Abichandra mengarahkan motornya memasuki pelataran rumah Zarra. Suatu pekarangan yang cukup besar di kelilingi bunga dan pepohonan beraneka jenis sebagai pagarnya. Akses keluar masuknya cukup lebar untuk dilewati sebuah mobil.Berjalan sekitar lima belas meter dari jalan raya utama, sebuah rumah putih yang bergaya colonial dan cukup megah nampak sangat mencolok bila dibandingkan dengan keadaan rumah penduduk di sekitarnya yang sederhana, berupa deretan bilik kayu yang asri dan mungil.
Sekali lihat dari kejauhan, Abichandra langsung dapat merasakan ada keanehan yang terjadi di rumah itu. Diparkirnya motor off road trail milik Saka persis di depan teras Zarra. Abichandra tercenung melihat betapa kusamnya lantai teras itu. Terdapat bekas jejak kaki kucing di sana sini, belepotan noda lumpur kering seperti sudah lama tidak di pel berhari-hari.
Dihantui rasa penasaran, Abichandra turun dari motornya lalu melangkahkan kaki ke teras Zarra. Hatinya mencelos menyadari keadaan rumah itu yang sangat sepi. Jendela besarnya tertutupi tirai sedangkan lampu terasnya menyala terang. Abichandra melayangkan pandangannya ke sekeliling rumah.
Zarra....Apa kamu nggak ada di rumah? Abichandra bertanya-tanya.
Untuk memastikan, diketuknya pintu rumah Zarra berkali-kali. "Assalamualaikum, Zarra!"
Tidak ada jawaban.
"Zarra!"
Tetap tidak ada sahutan.
"Zarra, Ini Abi...!" suara Abichandra mengeras, ketukan di pintu nya mengencang, resahnya bertambah-tambah.
Tapi suasana rumah tetap sepi.
"Zarra, tolong...ini aku, Abi!" Perasaan Abichandra makin nggak karuan, suaranya tercekat.
Rumah Zarra tetap senyap.
Menyerah. Abichandra menempelkan keningnya di pintu, mencari tumpuan. Tubuhnya melemas kehilangan tenaga. Shock, kuatir, sedih, semua berpadu padan dalam jiwanya.
Zarra kamu pergi...? Pergi kemana...? Bisik hatinya perih.
Di jalan raya, Arifin Cs celingukan mencari Abichandra. Rupanya mereka kehilangan jejak. Habisnya anak itu ngebutnya menyaingi raja jalanan, Tiba-tiba menghilang di tikungan kayak gaya Harry Potter kalau lagi ber-apparate dan dissaparate. Itu lho, mantra menghilangkan diri di satu tempat dan muncul di tempat lain begitu saja.
"Si Abi kemana, kira-kira! Tebakin, dong!" Arifin tereak-tereak dari jok depan revo birunya sambil boncengin Wisnu.
"Masa lagi genting gini dia shopping ke pasar? Ya pasti ke rumah Zarra lah! Gitu doang sulit amat nebaknya!" Wisnu balas tereak dari belakang punggung Arifin, dipeluknya pinggang cowok botak itu erat-erat keparnoan takut jatuh.
"Fin, kamu yakin nggak mau tambal ban dulu? Serem, nih! Maksa banget tetep jalan udah zig-zag gini juga!" tambah Wisnu bersungut-sungut.
Emang edan si Arifin, sudah tahu ban belakang motornya kempes kena paku, masih nekat aja nyusulin Abichandra.
"Entaran aja, aku takut banget si Abi nyasar atau keburu dikerjain sama si Rey. Amit-amit jabang bayi deh. aJngan sampai telat dikit kejadian lagi baku hantam kayak waktu itu!" Arifin komat-kamit menjelaskan. Tangannya sekuat tenaga menahan pergerakan motornya yang tak stabil. Oleng.
Di depan mereka Chandra memelankan laju motornya hingga menjejeri motor Arifin.
"Woy, harus kemana? Si Abi nggak keliatan!" teriak Chandra mengalahkan suara angin.
"Cobain ke rumah ceweknya, Chan. Si Zarra!" Arifin menyahut kencang.
"Oke! Duluan, yaaaa!" Teuku membantu mewakili Chandra menjawab. Motor mio yang dijalankan Chandra digas pol lagi ke level menuju maksimum. Mereka meninggalkan revo Arifin dan Wisnu yang berjalan sempoyongan di jalanan. Kemudian....
Tiba-tiba motor Arifin total menolak maju. Gimana nggak, bodi Wisnu saja sama kayak 3 badan sekaligus jadi satu. Ditambah si empunya motor biarpun badannya atletis tapi nggak bisa dibilang ringan juga bobotnya. Ya iyalah, bannya keburu gundul.
"Tuh, kan! Kata aku juga apa! Jadi mogok, kan! Haduuuuh mana sepi banget lagi di sini!" keluh Wisnu merana, mengemplang bahu Arifin kencang-kencang. Ugkapan kejengkelan hatinya.
"Adaw! Hehehe, ya maap, Wis. Namanya juga musibah." Masih sempet-sempetnya Arifin cengengesan.
"Musibah dari Ambon! Udah dibilangin mampir dulu ke tambal ban mumpung ada tukang tambal di belakang tadi. Kalau udah gini, jauh tau dorongnya!"
Wisnu merepet memarahi Arifin.
***
Chandra dan Teuku menemukan Abichandra sedang duduk di bawah teras Zarra, kepalanya tertunduk memeluk lututnya. Memilukan betul lihat si ex KETOS macam begitu. Biasanya kan anaknya semangat banget, jarang kelihatan bermuram durja.Chandra segera memasukkan motornya ke pelataran Zarra.
"Ya ampuuun, ngenes banget tuh anak. Kayak orang baru kemalingan," kata Teuku terkesiap memandangi Abichandra yang kelihatan lemah lunglai tak berdaya di tempatnya.
"Hus! Awas jangan telalu ceplas ceplos, Ku. Kasihan, tahu. Orang lagi sedih jangan dibecandain!" sergah Chandra memperingatkan, memberhentikan motornya di samping motor yang dikendarai Abichandra.
"Iye. Nggak usah nepsong, ah" tukas Teuku setengah berbisik.
Mereka berdua turun dari motor dan pelan-pelan menghampiri Abichandra. Duh, semakin dekat makin nggak tega lihatin Abi...Wajah anak itu kosong, datar dan suntuk. Ibarat gambar, kayak gambar pemandangan hasil karya anak berumur setahun. Bola kusut!
Chandra dan Teuku bertukar pandang sekilas. Masing-masing dari mereka mengambil posisi duduk di kanan dan kiri Abichandra.
"Bi..." panggil Chandra memulai.
"Kalau kamu mau cerita, kita siap dengerin kamu, Bro," lanjutnya.
Abichandra tetap membisu. Chandra dan Teuku saling lirik lagi tapi mereka nggak mau maksain Abi buat curhat. Biarin anak itu tenang dulu.
Chandra dan Teuku memilih sabar menunggu. Ikutan memeluk lutut seraya menikmati kerindangan udara di sekeliling rumah Zarra yang sunyi.
Semenit...dua menit...dan seperempat jam berlalu. Abichandra masih setia membisu. Teuku kelihatan sudah geje. Tangannya baru berniat ngambil smartphone di celana jeansnya untuk nge stalking medsos gebetannya ketika Abichandra akhirnya bersuara.
"Tadi Rey nelpon katanya dia mau nikahin Zarra, " kata Abichandra pelan.
Dia sengaja menyensor poin-poin penting dalam ceritanya, terutama bagian foto dan kemungkinan pelecehan yang dilakukan Rey terhadap Zarra. Dia takut...Sekali dia cerita, perkataannya tak akan bisa diralat. Sanubarinya tetap mengharapkan analisanya salah dan Rey sedang membual. Zarra tidak benar-benar meninggalkannya, cuma perlu waktu buat JJS an beli baju atau apa sebagai persiapan pernikahan.
Abichandra berharap introvert nya Zarra tidak mengantarkan gadis itu untuk berpikiran pendek, memilih meninggalkannya selamanya. Mudah-mudahan nggak begitu. Zarra nggak akan sekejam itu. Setelah semua hal yang mereka lewatin bareng-bareng, perjuangan yang ditempa bersama, masa iya Zarra mau mundur begitu saja...
Mendengar tuturan Abichandra, baik Chandra maupun Teuku sama-sama kaget.
"Hah! Maksudnya? Kok bisa si kunyuk itu bilang mau nikahin Zarra? Kan Zarra udah setuju kamu lamar, Bi. Ini gimana sih, teu ngarti aing..." Teuku mengutarakan ketidak mengertiannya akan situasi yang menimpa Abi. Kepalanya digelengkan, meluruskan kacamata yang melorot ke ujung hidungnya.
Chandra menatap Abichandra bulat-bulat. "Maksudnya gimana ini teh, Bi? Coba lanjutin penjelasanya..." pintanya, nggak kuat menahan penasaran.
Abichandra menggelengkan kepalanya pelan. "Aku juga nggak ngerti. Rey bilang gitu dan Zarra nggak bisa dihubungi..."
Ya Allah, malang bener nasibmu, Bi...Chandra bersimpati, tapi tentu tidak dia utarakan secara verbal. Kasihan...Dirangkulnya pundak Abichandra hangat.
"Tunggu aja kabar dari Zarra, Bi. Jangan dulu berspekulasi macem-macem," Teuku ngasih saran.
Abichandra mendengarkan. Ya...memang itu yang akan dia lakukan sementara ini. Menunggu.
Zarra! Pliiiis kasih kabaaaaar! Hati Abichandra berseru kencang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart Destiny (Sedang Proses Diterbitkan)
DuchoweA sequel of My Truly Destiny. Abichandra keheranan karena sohib-sohibnya berubah. Sudah kelas XII, bukannya tambah rajin belajar, Arifin CS yang notabene ex pengurus inti OSIS malah sering bolos sekolah. Dipandu rasa penasarannya, Abichandra pun tur...