Semakin dekat dengan org yg lo sayang, Rasya.
Laki-laki dengan sebatang rokok yang masih mengebulkan asap berwarna abu-abu itu tersenyum miring.
"Kita laksanain rencana pertama. Sore ini."
"Oke, Roy."
•••
Nanti malam, Rasya akan pulang kembali ke Jakarta. Setelah mengurus sekolah penerbangan yang akan ia jalani setelah lulus SMA, Rasya ingin segera kembali ke Jakarta. Mengingat akan beberapa kiriman pesan yang terus menerus memenuhi notif di ponselnya itu beberapa hari ini.
Baru kemarin siang Rasya mendapat kabar dari teman-temannya tentang anak-anak Domer yang menyerang sekolah mereka. Ia pun semakin yakin kalau ini adalah perbuatan Roy.
Setelah membereskan semua barang-barang milik-nya, Rasya pun pergi ke suatu tempat tongkrongan yang selalu ia datangi jika ke Bali. Ia memutuskan untuk menghabiskan waktunya disini sebelum pergi kembali ke Jakarta.
"Apa sih yang Roy mau?! Apa bener Mora?" Gumam Rasya dengan tangan yang sudah mengepal.
•••
"Sa, lo duluan ke kelas aja. Tadi gue disuruh sama Bu Wina harus bawain buku tulis temen-temen ke ruang guru."
Sasa yang masih membereskan beberapa pensil berwarna ungu-nya itu menoleh sebentar pada Mora yang ada di samping-nya lalu kembali membereskan pensil yang tergeletak berantakan diatas meja itu. "Ohh.. oke deh."
Setelah memberitahu sahabat-nya itu, Mora berjalan menghampiri Bu Wina yang kelawahan dengan beberapa buku di tangan-nya. Ia pun mengambil tumpukan buku tulis milik teman sekelas-nya itu lalu membawanya menuju ke ruang guru.
Beberapa menit setelah teman-temannya keluar dari Lab Fisika, barulah Mora dan Bu Wina keluar. Dua perempuan yang terpaut usia 11 tahun ini membawa tumpukan buku-buku murid SMA Terna Mayata untuk diletakkan di meja milik Bu Wina yang berada di ruang guru.
Dari Lab Fisika menuju ke ruang guru lumayan menguras tenaga. Apalagi dengan membawa buku tulis yang jumlahnya lebih dari sepuluh ini.
"Mora?" Panggil Bu Wina kepada anak didik-nya yang sedang berjalan tepat dibelakangnya.
"Iya, Bu?" Jawab Mora cepat dan langsung berjalan mendekat.
"Buku yang kamu bawa tolong taruh di meja Ibu, ya?" Pinta Bu Wina sambil tersenyum. "Ibu mau ketemu sama Pak Hari dulu di ruang seni."
Mora mengangguk lalu tersenyum. "Ooh.. iya, Bu."
"Makasih, ya, nak.." ucap Bu Wina yang langsung masuk ke ruang seni.
Perempuan dengan kuciran ekor kuda ini kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke ruang guru. Anak-anak rambut tipis milik-nya dengan indah menghiasi kening bersih gadis itu. Beberapa helaian rambut yang tidak ikut terikat juga memberi kesan cantik pada dirinya.
'Plung!!!!'
"HAHAHA GAK MASUK!!" Tawa Farhan saat Danu melemparkan sebuah kelang kosong bekas minuman bersoda itu ke satu tempat sampah yang sedang mereka lewati.
"HUUU!!" Sorak Farrel juga Gevan dengan tertawa dibelakangnya.
"Ih, anjir.." Raut wajah Danu menandakan kalau ia kesal.
"Nih, nih! Liat nih ya!" Gevan meminum minuman kaleng-nya itu sampai habis lalu ia lemparkan ke tempat sampah dengan mata yang memicing.
'Plungg!!"