Petang itu, mereka semua berkumpul di ruang keluarga rumah Leo. Keluarga Alena, keluarga Valent dan keluarga Leo. Alena sudah melihat apa yang terjadi dari kepala papanya. Ia tak percaya, Valent dan Leo menyembunyikan hal seperti itu darinya. Bisa-bisanya mereka ...
"Alena." Suara tajam papanya menghentikan pikiran Alena.
Alena melirik papanya sekilas, lalu menunduk.
Selama beberapa saat, tak ada yang berbicara. Lalu, terdengar desahan berat, dan papa Valent memulai,
"Anak itu selamat."
Ah, korban penculikan itu.
"Orang tuanya udah lapor ke pihak sekolah kalau dia nggak pulang kemarin, dan laporannya baru diteruskan ke kepolisian. Kalau bukan karena Valent dan Leo, anak itu pasti akan bernasib sama dengan korban sebelumnya," urai papa Valent. "Anak itu ternyata saksi kasus penculikan sebelumnya."
Alena menatap Valent yang melengos cuek, tak sedikit pun tampak tertarik atau peduli. Alena juga tahu alasan Valent bersikap seperti itu. Setelah Valent bertengkar dengan papanya tadi ...
"Sekolah kalian diliburkan sampai akhir minggu," papa Valent kembali berbicara. "Dan kami, orang-orang dewasa, akan mulai nanganin kasus itu juga. Jadi, kalian bertiga, Alena, Leo, Valent, nggak boleh lagi ikut campur kasus ini."
Alena mendesah berat. Yah, tak masalah. Toh murid yang menjadi saksi itu sudah ditemukan dan selamat.
"Dan tentang kejadian yang menimpa Pak Wardi, pihak sekolah udah minta Valent sama Leo buat nggak ngomong ke murid-murid lain dan bikin mereka takut." Papa Valent menarik napas dalam. "Lupain apa yang kalian lihat malam itu," tegasnya.
Alena melihat Valent mengernyit.
"Apa yang terjadi sama Pak Wardi, itu bukan kesalahanmu, Valent," ucap papa Valent lagi, lebih lembut kali ini.
Valent tak menanggapi, masih melengos, menghindari menatap papanya.
"Alasan Om Zelo ngajak kalian semua ngomong langsung tentang ini, karena Vely dan Alex juga pasti udah bisa lihat sendiri apa yang terjadi. Jadi, kami nggak akan nutupin masalah ini. Karena itu, kalian juga, mulai saat ini, kalau ada kejadian kayak gini, kalian harus langsung ngomong ke orang dewasa. Sekecil apa pun kecurigaan kalian, sekecil apa pun masalah itu, kalian nggak boleh nyembunyiin itu dari Om Zane atau Om Zelo," putus papa Valent.
"Om," Leo berbicara, "alasan Valent nggak ngasih tahu masalah ini ke Om Zelo atau ke Om Zane, itu karena Valent nggak mau bikin Om khawatir. Tante Veryn sama Tante Ellena juga ... pasti bakal khawatir setengah mati kalau mereka tahu. Makanya, kemarin kami nyoba nyelesaiin masalah itu tanpa ngasih tahu orang-orang dewasa. Kalaupun ada orang dewasa yang harus tahu, itu pastinya pihak sekolah. Biar pihak sekolah yang urus, jadi Papa, Mama, Om Zane, Tante Ellena, Om Zelo dan Tante Veryn nggak perlu khawatir."
"Om ngerti, Leo. Tapi, khawatir itu udah tugasnya orang tua. Wajar kalau kami khawatir. Kami ..."
"Bukan berarti Papa atau Om bisa ngurung kami di rumah tiap ada masalah," Alena angkat bicara. "Kami nggak mungkin kayak gini terus. Lari, sembunyi, tiap ada masalah. Kalau Papa sama Om Zelo sekhawatir itu, kenapa kalian nggak ngajarin kami buat ngelindungin diri? Alena tahu, Om Zelo, Om Darrel sama Papa, juga dulu ..."
"Alena!" tegur papa Alena tajam.
Akhirnya, mereka mengatakan apa yang sebenarnya ingin mereka katakan. Meski begitu, ketika ditegur papanya seperti itu, Alena langsung terdiam. Leo selalu berpikir, keluarga mereka baik-baik saja. Mereka dekat dengan orang tua mereka, mereka menceritakan banyak hal kepada orang tua mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still, You (End)
Teen FictionMereka adalah musuh bebuyutan. Mereka saling membenci satu sama lain. Mereka pun saling bersaing satu sama lain. Hingga mereka sama-sama harus terjebak dalam kasus teror mengerikan di sekolah mereka. Alena yang keras kepala dan Leo yang tak bisa se...