Bab 2 - Gadis yang Berpikir Dirinya Hanya Sendiri

3.7K 303 30
                                    

Darrel menatap anak-anak yang asyik menikmati es krim dan camilan di depannya. Alena dan Vely sibuk mengobrol dan saling mencicipi es krim satu sama lain, sementara para anak laki-laki bermain game sambil menikmati camilan mereka. Lalu, Eve, putri Ronnie dan Matt, mengacak-acak es krimnya sebelum memasukkan sesendok demi sesendok ke mulutnya. Ekspresinya tampak bosan.

Eve menyangga kepala dengan satu tangan sementara matanya menatap es krim yang diacaknya. Rambut merah ikal sebahunya bergoyang pelan ketika anak itu menoleh menatap sekeliling kafe. Hingga tatapannya bertemu dengan Darrel, dan ia kembali menunduk ke arah es krimnya.

Sekitar dua tahun lalu, Eve datang dari Kanada diantar Kris. Bersama kedatangan gadis kecil itu, mereka mendapat kabar duka mengenai kepergian Ronnie dan Matt. Darrel yang sudah tahu tentang organisasi rahasia tempat mereka bernaung, diberitahu jika mereka meninggal dalam misi.

Eve yang dulu selalu tampak riang saat bersama Alena, juga berubah menjadi dingin. Gadis itu menolak setiap penghiburan yang ditawarkan orang-orang di sekitarnya. Bahkan hingga saat ini, gadis itu membenci orang tuanya. Berpikir jika mereka tidak menyayanginya, karena itu mereka meninggalkannya.

Namun, menurut Zane, itu adalah cara gadis kecil itu bertahan. Jika dia tak punya objek untuk dibenci, dia mungkin akan jatuh dan tak bisa bangun lagi. Karena itu, mereka memutuskan untuk menunggu. Pun mereka tak pernah lelah untuk mencoba sedikit demi sedikit mendekati Eve, hanya untuk mendapat penolakan, dan berakhir menunggu lagi.

Darrel sendiri merasa marah pada Ronnie dan Matt. Bagaimana bisa mereka meninggalkan putri secantik Eve sendirian? Namun, ia juga tahu, apa alasan Ronnie dan Matt sampai menjalani misi berbahaya itu. Alasan yang Eve tak seharusnya tahu. Tidak sekarang. Jika Darrel bisa memutuskan, tidak untuk selamanya. Ia tidak ingin Eve tahu, pengorbanan orang tuanya, demi menciptakan masa depan yang lebih baik bagi dirinya. Itu ... akan terlalu menyakitkan untuk Eve.

"Eve." Panggilan Alena membuat Eve mendongak dari gelas es krimnya.

Alena tersenyum dan menyorongkan dua piring sosis bakar ke arah gadis berambut merah itu.

"Kamu paling suka sosis bakar, kan? Aku sama Vely udah kenyang, jadi ini buat kamu," ucap Alena.

Eve tampak terkejut, tapi ia tak menolak.

"Makasih," ucapnya pelan.

"Kalau mau lagi, ntar aku ambilin punya Valent," kata Alena lagi.

Eve mendengus kecil, menggeleng.

Alena benar-benar menuruni kedewasaan orang tuanya. Mungkin, di antara mereka, Alenalah yang paling bisa mengerti Eve. Ia yang paling dekat dengan Eve, paling banyak berbagi dengan Eve. Dan dialah yang paling jarang mendapat penolakan dari Eve.

Darrel tak tahu apa dia harus menyerahkan masalah Eve ini pada Alena. Namun, sepertinya ia tak punya pilihan lain.

"Kak Eve mau nyoba es krimku?" tawar Vely kemudian.

Eve tersenyum kecil, menggeleng. Namun, ia mengambil tissue di dekatnya dan menyodorkannya pada Vely.

"Mulutmu belepotan es krim, tuh," Eve berkata.

Vely tampak terkejut. Ia meraih tissue dengan cepat dan mengusap mulutnya.

"Vely masih jauh dari level dewasa dan anggun kayak kita, ya, Eve?" Alena menyombong.

Vely menatap Alena protes, sementara Eve tersenyum kecil. Darrel bahkan harus menahan dengusan geli mendengarnya. Dewasa dan anggun? Alena bahkan baru saja genap berusia tujuh belas tahun.

Darrel segera mengalihkan pikirannya ketika Alena menatapnya tajam. Ketika Alena dan Vely kembali asyik mengobrol dan Eve mulai menyimak obrolan mereka, Darrel tersenyum.

Still, You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang