SEBELAS

756 72 6
                                    

Sudah tiga jam sejak paman Juno pergi. Tapi sampai sekarang masih juga belum ada kabar darinya. Padahal menurut paman Juno, temannya yang bekerja di lab bisa memberikan hasilnya dengan cepat, meskipun hasilnya masih belum bisa digunakan di pengadilan. Sebab untuk mendapatkan hasil secara resminya butuh waktu lebih dari seminggu.

Tapi setidaknya hasil itu bisa membantu kami mempersempit kemungkinan pembunuh sebenarnya. Sungguh aku sudah tak sabar ingin bertatapan langsung dengan pembunuhnya. Bagaimana bisa ia membuat keluarga kami hancur berantakan hanya dalam hitungan satu malam? Aku benar-benar ingin mengetahuinya.

Aku tersenyum kecil melihat tante Suria yang tertidur pulas di sofa. Mataku masih tak bisa terlepas darinya. Setidaknya, dari semua jawaban dan penjelasannya, aku bisa membuat yakin diriku sendiri bahwa ia bukanlah pembunuhnya. Lagipula, jika memang dia pembunuh sebenarnya, harusnya ini saat yang tepat untuk membunuhku. Ketika hanya ada kami berdua di rumah luas ini. Rasanya rumah ini cukup untuk meredam jerit suaraku ketika ia menghabisiku.

Tapi tidak, ia tidak melakukannya. Melihatnya terlelap dalam damai membuatku merasa nyaman. Siapa sangka wanita di hadapanku ini pernah mengurusiku sewaktu kecil. Harusnya aku tidak meragukan kebaikannya padaku. Benar-benar seorang ibu angkat yang baik.

Meskipun masih ada hal yang ingin aku tanyakan padanya. Aku masih penasaran dengan alasan sebenarnya ia berniat membawaku pergi ke luar kota. Ya, bahkan meski ia mengatakan jika itu saran dari paman Willy, aku tak merasa itu alasan yang betul. Ia pasti punya alasan sendiri.

"Sampai kapan kau ingin menatapku seperti ini?"

Suara tante Suria membuatku kaget. Bahkan tak terpikirkan olehku untuk memalingkan wajahku ke arah lain sambil berpura-pura bahwa tak menatapnya sedari tadi. Aku hanya tersenyum, malu.

"Tante sudah bangun?" tanyaku mengalihkan rasa malu.

"Sudah lama" jawabnya. "Bahkan sampai bosan rasanya tante berpura-pura tidur" tambahnya sambil tersenyum lebar, meledekku.

"Kenapa belum ada kabar ya?"

"Sabarlah sedikit Wid" ujar tante suria. "Bisa jadi paman Juno sudah mendapatkan hasilnya, tapi belum sempat mengabari kita"

Aku mengangguk kecil. Meskipun kenyataannya aku masih memendam kesal dan penasaran. Harusnya ia bisa sesegera mungkin mengabariku.

"Apa kau tidak mencurigai satu orangpun?" tanyanya.

"aku masih mencurigai paman Willy"

"Ada apa dengannya?"

"entahlah" jawabku.

Entah mengapa, tapi aku merasa aku tak perlu menjelaskan alasan mengapa aku mencurigai Paman Willy. Sebab sampai sekarang pun hipotesisku sudah banyak yang salah. Masih banyak celahnya. Sebaiknya aku lebih berhati-hati lagi dalam membuat kesimpulan.

"aku ke kamar mandi dulu" ujarku sambil bangkit dari tempat duduk.

Baru beberapa langkah dari tempat dudukku, kepalaku rasanya pusing sekali, semua benda rasanya bergoyang hebat.

BRUKK....

"Widya...!"

***

Tubuhku masih lemas di pangkuan wanita tua yang sibuk membelai rambutku. Ia menggosokkan minyak hangat di bawah hidung dan di dahiku. Sesaat setelah kesadaranku mulai pulih, aku membenarkan posisi dudukku.

"Kau Widya kan?"

Aku menggeleng

"Siapa?" tanyanya. "Bila?"

SNEAK A PEAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang