#6

1.3K 192 47
                                    

Woojin kini duduk di ruang tamu apartemen Bae Jinyoung bersama Jihoon. Jihoon berkata bahwa 'kekasihnya' sedang keluar sebentar membelikannya makanan. Seakan tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana, Woojin hanya bisa diam membisu, membiarkan Jihoon berceloteh seorang diri mengenai kehidupannya selama di Amerika.

Ding dong!

Suara bel membuyarkan lamunan Woojin. Ia pikir itu adalah Bae Jinyoung tapi untuk kedua kalinya ia salah menebak orang. Yang datang bukanlah Bae Jinyoung tapi teman-temannya sendiri. Wajah mereka menunjukkan rasa khawatir. Mungkin mereka khawatir jika ia akan memporak-porandakan seisi apartemen Bae Jinyoung.

Sama seperti dirinya, reaksi yang diberikan oleh teman-temannya tidak jauh berbeda. Mereka seakan tidak percaya dengan apa yang sedang mereka lihat. Keberadaan sosok Jihoon dihadapan mereka membuat kelimanya kaku. Bukan. Bukannya mereka tidak menyukai keberadaan Jihoon, hanya saja, namja itu datang pada saat yang tidak tepat.

"Ada apa ini? Apa kalian sengaja kemari beramai-ramai untuk menyambut kepulanganku?"

Membatu. Begitulah kira-kira kondisi teman-teman Woojin yang masih berada di ambang pintu. Ia yakin teman-temannya kini juga memikirkan hal yang sama dengannya.

"Kajja kita masuk ke dalam" ajak Jihoon mempersilahkan mereka masuk.

Saat masuk, Hyungseob menatap tepat di mata Woojin. Seolah mereka berbicara lewat tatapan mata. 'Jadi karena ini?'. Woojin mengangguk kecil.

Melihat pembenaran secara tidak langsung dari kekasihnya, entah kenapa emosi Hyungseob langsung membuncah. Ini tidak bisa dibiarkan. Jihoon perlu tahu tentang permasalahan yang disebabkan olehnya. Ia tidak peduli jika Jihoon mungkin tidak bermaksud melakukannya tapi namja itu hanya perlu tahu. Ya, dia perlu tahu bahwa kedatangannya secara tiba-tiba membuat salah satu diantara mereka menghilang tanpa jejak.

"Aku akan membuatkan kalian minum. Kalian ingin minum apa?" Tanya Jihoon sambil bangkit dari posisi duduknya.

"Tunggu" cegah Hyungseob. Nada bicaranya benar-benar dingin.

Jihoon diam, ia tidak beranjak dari tempatnya. Yang lain menatap Hyungseob. Meminta namja itu melanjutkan apa yang ingin dia lakukan. 

"Ada apa Hyungseob-ah?" Jihoon bertanya. Jujur ia takut. Aura di segala sudut ruangan entah kenapa membuatnya merasa tidak nyaman.

"Jihoon-ah.. kau..kau.." Hyungseob terbata. Ia terlihat ragu mengatakannya karena dirinya dan Jihoon adalah teman baik.

"Kau menyakiti temanku, hyung" Seonho menyela. Seluruh pasang mata kini menatapnya. Diantara mereka, Seonho adalah yang termuda. Riskan baginya untuk mengambil alih bagian dari permasalahan ini. Guanlin yang ada disampingya hanya bisa mengusap punggung namja itu dan berusaha menenangkannya. Saat ini ia tahu bahwa emosi kekasihnya itu sedang labil karena sahabat yang paling dekat dengannya, sahabat yang paling disayanginya, satu-satunya orang yang mau mengerti dirinya sedang tidak diketahui keberadaannya.

"hiks..kau menyakitinya hyung! Kau jahat!" Tuding Seonho kemudian

"Seonho-ya.." suara Jihoon terdengar lirih. Ia sedih karena adik terkecilnya menudingnya sebagai orang jahat.

"Bagaimana bisa kau sejahat ini padanya hyung?! Kau jelas-jelas tahu kalau mereka menjalin hubungan setelah kau pergi dan memutuskan Jinyoung-hyung. Bagaimana..hiks..bagaimana bisa kau merebut satu-satunya kebahagiaan yang dia punya, hyung?!" Suara Seonho makin mengeras. Pamuda yang baru genap berusia 16 tahun itu kini menangis tersedu-sedu di pelukan Guanlin.

"Daehwi menghilang Jihoon-ah. Sudah beberapa hari ini dia sama sekali tidak memberi kabar. Kami tidak tahu dia ada dimana sekarang"

"Mwo?"

Sebuah suara yang datang dari arah pintu apartemen membuat mereka semua sontak menoleh. Bae Jinyoung sudah kembali dari membelikan Jihoon makanan. Namja berwajah kecil itu lalu melangkah masuk dan bergabung dengan mereka. Tidak lupa juga dia merangkul tubuh Jihoon yang masih kaku ditempatnya. Sepertinya kekasihnya itu masih shock.

"Ada apa ini hyung? Kenapa kalian semua tiba-tuba datang dan menyudutkan kekasihku?"

"Jangan bertanya pada kami Jinyoung-ah. Tanyakan pada dirimu sendiri dan juga 'kekasihmu' ini" ucap Woojin dengan nada sarkastik.

"Sejak kapan kau putus dengan Daehwi, Jinyoung-ah?" Haknyeon mencoba bertanya.

"Lebih dari seminggu yang lalu, hyung"

"Selama lebih dari seminggu yang lalu juga Daehwi tidak pernah terlihat lagi, Jinyoung-ah"

"Mwo?"

"Daehwi menghilang"

"Menghilang? Hh~!" Jinyoung mendengus. Rupanya teman-temannya sedang membuatnya terlihat sebagai seseorang yang bersalah atas kepergian Daehwi.

"Kalau pun dia pergi apa itu semua salah kami? Aku putus dengannya secara baik-baik. Dan dia juga menerimanya dengan baik-baik. Bagaimana bisa kalian menyalahkan kami, hyung?"

"Keparat! Dia melakukan itu karena kau bodoh!" Woojin berteriak kesal. Hampir saja ia akan memukul wajah Bae Jinyoung kalau saja Haknyeon tidak berusaha menahannya.

"Hyung, kau keterlaluan. Kau hanya menjadikan Daehwi sebagai pengganti Jihoon-hyung lalu setelah Jihoon-hyung kembali kau seenaknya saja memutuskan Daehwi. Kau tidak berpikir itu akan menyakitinya?!hah?!"

"Hei anak kecil. Tahu apa kau. Kuingatkan padamu. Dialah yang datang sendiri padaku waktu itu"

"Bae Jinyoung. Kau benar-benar brengsek. Dan kau Jihoon-ah. Jangan pernah lupa kalau kami selama ini pun sudah berusaha mengingatkanmu tentang hal ini"

Woojin meraih tangan Hyungseob. Mereka berdua bangkit, dan yang lainnya pun melakukan hal yang sama.

"Kami pergi"

Kubilang itu tak apa..
Tentunya, suatu hari itu akan jadi hari yang indah..
Kita kan baik-baik saja

***

DING DONG!
dingdong gag bisa bilang apa-apa. Cuma bisa menyampaikan rasa terimakasih aja melalui tulisan ini. Makasih yang masih stay baca.
Akhir kata
Voment jusseyo

IF YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang