#28

868 144 23
                                    

Seperti pesan Daehwi dalam suratnya, Jinyoung kini hidup dengan cara yang jauh  lebih baik. Ketimbang dulu yang ia  hanya tau lari dari masalah saat dirinya merasa terluka, sekarang Jinyoung menjadi sosok yang tabah. Dia tumbuh menjadi namja kuat dan siap diandalkan dimana saja dia berada.

Hubungannya dengan teman-temannya makin erat begitu pula hubungannya dengan sang ibu.

Tepat 3 tahun lalu sejak Daehwi pergi tanpa memberitahunya secara langsung, Bae Jinyoung  datang menemui ibunya setelah dirinya dinyatakan sembuh total oleh pihak rumah sakit. Ia mendapat begitu banyak perawatan di rumah sakit, ia juga mendapatkan rehabilitasi atas ketergantungannya pada obat-obatan terlarang. Jinyoung sungguh bersyukur dapat melalui itu semua dengan baik.

Apa yang dilaluinya sungguh berharga. Ada begitu banyak orang yang menyokongnya. Itu adalah salah satu sumber semangatnya, sementara semangatnya yang lain... ada pada selembar kertas yang selalu disimpan dalam saku bajunya.

Sampai saat ini, hingga detik ini, juga detik berikutnya,seorang Bae Jinyoung masih menunggu. Ia begitu setia dalam penantiannya. Tidak pernah sekali pun dia berpikir untuk mencoba mencari sosok penggantinya. Daehwi...hanya Daehwi yang ada dalam hatinya.

"Aigoo~ hampir 4 tahun berlalu dan kau masih menyimpan surat itu hyung?"

Jinyoung tersentak dari lamunannya saat suara Seonho menyapa indra pendengarannya. Anak itu. Sejak dekat lagi dengannya dia jadi suka menyelinap masuk ke apartemennya hanya untuk mengusilinya ataupun membongkar isi lemari esnya.

"Itu adalah jimat keberuntungan buat seorang Bae Jinyoung, Seonho-ya"

Suara namja lain menimpali ucapan Seonho. Jinyoung mendelik sebal kearah adik-adiknya. Mereka tidak pernah berhenti menggodanya. Baik Seonho maupun kekasih Chinanya. Mereka itu sama saja.

"Kalian. Ada apa kemari?"

"Uih, jangan sewot begitu Jinyoung-hyung . Kami kesini hanya ingin menyampaikan undangan pesta pernikahan Woojin dan Hyungseob yang ke 3. Mereka meminta kami menyampaikan langsung padamu karena kau begitu sibuk dengan pekerjaanmu. Cih.. mereka sampai takut-takut kau tidak membaca kartu undangan atau chat line yang mereka kirim padamu"

"Aku tidak sepikun itu untuk mengingat hari pernikahan temanku, Guanlin-ah"

"Kalau begitu datanglah hyung. Siapa tahu kau mendapat kejutan besar di sana"

"Jangan mengada-ada. Bukan sebuah kejutan bagiku kalau bukan sesuatu yang menyangkut Daehwi-ku"

"Aigoo.. sejak kapan Daehwi itu jadi milikmu?"

"Jihoon-hyung? Kalian kenapa datang beramai-ramai begini? Bisa berantakan seisi apatemenku"

"Diamlah Jinyoung-ah. Datang saja. Siapa tau orang yang kau harapkan juga datang"

"Mana mungkin. Tahun-tahun lalu saja dia tidak pernah datang. Dia bahkan tidak datang saat acara pernikahan" ucap Jinyoung pesimis. "Haish... dia benar-benar kejam. Pindah si pindah.. tapi kenapa dia tidak pernah membalas pesan dariku sih.."

"Hyung. Dulu dia juga pernah seperti itu pada kami" ucap Seonho tidak terima. Jinyoung seolah berkata bahwa dialah yang paling menderita. Ini bahkan bukan kali pertama Daehwi pergi begitu saja dari kehidupan mereka.

"Dia hanya melakukannya pada kalian tidak lebih dari 1 bulan. Sekarang sudah hampir 4 tahun dia mengabaikan pesan dariku. Bahkan dia masih bisa mengirim email pada Woojin hyung walau hanya sekali. Kenapa padaku tidak?"

"Berhentilah merengek Jinyoung-ah. Kau jadi seperti anak kecil saja jika kami sudah menyinggung soal Daehwi di depanmu"

"Dia itu bagaikan ibuku"

"Sejak kapan dia melahirkanmu?"

"Ahh molla..aku begitu merindukannya"

"Tapi Jinyoung-hyung ada benarnya juga hyung"

Mata Jinyoung seketika berbinar karena mendapat pembenaran dari Seonho

"Dia sangat keterlaluan. Bisa-bisanya mengabaikan kita begitu saja selama dia pergi"

"Sudahlah.. mungkin dia butuh waktu sendiri"

"Awas saja kalau dia mendapat teman baru disana lalu melupakanku disini"

***

Ramai

Mewah

Meriah

Tiga kata itulah yang saat ini bisa menggambarkan bagaimana suasana pesta pernikahan Woojin dan Hyungseob.

"Tidak terasa sudah tiga tahun...hiks" Hyungseob terisak pelan. Dia merasa terharu, tak menyangka masa-masa sulit saat mereka dulunya hanya sebatas teman sekarang telah melalui tahun ketiga pernikahan. Tahun ini adalah momen yang paling membahagiakan begitu pula tahun-tahun sebelumnya. Dia merasa bahagia, seolah hatinya telah merengkuh dunia hanya karena seorang Woojin di sampingnya, tersenyum lembut padanya sambil menggenggam tangannya.

"Jangan menangis sayang..kau selalu menangis tiap kita sedang merayakannya" Woojin menyapukan ibu jarinya, menghapus jejak-jejak air mata yang turun deras mengaliri wajah cantik istrinya. "Riasanmu jadi hancur"

"Hiks..bisa-bisa kau membahas riasanku disaat-saat seperti ini"

"Habisnya kau tidak berhenti menangis sih"

"Aku mennagis karena bahagia tau"

"Iya. Aku tahu kau bahagia bersamaku, jadi, alih-alih memberikan air matamu kenapa kau tidak berikan saja senyumanmu. Kau sangat cantik dan menggemaskan saat tersenyum. Jadi kumohon tersenyumlah untukku"

Park Woojin. Sejak menikah dengan Hyungseob kepribadiannya yang dulu keras sekarang menjadi lembut selembut sutra. Bagaimana Hyungseob tidak dibuat meleleh dengan segala ucapannya itu. Saat ini saja hatinya sedang berbunga-bunga hanya karena rayuanreceh darinya.

"Nah.. begitu, tersenyumlah"

"Aigoo~~" ucap Hyungseob gemas. Ia mencubit hidung Woojin keras-keras hingga namja itu mengaduh kesakitan. Lalu setelahnya dia tertawa karena tingkah konyol suaminya yang sedang merajuk padanya. "Aku mengharapkan ada wajah baru di pesta pernikahan kita kali ini"

"Haish... jangan mengingatkanku lagi pada bocah sialan itu"

"Ya! Kau mengumpat di depanku?"

"Ah, mian. Aku kelepasan"

"Hm.. apa kau tidak merindukannya woojin-ah"

"Rindu? Kau merindukannya"

"Tentu saja. Memangnya kau tidak?"

"...aku...lebih dari sekedar merindukannya Hyungseob-ah. Setiap memikirkannya hatiku merasa sedih. Kami sudah bersama sejak lama, bahkan dia dekat denganku terlebih dulu sebelum dia mengenal kalian. Jika kau bertanya apa aku  merindukannya bagaimana aku bisa menjawab tidak? Aku merasa terluka tiap mengingatnya karena aku sangat merindukannya"

"Aku mengerti sayang... setidaknya dia pernah berjanji untuk datang di pesta pernikahan kita dalam emailnya beberapa bulan lalu. Berharap saja dia menepati janjinya di tahun ini"

"Ne. Aku selalu mengharapkannya, sayangku"

***

Du di du di du

Disini dingdong cuma mau bilang. Karena ni ff, ff pertama dindong, dingdong harap para readers mau mengerti kalo misalnya nanti endingnya nggak nge feel atau sama sekali gak ngena dihati.

Maklumlah.. dingdong baru belajar...di karya selanjutnya dingdong bakal berusaha memperbaiki diri..

Thankchu buat pada readers setia dingdong, temen-temen dingdong, yang udah pada vote n voment. Dingdong ucapkan terimakasih banyak.

IF YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang