Kim - HOME

65.9K 3.1K 89
                                    

       

"So, if you are too tired to talk, just sit beside me. Because I, too, am good at silence."

Di masa kehamilannya, Kim bangun lebih pagi dari biasanya. Namun itu tidak membuat tubuh Kim terasa lemah karena waktu tidurnya berkurang. Kim sendiri bingung darimana seluruh tenaganya berasal. Alih-alih merasa mengantuk tau lelah, Kim merasa selalu bersemangat selama kehamilannya.

Merasa siap memulai aktivitas, Kim pun segera bangun, keluar dari kamarnya dan duduk di sofa.

Seperti biasa Kim mencari kesibukan sebelum Aldwin bangun. Astaga, akhir-akhir ini Kim begitu bahagia. Kim tau Aldwin sudah melonggarkan pertahanannya, menurunkan bentengnya. Pria itu memang masih mendiamkannya, namun Kim tau cepat atau lambat Aldwin akan bersikap seperti sedia kala. Terkutuklah Kim yang terkesan mempermainkan Aldwin, namun Kim tidak bisa hidup tanpa Aldwin. Kim harus mengakui, Kim juga salah. Kim tidak bisa membenarkan perlakuan Aldwin yang memintanya menggugurkan bayi mereka, namun Kim menyesal karena memilih meninggalkan Aldwin saat itu. Demi Tuhan, Aldwin telah memintanya berjanji untuk tidak meninggalkannya! Dan Kim meninggalkannya di tengah trauma Aldwin terhadap cinta. Jika dulu Kim bisa berjuang merebut hati Aldwin, Kim pastikan, perjuangan kali ini akan berakhir sama.

Kim tersenyum saat mengingat kali pertama Aldwin menyentuh perutnya yang mulai membesar. Pertama kali sejak kehamilannya Kim merasa sangat bahagia dan tenang. Jangan salah pengertian, Kim senang saat mengetahui dirinya hamil, juga setiap kali dirinya melihat gambaran bayinya yang bertumbuh di dalam rahimnya. Namun, saat perutnya disentuh Aldwin, itu adalah sesuatu yang lain. Kim sendiri tau Aldwin terharu saat memegang perutnya. Pria itu bisa hanya diam, namun Kim terlalu mengenalnya untuk tidak mengetahui perasaannya yang sebenarnya.

Kim menatap barang-barang di sekitar rumah, kemudian mengernyit saat melihat debu di jendela kaca ruang tamu.Kim pun pergi mencari lap bersih, kemudian membasahkannya sedikit dengan air. Kim mengambil kursi yang rendah untuk membantunya membersihkan bagian yang tidak tercapai oleh tubuh pendeknya nanti.

Dengan bersenandung ringan, Kim memulai pekerjaannya. Saat selesai dengan bagian tengah jendela, Kim mulai menaiki kursi kecil untuk membersihkan bagian atasnya. Dan saat Kim baru saja ingin memulai, Aldwin keluar dari kamarnya. Aldwin menatapnya dan Kim membalasnya dengan senyuman. Tampaknya, Aldwin tidak pernah suka jika melihat Kim melakukan pekerjaan rumah. Pria itu selalu membantunya tanpa bicara. Seperti mengambil lap yang sedang Kim gunakan, menggendong tubuh Kim, atau bahkan menguncinya di kamar saat Kim terlalu bersemangat untuk bisa diam. Astaga, Kim ingin tertawa mengenang ingatan-ingatan itu.

Aldwin duduk di sofa, mengamati Kim dalam diam. Ditatapi seperti itu oleh Aldwin saja sudah cukup membuat tubuhnya panas dingin.

Crap! Kim dan hormone sialannya.

"Win, debu banyak banget disini. Ga bagus nih buat kesehatan," kata Kim pada akhirnya untuk menutupi kegugupan yang dirasakan. Tatapan Aldwin selalu sukses membakar tubuh Kim.

"Hati-hati," balas Aldwin. Senyum Kim semakin merekah, kemudian mengangguk. Lihat, Aldwin nya mulai tidak segan memberinya perhatian meski hanya perhatian kecil.

"Kamu udah kepikiran belum mau kasih nama apa buat anak kita?" tanya Kim. Kim tau pasti, Aldwin pasti menegang di tempatnya, namun menurut Kim dia harus mulai menyinggung mengenai bayinya mulai dari sekarang. Agar nanti ketika bayinya lahir, Aldwin tidak akan lari ketakutan karena terkejut. Oke, itu hanya otak Kim yang mendramatisasi, namun tetap saja, Kim akan mulai membawa bayinya dalam tiap percakapan mereka nanti. Dari ekor matanya, Kim melihat Aldwin menggeleng.

"Yaudah, masih lama ini. Masih 4 bulanan lagi kan. Kamu mau anak perempuan atau laki-laki Win?" tanya Kim lagi. Kali ini Aldwin hanya diam, menyisakan Kim dengan kegiatannya.

Gone Baby, Gone (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang