Bagaimana denganmu, jika rasa sakit ini menjadi milikmu, dapatkah kau melaluinya seperti aku?
"Daehwi-ya. Bisakah kita bicara sebentar?"
Jihoon mendekat ke arah Daehwi dan Seonho yang masih saja sibuk dengan pertengkaran kecil mereka. Atmosfer di dalam ruangan itu entah mengapa berubah menjadi susah untuk di jelaskan.
Seonho menatap Daehwi. Ia merasa khawatir. Walaupun dia berkata sudah memaafkan Jihoon setelah Woojin dan Hyungseob berusaha mati-matian membujuknya, di hati kecil namja itu masih tersimpan sedikit rasa tidak suka pada Jihoon. Ia masih kerap terbawa suasana setelah mengingat apa yang telah Jihoon lakukan pada sahabatnya.
"hyung ingin bicara apa padanya?" tanya Seonho. Ia melangkah maju ke depan dan menyembunyikan Daehwi di belakang punggungnya. Melihat itu membuat seorang Park Jihoon hanya tersenyum hambar.
"Seonho-ya" Daehwi memegang lengan Seonho. "bergabunglah dengan hyungdeul di sana" pinta Daehwi. Seonho mendengus. Walau begitu ia tetap menuruti perkataan sahabatnya.
"hyung ingin bicara apa?" tanya Daehwi pada Jihoon.
"bisakah kita berbicara di kamarmu berdua saja, Hwi-ya?"
"tentu, hyung"
Keduanya lalu masuk ke kamar Daehwi, meninggalkan kelima orang yang menatap kepergian mereka dalam diam.
***
"kau tidak tidur, Hwi-ya?" Woojin mendudukkan dirinya di samping Daehwi. Beberapa jam telah terlewati sejak kepulangannya, dan dia masih saja terjaga. Jam dinding yang terpasang di ruang tengah itu bahkan sudah menunjukkan pukul 03:05.
"aku hanya tidak mengantuk hyung. Lagi pula ini juga sudah pagi"
"tapi kau perlu mengistirahatkan tubuhmu sendiri, Hwi-ya. Tidakkah kau lelah setelah perjalananmu dari LA ke Korea? Lihatlah mereka. Mereka bahkan tidur di sembarang tempat seperti itu karena terlalu lelah" Woojin menunjuk ke arah teman-temannya yang sudah terlebih dulu meninggalkan mereka ke alam mimpi. Mereka tidur di ruang tengah dengan posisi acak dan hanya menggunakan kasur lipat sebagai alasnya.
Sebenarnya Woojin pun sedang tidak bisa tidur. Ia ingin sekali berbicara banyak dengan Daehwi. Ia begitu penasaran tentang hal-hal apa saja yang namja itu lakukan sejak dia pergi meninggalkan mereka. Ia ingin mendengarnya secara langsung dari Daehwi, saat ini juga. Sayangnya, Woojin sendiri sama sekali tidak punya keberanian untuk menanyakannya.
"hyung?" Daehwi memanggil Woojin pelan. Namja itu menoleh ke arahnya.
"ne?"
"apa hyung juga pernah mengalami ini semua? Apa hyung juga pernah sampai di titik dimana rasanya hyung sangat ingin lenyap dari dunia?..." suara Daehwi terdengar bergetar. Woojin yakin jika adiknya itu sebentar lagi akan segera menangis. Dia kemudian menyentuh kedua tangan Daehwi lalu menggenggamnya cukup erat, mencoba memberitahunya bahwa tidak sendiri menghadapi ini semua.
"hyung pernah, Hwi-ya. Bahkan hyung pikir walau dengan mati pun hyung tidak akan bisa melewatinya. Tapi..kau tahu Hwi-ya? hyung mulai sadar. Ketika kita berpikir bahwa satu-satunya kebahagiaan yang kita punya telah lenyap, rupanya masih ada begitu banyak kebahagiaan lain yang mengelilingi kita" Woojin menatap tepat di mata Daehwi yang sudah berair. "apa Jihoon mengatakan sesuatu yang kembali menyakitimu? Hmm?"
"hiks..hiks.." tangis Daehwi mulai pecah. Ia sendiri tidak tahu entah sejak kapan dirinya berubah menjadi namja cengeng seperti ini.
Di depan yang lain mungkin Daehwi bisa bertahan untuk memendam perasaannya, tapi tidak untuk di depan hyungnya yang satu ini. Mereka terlampau dekat untuk dapat menyimpan rahasia satu sama lain. Selama ini, Daehwi memang hanya akan terbuka padanya, Woojin adalah satu-satunya yang bisa membuatnya nyaman untuk mengungkapkan kegelisahannya. Oleh sebab itu Daehwi merasa beruntung dapat bertemu dan kenal baik dengan orang sepertinya.
"kau bisa membagi bebanmu pada hyung. Bicaralah pada hyung, Hwi-ya?"
"hyung, Jihoon hyung tidak mengatakan apapun yang menyakitiku. Dia hanya meminta maaf padaku. Dia juga ingin memperbaiki hubungan kami. Aku tidak merasa kalau dia bersalah padaku, hyung. Tapi melihatnya memohon maaf padaku entah kenapa malah semakin membuatku terluka. Melihatnya meminta maaf sepeti itu padaku membuatku mengingatnya"
Flash back on:
Daehwi dan Jihoon kini hanya berdua saja di kamar Daehwi. Namja itu berulang kali menatap Daehwi. Sejujurnya Jihoon masih begitu malu untuk bertemu dengannya, namun demi keyakinannya untuk bisa memperbaiki segalanya, dia harus melakukannya saat ini juga. Jika tidak, mungkin dia akan kehilangan kesempatan yang tidak akan datang dua kali padanya ini untuk selamanya.
"Hyung, kau ingin bicara apa?"
"Kau pasti tahu bahwa aku kemari untuk membicarakan uri Jinyoungie, Hwi-ya"
Daehwi memalingkan wajahnya ke arah lain begitu Jihoon menyebutkan satu nama dari namja yang sama sekali tidak ingin dia dengar untuk saat ini. Mendengar nama namja itu terucap begitu manis dari bibir namja lain membuat hatinya kembali berdenyut sakit.
"Bisakah kita tidak membicarakannya, hyung?"
"Tidak. Kita harus membicarakannya, Daehwi-ya. Ini sangat penting untukku dan juga untukmu"
Daehwi terdiam. Benarkah?
"Aku tahu kau membenciku dan menganggapku merebut Bae Jinyoung darimu, tapi sungguh aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu. Ini hanya sebuah kesalah pahaman diantara kita, dan aku sangat ingin meluruskannya"
"Kami tidak sengaja bertemu di sebuah kafe saat aku telah pulang dari Amerika. Semakin hari hubungan kami semakin membaik setelah sekian lama aku berpisah dengannya. Teman-teman yang lain mulai memperingatkanku bahwa Jinyoung sudah memilikimu, tapi aku menghiraukan perkataan mereka. Kupikir mereka hanya bercanda karena memang sejak dulu kau sudah dekat dengannya. Aku megabaikan setiap bukti yang ku temukan di akun SNS kalian berdua. Aku benar-benar menyesal karena aku hanya bisa mengiyakan permintaan Jinyoung untuk kembali lagi padaku. Aku tidak tahu kalau saat itu dia masih denganmu. Lalu saat kami pergi ke Lotte World, dia berkata akan memutuskanmu demi aku saat itu juga. Dan aku menerimanya. Ini semua salahku. Maafkan aku Hwi-ya. Aku benar-benar minta maaf. Aku janji akan segera mengakhirinya"
"Tidak perlu hyung. Kau tidak perlu meminta maaf padaku ataupun mengakhiri hubunganmu dengannya. Bukankah Jinyoung-hyung juga berhak menentukan pilihan? Kalaupun pilihannya ternyata bukan aku, aku tidak berhak marah padanya. Jangan membahas ini lagi hyung. Ku mohon. Beberapa hari aku pergi ke LA dan menghabiskan waktuku disana hanya untuk melupakannya. Ku mohon kau jangan pernah mengungkit hal ini lagi padaku hyung"
"Kau memang baik, Hwi-ya. Hyung janji tidak akan pernah lagi mrmbahasnya"
Flash back off
Woojin meraih tubuh Daehwi ke dalam pelukannya. Tidak, ia tidak akan pernah membiarkan Daehwi kembali mengingatnya, dia sama sekali tidak pantas untuk di ingat oleh namja sebaik Daehwi.
"hyung mengerti, kau masih perlu banyak waktu untuk melupakan perasaanmu padanya, tapi hyung mohon jangan terpuruk lagi karenanya. Hwi-ya...kau harus yakin bahwa kau bisa menemukan cintamu yang lain di luar sana"
"bisakah, hyung? Aku tidak yakin"
"kau harus yakin, Hwi-ya"
Ya, kau harus yakin Hyung. Bahkan orang yang sangat ingin menggantikan posisi namja itu dihatimu sudah ada di sini. Orang itu disini, dia bersamamu sampai detik ini, dan dia adalah aku. Kim Samuel membatin dalam hati begitu mendengar seluruh curhatan seorang Lee Daehwi pada Woojin.
Sedari tadi, Samuel memang memejamkan mata, namun bukan berarti ia sedang terlelap sepenuhnya. Namja itu sama sekali tidak tidur di tempatnya, dia menguping seluruh pembicaraan mereka. Dia sedih melihat Daehwi begitu rapuh saat ini dan dia berjanji akan membuat Daehwi lupa pada mantan kekasihnya itu untuk selamanya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
IF YOU
Fanfiction"Aku harus melupakanmu namun melupakan bukanlah hal yang mudah"-Lee Daehwi "Harusnya aku memperlakukanmu lebih baik lagi ketika aku memilikimu"Bae Jinyoung