Senin pagi, biasanya murid-murid tiba lebih awal untuk upacara. Namun, pagi itu lebih berisik dari biasanya. Murid-murid heboh membicarakan hal yang sama. Bunuh diri. Lalu, Alena mendengar dan melihat pikiran-pikiran yang mengerikan.
Alena menghentikan langkah ketika kilasan gambar tubuh salah seorang murid laki-laki mengenakan seragam almamater sekolahnya, tergantung di panggung aula. Itu dari pikiran salah satu murid di kelasnya. Anggota Klub Teater. Hari Minggu kemarin mereka berkumpul di aula, tapi ....
Alena tersentak kaget ketika seseorang menabrak bahunya.
"Sori. Kamu yang ngehalangin jalan," Leo berkata santai ketika melewatinya.
Alena menatap Leo tajam, tapi Leo bahkan tak berbalik, tak sedikit pun merasa bersalah. Alena sudah akan mengejar Leo ketika suara ngeri pikiran lain berkelebat dalam kepalanya,
'Kalau aja hari itu aku teriak minta tolong ...'
Alena mencari sumber suara. Ia berbalik dan keluar kelas. Namun, ia tak lagi mendengar kelanjutan suara itu di kepalanya. Tidak ada gambaran, tidak ada suara lagi. Apa maksudnya?
Apakah dia melihat murid itu melakukan bunuh diri? Saksi?
Alena sudah akan mencari suara itu ketika mendengar panggilan Leo dalam pikirannya, lalu dilanjutkan,
'Jangan ikut campur urusan orang dewasa.'
Alena menghentikan langkah.
'Itu pesan papamu, kan?'
Alena menarik napas dalam.
'Kalau kamu nemuin sesuatu yang aneh, laporin ke orang dewasa. Biar mereka yang urus.'
Alena memejamkan mata. Itulah yang selama ini ia lakukan. Karena ia tak ingin membuat orang tuanya khawatir. Namun, kali ini ...
Suara bel kemudian menyentakkan Alena. Ketika rombongan murid-murid lain berjalan melewatinya menuju halaman sekolah, Alena masuk untuk meletakkan tasnya. Ketika Leo melewatinya, laki-laki itu tak menatap Alena. Melirik pun tidak. Seolah tadi ia tak mengusik Alena dengan pikirannya.
Inilah salah satu alasan Alena membenci Leo. Bahkan meski ia selalu mengusik Alena dalam pikirannya, tak sedikit pun Leo merasa bersalah. Bahkan, ia mungkin tak peduli betapa ia telah sangat mengganggu Alena. Mengusik privasinya. Sepertinya, Alena bahkan tak punya alasan untuk tak membenci Leo.
Selalu seperti itu.
***
Leo berusaha untuk tak terlalu memikirkan Alena ketika melihat ekspresi kosong gadis itu. Entah apa pun yang ada di pikirannya saat ini, entah apa pun yang dilihat dan didengarnya dari murid-murid lain di sekolah, Leo tahu itu bukan hal yang biasa. Dan hal yang tak biasa itu berarti bahaya, masalah. Itu adalah salah satu hal yang dipelajari Leo selama ia tumbuh besar bersama Alena.
Meski begitu, syukurlah saat ini gadis itu sedang tak fokus. Setidaknya, ia tak akan terlalu memperhatikan pikiran Leo. Meski begitu, Leo tetap berusaha untuk berhati-hati. Ia juga tak ingin Alena menerobos privasi pikirannya. Hal yang sering dilakukan gadis itu ketika ia sudah sangat kesal dan membanting Leo masih belum cukup, adalah menerobos masuk ke dalam pikiran Leo. Lalu, dia akan mencari kenangan paling memalukan Leo dan menghabiskan sepanjang minggu untuk meledek Leo dengan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still, You (End)
Teen FictionMereka adalah musuh bebuyutan. Mereka saling membenci satu sama lain. Mereka pun saling bersaing satu sama lain. Hingga mereka sama-sama harus terjebak dalam kasus teror mengerikan di sekolah mereka. Alena yang keras kepala dan Leo yang tak bisa se...