Pasti ada yang salah dengan Alena. Ia yakin itu.
Alena terus saja merutuki kejadian di rumah Valent kemarin. Kenapa dia dan Leo ... tidak, tidak tidak. Alena harus berhenti memikirkan tentang anak itu. Papanya bisa mendengarnya di bawah. Ada Alex juga.
'Papa nggak di rumah,' beritahu Alex tiba-tiba.
'Papa ke mana?'tuntut Alena.
'Ada pesta perusahaan. Mama juga ikut.'
'Kenapa Papa sama Mama nggak bilang apa pun ke aku?'
'Karena dari tadi Kakak sibuk mikirin Kak Leo terus.'
Jawaban Alex membuat Alena mengumpat kesal. Sempurna menyingkirkan pikiran tentang Leo, Alena mulai memikirkan tentang pelaku penculikan dan pembunuhan itu. Jika dia tidak ada di dalam daftar staf atau guru, baik yang sekarang maupun yang sudah keluar, lalu, siapa dia? Bagaimana bisa dia berada di sekolah?
Frustrasi, Alena melompat turun dari tempat tidur. Ia menyambar jaket dan ponselnya, mengambil uang dari meja belajarnya untuk naik taksi, dan turun ke bawah.
"Kalau Papa pulang, bilang Kakak ke sekolah," Alena berpesan pada Alex.
"Kata Papa, di sekolah Kakak bahaya," cegah Alex.
"Kakak ke sana sama Leo. Bilang juga itu sama Papa," ucap Alena lagi sebelum ia keluar dari rumah.
Alena berjalan keluar komplek perumahan, lalu mencegat taksi dan menyebutkan sekolahnya. Dalam perjalanan, ia menghubungi Leo, meminta laki-laki itu menyusulnya ke sekolah. Setidaknya, dengan Leo di sampingnya, papanya tidak akan terlalu khawatir, kan?
Saat Alena tiba di sekolah, Leo belum datang. Namun, Alena segera masuk lewat gerbang samping yang memang dibuka di hari libur untuk murid-murid yang mengikuti ekskul. Alena tersentak kaget karena teriakan riuh murid-murid yang ikut ekskul. Berisik sekali.
Melewati koridor depan, Alena menghentikan langkah ketika melihat gambar dirinya dari belakangnya dalam pikiran seseorang. Alena berbalik, melotot kaget melihat siapa yang ada di sana. Alena kontan berlari menjauh, tapi orang itu dengan cepat menangkapnya. Alena menyikut perut penyerangnya sekuat tenaga. Ia bisa melihat penyerangnya kesakitan.
Alena menarik diri. Lalu, dilihatnya orang itu menarik sesuatu dari jaketnya. Pisau. Pisau yang sama yang digunakan untuk membunuh Pak Wardi.
Alena berjalan mundur, berusaha tetap tenang meski bayangan ngeri kejadian malam itu mengguncangnya.
"Siapa itu?!" Seruan itu datang dari lobi.
Alena menoleh dan mendesah lega melihat seorang guru menghampiri mereka. Orang yang menyerang Alena tadi menarik topinya turun, lalu memakai tudung jaketnya. Alena pikir, ia akan lari. Namun, ketika guru yang memergokinya tadi tiba di koridor, orang itu langsung menerjang dan menghunuskan pisaunya.
Alena berteriak ngeri. Lalu, suara pikiran murid-murid lain yang kebingungan memenuhi kepalanya. Di depan, penyerangnya tadi menghempas tubuh gurunya ke lantai koridor, lalu berjalan mendekati Alena.
Kaki Alena terasa lemas. Ia pernah melihat kasus tabrak lari, ia pernah melihat kasus pembunuhan, dari kepala orang lain. Namun, ia tak pernah melihat secara langsung ...
Pikiran ngeri Alena seketika tersingkir ketika seseorang berlari dari lobi dan menendang pelaku penyerangan di depan Alena. Penyerangnya itu terhempas keras ke lantai akibat serangan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still, You (End)
Teen FictionMereka adalah musuh bebuyutan. Mereka saling membenci satu sama lain. Mereka pun saling bersaing satu sama lain. Hingga mereka sama-sama harus terjebak dalam kasus teror mengerikan di sekolah mereka. Alena yang keras kepala dan Leo yang tak bisa se...