Tiga hari sejak penyerangan yang dialami Valent, Leo sudah masuk sekolah, meski Valent masih belum boleh sekolah. Mungkin karena Leo juga terluka, hari itu ia tidak banyak mengganggu Alena. Ia juga tidak bergabung dengan teman-temannya dan menghabiskan waktu di perpustakaan saat jam istirahat.
Di jam makan siang, terdengar pengumuman jika murid-murid dipulangkan lebih awal karena ada rapat guru. Pengumuman itu disambut sorakan riang murid-murid satu sekolah, membuat kepala Alena langsung pening saking berisiknya. Alena bergegas memasang headphone sembari membereskan buku dan alat tulisnya.
Sementara murid-murid lain meninggalkan kelas, Alena masih di kelas dan berusaha menghubungi papanya. Namun, teleponnya tidak diangkat. Apa papanya masih sibuk di kantor?
Alena lantas mengirim pesan bahwa ia pulang lebih awal. Ia sudah akan keluar kelas ketika mendapati Leo masih di kelasnya. Ia tidak menghubungi papanya untuk minta dijemput.
"Kamu nggak pulang?" tanya Alena dari depan kelas.
Leo mendongak ke arahnya. "Pulang. Tapi, kan, belum dijemput."
"Ya, kalau kamu nggak ngehubungin papamu, mana mungkin kamu dijemput?" dengus Alena.
"Kamu udah hubungin Om Zane, kan? Aku bareng kamu aja, soalnya," balas Leo santai.
Alena mendengus pelan. Ia bahkan tidak terkejut. Ketika Alena meninggalkan kelas, Leo baru beranjak dari kursinya. Dari pikiran Leo, Alena melihat tujuan laki-laki itu. Perpustakaan.
Alena berjalan melintasi halaman, menuju lobi, tapi langkahnya tiba-tiba terhenti ketika ia melihat gambaran wajah Valent dalam kepala seseorang. Selain Leo, orang yang melihat Valent malam hari di sekolah adalah ... penculiknya!
Alena berusaha mengejar arah pikiran yang hanya menggambarkan wajah Valent itu. Mungkin, dia berusaha menculik Valent sepulang sekolah. Keluar dari lobi, Alena berbelok dan memutar ke gerbang samping. Di sana, Alena melihat seorang pria mengenakan jumper hitam dan topi hitam. Pria itu menatap lekat ke lobi dan koridor, dua tempat kemunculan para murid dari dalam.
Alena berpikir cepat. Ia sudah berjanji tidak akan bertindak sendiri, tapi ia tidak ingin membuang waktu memanggil orang dewasa di sekolahnya. Alena lantas menghubungi papanya, tapi lagi-lagi teleponnya tak diangkat. Alena pun terpaksa hanya mengirimkan pesan jika dia melihat pelaku yang menyerang Valent dan akan mengikutinya sampai papanya datang.
Setelahnya, Alena berjalan ke gerbang samping, melongok kanan-kiri seolah menunggu seseorang. Sementara pikirannya terus mengikuti pikiran penculik itu. Alena yakin, dia sedang mencari Valent. Sampai setidaknya tiga puluh menit, orang itu bertahan di sana.
Alena bersiap pergi ketika orang itu juga mulai bergerak. Alena pura-pura sibuk dengan ponselnya sembari berjalan mengikuti orang itu. Alena menjaga jarak aman sembari terus mengikuti pikiran orang itu.
'Di mana anak itu? Kayaknya aku harus datang ke sekolah dan nyari tahu langsung ke guru-guru di sana.'
Langkah Alena terhenti. Orang ini kenal dengan guru-guru di sekolah? Kalau begitu ...
"Kamu mau ke mana?" Pertanyaan itu datang dari depannya. Dari orang di depannya.
Saat Alena mendongak, penculik itu juga berhenti dan sudah berbalik ke arahnya. Alena yang terlalu terkejut, tak langsung menjawab. Saat itulah, ponselnya berbunyi. Alena segera mengangkat teleponnya.
"Alena, kamu di mana?"
"Papa ... aku ... di sekolah." Alena menatap cemas ke arah penculik yang berjalan ke arahnya. Alena sempat melihat wajah pria itu sekilas, sebelum pria itu menarik turun topinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still, You (End)
Teen FictionMereka adalah musuh bebuyutan. Mereka saling membenci satu sama lain. Mereka pun saling bersaing satu sama lain. Hingga mereka sama-sama harus terjebak dalam kasus teror mengerikan di sekolah mereka. Alena yang keras kepala dan Leo yang tak bisa se...