Kecanggungan Alena dan Leo berlanjut hingga di sekolah esok harinya. Seolah mengejek, pagi itu mereka satu kelompok dalam tugas bahasa Indonesia. Meski ada dua murid lainnya, Alena masih merasa canggung. Terlebih, saat ini Leo duduk tepat di sebelahnya.
Sedari tadi, Alena semaksimal mungkin berusaha untuk tidak menatap wajah laki-laki itu. Bahkan ketika Leo bicara, Alena hanya menatap layar laptop Leo. Pun ketika yang lain bertanya pendapatnya, Alena berbicara tanpa menatap Leo. Dari pikiran Leo, Alena bisa melihat betapa menggelikannya ia kini. Biasanya dia akan mendebat Leo, mementahkan semua argumen Leo, bertengkar dengannya juga. Namun, kali ini ia lebih banyak diam.
Leo tidak merasa secanggung Alena, tentunya. Dia hanya merasa aneh saja karena mendapat ucapan terima kasih Alena. Namun, lain dengan Alena yang memang kemarin ... diselamatkan ... tidak, tidak, dibantu? Um ... bagaimana Alena menyebutnya?
Alena mengerang pelan. Untung saja Leo tidak bisa mendengar pikirannya.
"Kenapa, Al?" Pertanyaan itu datang dari sebelahnya.
Alena menoleh kaget, terlonjak kecil ketika bertemu tatap dengan Leo, sebelum ia kembali menatap ke depan dan menggeser duduknya.
"Nggak pa-pa. Itu ... lanjutin aja," tukas Alena.
"Apanya yang dilanjutin?" Leo terdengar geli. "Orang kita baru mau mulai."
"Iya, maksudku, lanjutin aja mulainya," balas Alena cepat.
Alena memejamkan mata ketika bisa mendengar tawa Leo dalam kepalanya.
'Kamu kenapa, sih? Jangan ngelamun terus. Ntar kesambet,' ucap Leo dalam kepalanya.
Alena mendesis pelan, tapi tak mengatakan apa pun. Ah, kenapa pula harus Leo yang menolongnya kemarin?
***
Ketika bel istirahat berbunyi, Leo menghampiri Alena yang sudah berdiri dari kursinya, sepertinya akan pergi ke kafetaria. Alena terlonjak kaget, lagi, ketika Leo menangkap lengannya di depan kelas. Gadis itu menoleh padanya, lalu melengos kasar.
"Apa?" sengitnya.
Leo mendengus pelan. "Sepuluh menit lagi aku tunggu di perpustakaan. Jangan makan terlalu banyak."
Setelah mengatakan itu, Leo melepaskan Alena dan berjalan keluar kelas. Leo baru saja keluar kelas ketika Alena sudah menjajari langkahnya.
"Aku tadi juga mau ke perpustakaan, kok," gadis itu berkata.
Leo mengangkat alis. "Nggak makan?"
Alena menggeleng. "Perpustakaan."
"Nggak boleh makan di perpustakaan," Leo mengingatkan.
Alena mendesis kesal. "Aku mau ke perpustakaan. Aku perlu ngecek sesuatu di sana."
Leo tersenyum. "Informasi tentang staf dan guru lama?" tebaknya.
Alena menatapnya sekilas, lalu melengos lagi, tapi mengangguk.
"Karena itu juga kan, kamu nyuruh aku ke perpustakaan?"
"Yep." Leo mengangguk-angguk.
***
Di perpustakaan, mereka pergi ke laptop di meja paling ujung. Begitu Alena duduk, Leo menarik kursi dan mengambil tempat di sebelah Alena. Sementara Alena memulai mencari di laptopnya, Leo menyandarkan satu tangan di meja dan menyangga kepalanya, menatap melewati jendela kaca di depan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still, You (End)
Teen FictionMereka adalah musuh bebuyutan. Mereka saling membenci satu sama lain. Mereka pun saling bersaing satu sama lain. Hingga mereka sama-sama harus terjebak dalam kasus teror mengerikan di sekolah mereka. Alena yang keras kepala dan Leo yang tak bisa se...