ia ingin semua itu.
Melakukannya tanpa kecemasan sedikit pun.
Karenanya, ia butuh pria di sebelahnya ini. Ia butuh Jeon Jungkook.
Jungkook bisa membantunya. Pria itu pasti bisa.
"Kau … apa kau serius?" Na Hee bertanya ragu.
"Aku tidak pernah seserius ini."
"Tapi bagaimana caranya? Bagaimana caraku sembuh? Karena, bahkan sekarang seluruh ujung jariku terasa dingin dan gemetar saat aku berdiri di sebelahmu. Karena bahkan sekarang aku masih merasa ingin berteriak dan melemparmu dengan pot bunga supaya kau pergi. Bagaimana bisa menyembuhkan orang sakit seperti diriku ini?" Na Hee menggigit bibir bawahnya. Air mata sudah menggenang di pelupuk matanya.
"Pasti bisa. Tidak ada penyakit yang tidak mempunyai obat. Kau pasti sembuh. Aku akan berusaha menyembuhkanmu. Tapi aku juga butuh bantuanmu, Nona. Maukah kau bekerja sama denganku?"
Jungkook mengulurkan tangannya, berniat berjabat tangan.
Na Hee mengepalkan tangan kanannya di sisi tubuh. Menatap ragu ke arah tangan besar Jungkook yang terulur di hadapannya.
Benarkan pria ini bisa menyembuhkannya?
Na Hee mengangkat tangannya yang gemetar. Mencoba meraih tangan Jungkook.
Jungkook merasakan gemetar dan keringat dingin yang dikeluarkan dari tangan Na Hee yang mulai bersentuhan dengan miliknya. Dan saat kedua tangan itu menyatu, Jungkook tahu jika ia memang ditakdirkan untuk datang menyelamatkan gadis itu.
Mengeluarkannya dari penjara rasa takut dan kecemasan. Dan dia bertekad akan membuat Nona-nya kembali pulih.
Ia akan menyelamatkan Sang Penyendiri Kecil ini.
TBC
***
Woaaahhh, baru apdet. Jahat emang wkwkwkk.
Makasih bagi yang masih mau baca :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity ✔
FanficJeon Jungkook yang merupakan narapidana kasus pemerkosaan, bertemu dengan gadis polos yang memiliki gangguan kepribadian. Pertemuan mereka membuat keduanya menjadi lebih mengerti arti kehidupan, bagaimana cara terbuka dan menghilangkan dendam di hat...