Malam itu, setelah mamanya pulang, ganti papanya yang menunggui Leo di kamar perawatannya. Mamanya bilang, Alena juga masih harus menginap beberapa hari. Kamarnya berada tepat di sebelah kamar Leo.
"Alena sama siapa, Pa? Ada yang nemenin dia?"
Papanya menelengkan kepala menatap Leo. "Kenapa? Kamu mau nemenin Alena? Atau, kamu mau satu kamar aja sama Alena?"
Leo mendesis kesal. "Kalau dia sendirian, Papa temenin dia aja," usir Leo.
"Papanya ada di kamarnya, kok," akhirnya papanya memberitahu. "Tapi, kalau kamu maksa Papa ke sana, ya udah, Papa ke sana."
Leo mendengus tak percaya ketika papanya benar-benar berdiri dan berjalan keluar dari kamarnya. Leo benar-benar takjub. Bagaimana bisa papanya semenyebalkan itu?
Tak lama papanya keluar, pintu kamar rawat Leo terbuka dan seseorang masuk. Namun, orang itu bukan papanya, melainkan Alena.
"Alena?" kaget Leo.
Alena mengangguk kecil. Begitu gadis itu menutup pintu kamar Leo, ia tak beranjak dari tempatnya. Ia menatap Leo sekilas, lalu menatap ke arah lain.
"Gimana keadaanmu?" Alena bertanya.
Leo tak langsung menjawab. Gadis itu seolah sedang bertanya pada pot kecil di samping jendela. Leo ragu, apa seharusnya ia menjawab atau tidak.
"Aku tanya sama kamu," gusar Alena.
Ah, dia mendengarkan pikiran Leo.
Leo berdehem. "Biasa aja."
"Kata Tante Athena, tanganmu ..."
"Aku baik-baik aja, kok," Leo memotong, lalu mengangkat tangannya yang diperban. Namun, sengatan rasa sakit kemudian membuatnya mengernyit.
"Kamu tuh emang bodoh, ya?" omel Alena seraya menghampiri Leo, menarik turun tangan Leo hati-hati.
Ketika Alena dan Leo bertemu tatap, Alena lagi-lagi memalingkan wajahnya.
"Kamu marah sama aku?" tanya Leo heran.
"Kenapa aku marah?" balas Alena ketus.
Leo ternganga. Gadis ini juga menakjubkan menyebalkannya.
"Apa?!" Alena melotot galak padanya.
Leo berdehem. "Jadi, kamu kenapa ke sini?"
"Mastiin kamu masih hidup," ucap Alena.
Leo mendesis kesal. "Kamu tuh ..."
"Lain kali," Alena memotong, "jangan ngelakuin hal-hal berbahaya kayak kemarin. Jangan lagi."
Leo menatap Alena, terkejut dengan apa yang diucapkan gadis itu.
"Kalau sampai kamu ngelakuin hal kayak kemarin lagi, aku yang bakal ngebunuh kamu," ancam Alena.
Leo mendengus tak percaya. "Kalau kamu khawatir sama aku, kamu bilang aja. Kalau kamu mau berterima kasih, bilang aja. Harus banget ya, pakai ngancam-ngancam gitu?"
"Siapa yang khawatir?" sengit Alena.
Leo memutar mata.
"Dan aku sama sekali nggak berterima kasih karena apa yang kamu lakuin kemarin, jadi jangan pernah ngelakuin itu lagi," Alena kembali megancam.
Leo mendecak pelan. "Iya, iya," ia mengalah.
Selama beberapa saat, mereka hanya saling diam. Keheningan di antara mereka begitu terasa. Leo seolah tercekik karenanya. Apa sebenarnya alasan Alena datang kemari? Hanya untuk mengancam Leo?
KAMU SEDANG MEMBACA
Still, You (End)
Teen FictionMereka adalah musuh bebuyutan. Mereka saling membenci satu sama lain. Mereka pun saling bersaing satu sama lain. Hingga mereka sama-sama harus terjebak dalam kasus teror mengerikan di sekolah mereka. Alena yang keras kepala dan Leo yang tak bisa se...