TIGA

1K 100 0
                                    

Mataku masih belum terbuka sempurna, beberapa kali kukedipkan tapi masih juga belum jelas terlihat. Samar-samar yang terlihat hanyalah punggung kursi depan mobil. Ya, nampaknya aku memang sedang berada di dalam mobil. Meski samar, tapi yang paling jelas nampak adalah warna cokelat muda kulit kursi mobil itu, pastilah ini mobil ayah. Rasanya kepalaku seperti habis ditimpuk dengan batu, sakit sekali. Tapi, ibu sedari tadi mengelus-elus kepalaku yang berada di pangkuannya. Jadinya kini tak begitu terasa lagi.

Seketika ibu berhenti mengelusku, kurasakan tubuhnya sedikit bergeser. Mungkin ia sedari tadi tidak menyadari kalau aku telah siuman. Ia menundukkan punggungnya dan menatapku lebih dekat. Ia tersenyum melihatku. Kulihat ada bekas air mata mengering di pipinya. Mungkin ia habis menangis ketika aku pingsan tadi.

"Lama sekali kamu pingsan Wid" kata ibuku memecah sunyi. Ayah melirik kami lewat kaca spion. Ada raut cemas di wajah ayah.

"Kok kita langsung pulang, Ma?" tanyaku. Kulihat di luar mobil sudah gelap. Matahari kini berganti dengan cahaya-cahaya dari kendaraan lain yang lalu-lalang di sekitaran kendaraan kami.

"Ya, pulanglah. Tadi kan niatnya cuma mau jalan-jalan" jelas mama. "Eh, kamunya malah pingsan. Aku hanya tersenyum, rasanya belum dapat terlalu banyak bicara saat ini.

"Eh, tapi ma..." aku kembali teringat tentang gadis tadi siang. Ibuku seketika menatapku kembali. Wajahnya seolah menunggu setiap kata yang akan terlontar dari bibirku. "anak gadis yang pagi tadi kita lihat di dekat gapura komplek kita, ibu ingat tidak"

"Kenapa memangnya?" suara ibuku sedikit meninggi, tampak sekali kalau ia tertarik dengan apa yang selanjutnya akan aku katakana.

"Aku melihatnya sebelum pingsan tadi" Jawabku. "Tante Suria sudah punya anak ya Ma?" tanyaku. Ibuku hanya menggeleng. Kulihat ia dan ayah saling bertatapan lagi.

"Sudahlah, kamu istirahat saja dulu"

***

"Langsung tidur ya" jelas ibuku. Aku hanya mengangguk. Ia menarikkan selimut hingga menutupi leherku. Tampak sekali wajah ibuku begitu lelah. Padahal hanya beberapa jam saja aku pingsan, tapi kalau orang lain melihat wajah ibu saat ini, pastilah mereka mengira kalau aku baru saja tewas, bukan hanya sekedar pingsan.

"Ibu ke bawah dulu" tambah ibu. Jika memperhatikan tubuh ibuku yang kini memunggungiku, ia tak lagi tampak seperti orang seumurannya. Tubuhnya yang kurus juga terlihat seperti menyusut seketika. Kalau kata orang, itu efek anak tunggal, jadinya kalau ada apa-apa sedikit saja, pastilah orang tua langsung khawatir.

Jujur saja, di satu sisi aku sering merasa kasihan dengan ayah dan ibu yang seperti ini. Rasa khawatir mereka terkadang malah membuatku merasa seperti menjadi beban buat mereka. Meskipun terkadang aku juga merasa senang karena di dunia ini ada orang yang benar-benar peduli padaku. Seperti hari ini, kulihat lelah sekali wajahnya. Semoga saja aku tak menyulitkannya lagi seperti ini.

***

Masih terlalu dini untuk tidur. Kulihat jam masih menunjukkan pukul Sembilan. Mana mungkin aku bisa tidur jam segini. Smartphone yang baru 1 bulan diberikan ayah sebagai hadiah dari penggemar novelnya, kini masih betah di tangan. Sunyi sudah malam ini. Hanya tinggal suara serangga malam yang masih berkeliaran. Untunglah paket internetku masih cukup untuk menemani. Entah sudah berapa video yang ku tonton. Ada beberapa kontestan di acara Idola Indonesia yang viral di instagram. Ternyata setelah ditonton, memang benar suara mereka seperti suara penyanyi luar, bagus dan unik.

Kulihat jam masih juga tak bergerak jauh, masih pukul sepuluh. Mataku juga rasanya masih terlalu segar untuk tidur. Ujung-ujungnya malah sakit kepala kalau aku paksakan tidur seperti ini. "Apa keluar saja ya?" tanyaku pada diri sendiri. Dengan malas aku buka selimut dan melongo ke luar jendela. Nampaknya malam ini cerah. Apalagi ditambah dengan bulan purnama, akan sangat sempurna jika aku keluar ke lapangan dan menatap bintang-bintang. Aku mengangguk menyetujui rencanaku sendiri, sambil memperhatikan jam dinding. Paling tidak pukul setengah dua belas aku baru bisa keluar rumah. Sebab ibuku terkadang masih terjaga dengan tugas-tugasnya yang menumpuk. Aku takut ketahuan mereka. Dengan perlahan aku menjinjitkan kaki untuk mengurangi suara langkahku agar ayah dan ibu tak terbangun, dan kembali lagi terlentang di atas kasur.

***

Siapa sangka aku tertidur. Padahal sedari tadi tak mengantuk sama sekali. Apalagi kini aku terbangun dalam kondisi terbaring di pinggiran kasur. "Apa aku tadi terjatuh dari kasur?"

"Apa ini?" tanyaku sambil memperhatikan botol apa sebenarnya yang ada di tanganku. Tertulis di botolnya "Zaleplon". Aku bahkan belum pernah mendengar namanya, apalagi membelinya. Terlepas dari botol apa dan mengapa aku menggenggamnya, kulihat jam sudah pukul setengah dua belas. Aku harus bergegas. Kapan lagi sekiranya aku dapat menemukan kondisi seperti ini. Malam ini benar-benar saat yang pas untuk memandangi bintang.

Perlahan aku turun dari kasur, berharap tak ada seorangpun yang menyadari apa yang akan aku lakukan. Apalagi anjing milik ayahku, kandangnya tepat di dekat tempat aku akan mendaratkan kakiku nanti.

"Ouch!" jeritku seketika terhenti. Aku menutupi mulutku sambil mengeluarkan sumpah serapah pada mulutku sendiri juga pada benda yang ternyata sebuah buku harian berwarna cokelat. Sejenak aku diam, memantau situasi sekiranya Ayah dan Ibuku terbangun atau tidak dengan jeritku tadi.

"Ini punya siapa?" Tanyaku setelah berhasil meraih buku harian itu. Entahlah, padahal baru sebentar aku tertidur, sudah banyak sekali benda asing di kamarku. "Apakah ada orang lain yang memakai kamar ini?"

Aku kembali menatap jam dinding, untunglah belum sampai pukul dua belas. Paling tidak aku masih sempat untuk keluar sebelum pukul setengah tiga. Karena itu jadwal ayahku untuk bangun dan menghidupkan komputernya lagi. "Nanti aku urus kalian berdua" ucapku sambil menatap buku harian dan botol tadi"

***

"Lalu?" Tanya paman pengacara itu padaku.

"Setelah itu aku berhasil turun dan berhasil sampai ke lapangan tanpa ketahuan ayah dan ibu" jawabku. Pria tua di depanku ini, sedari tadi alisnya hanya naik dan turun seperti pasang surut air laut. Aku hanya berusaha sebaik mungkin menceritakan apa yang aku ingat. Dengan harapan pria yang baru aku kenal ini dapat membantu mengatasi masalahku ini. Karena saat ini yang ada di dalam pikiranku hanyalah keluar dari tempat ini dan bebas dari dakwaan.

"Kau pulang ke rumah saat pagi?"

"Ya, dan saat itu rumahku sudah seperti pasar dadakan" ucapku sambil membayangkan betapa mengerikannya saat itu.

"Lalu kau ditangkap?" aku mengangguk menyetujui apa yang paman pengacara ini katakan. Lama kemudian ia terdiam dan hanya mengangguk-angguk kecil. Sembari melingkari beberapa kata di dalam berkas yang ia pegang.

"Apa kau tahu caranya agar aku segera terbebas, paman?" Tanyaku mencoba memecah sunyi di antara kami.

"Aku tak tahu, tapi setidaknya aku akan berusaha semampuku, terutama..."

"Terutama?" tanyaku menyela ucapannya segera setelah ia berhenti berkata. Tapi ia hanya kembali tersenyum seperti sebelumnya.

"Aku rasa aku tak perlu menjelaskannya padamu" Timpalnya masih dengan senyuman yang menjengkelkan itu. Ia pun kembali terdiam.

"Oh ya, bagaimana dengan buku harian dan botol itu?" Tanyanya.

"Aku tinggalkan di kamar"

"Kau menggenggamnya?"

"Iya"

"Baiklah, aku akan mencoba untuk meminta izin pihak kepolisian agar mengambil sidik jadi di dua benda itu" Jelasnya. "Mendengar apa yang kau ceritakan tadi, aku rasa masih ada kemungkinan seseorang menjebakmu"

"Aku juga merasa seperti itu" tambahku. Ya, jelaslah ada yang ingin menjebakku. Pembunuh ayah dan ibuku pastilah mencoba meninggalkan obat tidur dan buku harian dan bercak darah di tubuhku sebagai jebakan agar aku yang menjadi tersangka.

"Semoga saja begitu" Balasnya. Segera ia mengucapkan salam dan meninggalkan ruangan ini. Seorang penjaga kembali menggiringku ke dalam sel tahanan yang suda menjadi kamarku sejak semalam.

Aku tak tahu, entah berapa lama kiranya aku akan segera terbebas dari masalah ini dan kembali menghirup udara luar.

***

SNEAK A PEAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang