Ninja Kawasaki merah mendekati posko penjagaan abah Rudi, tepat ketika si Abah sedang bergerak menutup gerbang.
"Bah, tunggu, Bah!" teriak Zarra kenceng, memohon-mohon di belakang punggung Satria. Menyebabkan beberapa anak yang masih keluyuran di sekitar gerbang menoleh, tertarik mendengar gerungan motor besar dan suara Zarra. Chandra dan Teuku ada diantaranya. Kebetulan, mereka sedang otewe ke kelas setelah menjalani ritual wajib mereka di kantin. Biasa, jajan gehu dan bala-bala bi Cucun. Dan sudah bisa dipastikan, mereka tertohok melihat penampakan di hadapannya.
Zarra boncengan sama cowok mana? How come?!
Si abah memberikan kode pada Zarra dan Satria dengan tangannya. "Motor taruh di luar!" teriak Abah Rudi melarang motor siswa masuk sekolah, menunjuk barisan kecil motor yang terparkir manis di depan gerbang.
Satria menurut, dia memarkirkan motor di luar dan Zarra cepat-cepat turun dari jok belakang.
"Aduh!" Zarra mangeluh karena satu bagian roknya nyelip terkena knalpot motor.
Satria melihatnya. Dia segera turun dari motor lalu berjongkok, membantu Zarra melepaskan belitan kain rok seragam itu. Tampak olehnya sedikit bagian ujung rok bawah Zarra menghitam, agak sobek dan terbakar. Satria langsung mendongak memberikan Zarra pandangan menyesal.
"Zarra, maaf. Biar nanti aku ganti rok kamu," kata Satria sungguh-sungguh.
Zarra pasrah melihat keadaan roknya. Bersyukur karena memakai kaos kaki ke sekolah sehingga betisnya masih tertutupi.
"Nggak apa-apa, kok. Nggak usah diganti, Sep. Ini salah aku karena kurang hati-hati," Zarra menggoyang-goyangkan kedua tangannya.
"Hei, barudak. Mau masuk, nggak?!" Abah Rudi bertanya tak jauh dari situ. Sudah berkacak pinggang menunggu Zarra dan Satria sambil melotot.
"Heh, jaket dilepas!" bentak abah Rudi khusus pada Satria ketika anak itu dan Zarra melewati penjagaannya."Rambut gondrong gitu, besok cukur! Awas, nanti Abah laporin ke guru BP!" ancam abah Rudi lagi, galak.
"Siap laksanakan, Abah" Satria menghormat ala penghormatan bendera waktu upacara. Setelah melepaskan jaket Army-nya, dia kemudian berbisik pada Zarra, "Wah, kudu kasih obat darah tinggi, Zar. Kasian si Abah."
Zarra lagi-lagi ketawa.
"Ngomong-ngomong aku mesti ke TU, Zar. Kemaren waktu daftar lupa belom nanyain kelas aku dimana, keburu kebelet pipis," kata Satria sekenanya.
"Ya udah. Aku masuk kelas duluan, ya," pamit Zarra, masih ada sisa tawa di wajahnya. "Mm... Makasih boncengannya."
Usai berbicara begitu, Zarra lalu meninggalkan Satria di depan ruang TU, berlarian menuju dua belas ipa dua. Tak menyadari kalau Satria memandangi kepergiannya dengan tatapan dalam yang mewakili seluruh perasaannya.
Setibanya di dua belas Ipa dua, napas Zarra sudah kembang kempis. Letak kelas yang berada di bebukitan kecil menyebabkan dia harus menaiki sekitar empat puluh anak tangga dulu. Syukurlah pelajaran belum dimulai, gurunya belum hadir.
Zarra tidak perlu celingukan lama mencari Sarah. Sahabatnya itu sudah duduk di bangku paling depan di deretan kedua, menyisakan kursi kosong untuknya. Sarah melambaikan tangan seraya tersenyum, menyambut kedatangannya.
Berselang satu bangku dari Zarra, duduklah Abichandra dan Wisnu. Hal ini bikin Zarra jadi salah tingkah. Hatinya kelonjotan gembira. Wuih, ternyata posisi Abichandra lumayan dekat dengan tempatnya.
Sekejap, Zarra beradu pandangan dengan Abichandra lalu keduanya cepat-cepat menunduk. Malu. Abichandra langsung kelihatan sibuk membongkar-bongkar buku pelajaran Bahasa Inggris dari tasnya, sementara Zarra menghampiri Sarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart Destiny (Sedang Proses Diterbitkan)
SpiritualA sequel of My Truly Destiny. Abichandra keheranan karena sohib-sohibnya berubah. Sudah kelas XII, bukannya tambah rajin belajar, Arifin CS yang notabene ex pengurus inti OSIS malah sering bolos sekolah. Dipandu rasa penasarannya, Abichandra pun tur...