Bab 26 : Kabar Buruk

1.4K 80 2
                                    

Ba'da shubuh, Abichandra sibuk melaksanakan piket dirumahnya. Setelah Saka kuliah, praktis semua kegiatan beres-beres rumah menjadi tanggung jawabnya secara penuh. Daripada mama kecapean, apalagi sebentar lagi dia juga bakal ninggalin mama sebab mesti kuliah dan nge kost di dekat kampusnya.

"Bi, Mama nge whats up Zarra nggak dibalas-balas terus dari kemarin-kemarin, " mama mengernyitkan kening, ditengah acara memotong bawang merahnya buat bikin nasi goreng.

Abichandra menghentikan aktivitasnya mengepel lantai. Menoleh menatap mama. "Iya sih, Ma. WA dari Abi juga belum dibalas sampai sekarang. Padahal mau nanyain mahar..."

"Aduh, kenapa, ya? Kok Mama nggak enak hati. Baru kali ini Zarra lama banget balas WA Mama. Sampai berhari-hari. Masa belum aktif-aktif juga hapenya..." mama membagikan keresahannya pada Abichandra yang sedang berdiri memegangi tongkat pengepelan didekatnya. Bawang merahnya terlupakan, pandangannya terarah ke si bungsu.

Apa? Berhari-hari?? Aneh. Kirain baru dari semalam hape Zarra nggak bisa dihubungi...Abichandra membatin.

"Ntar sore anterin Mama ke rumah Zarra, Bi...Mama beneran kuatir."

"Oke, Ma..."

Kenapa ya, Zarra? Abichandra tak mengerti.

***

Siang itu Arifin, Chandra, Teuku, dan Wisnu menyengajakan diri pada ngumpul di rumah Abichandra. Kapan lagi coba bisa ngumpul kayak gini, khususnya bagi Wisnu. Perjalanan Medan-Bandung ditambah kesibukannya jagain kios disana mestilah bakal menyulitkan si jumbo untuk sering-sering bertandang ke Bandung.

Mereka have fun makan bersama di teras depan rumah Abichandra. Duduk bersila, beralaskan tikar, mereka menata liwet di atas sehelai daun pisang untuk dinikmati bersama lengkap dengan ikan asin, tahu, tempe, lalapan dan sambalnya. Di teras yang tidak terlalu besar itu, mereka duduk berdempetan mengelilingi daun pisang.

"Uenaaaak tenan, Bi...Mama mu memang the best!" puji Wisnu tulus.

"Wis, take off jam berapa kamu besok?" tanya Arifin ngelihatin Wisnu yang sedang lahap membabad sajian liwet mama Abichandra.

"Jam dua malam ini aku kudu ngikut travel ke Jakarta. Kalau pesawatnya sih terbang jam 8 pagi..." kata Wisnu, berjuang menelan suapannya.

"Jangan lupa setibanya disana langsung paketin oleh-oleh buat kita. Teri medan atau apa gitu makanan khas sana. Setdah! Ampun minah, sambalnya level berapa ini teh, Bi? Bener-bener seuhah lada-lada!" Chandra request campur protes lantaran kepedesan sambel. Dicuilnya ikan asin jambal banyak-banyak untuk meredakan lidahnya yang kebakaran sementara Abichandra terkekeh-kekeh, nyadar diri emang sambel bikinannya kagak kira-kira jumlah cabenya.

"Bisa diatur lah itu. Yang penting jangan lupa streamingin prosesi nikahnya si Abi, aku mau nyaksiin langsung dari sana. Kagak pake siaran tunda pokoknya...Heh jatah aku ini mah!"  ujar Wisnu mewanti-wanti. Tangannya serabutan berebut potongan tempe dengan Teuku yang keukeuh mau nyomotin bagiannya.

"Ampuni Baim, ya Allooooh...Pelit banget juragan Wisnu ini," ucap Teuku akhirnya menyerah, beralih ngincer jatah ikan jambal punya Arifin. Biarpun bodinya cungkring, selera makan Teuku sebetulnya dahsyat banget.

Sedang asyik-asyiknya makan, tiba-tiba smartphone Abichandra bunyi dalam saku celana jeans nya. Ting!

Abichandra yang memang lagi nungguin balasan Zarra, karuan menyempatkan menarik keluar hapenya pake tangan kiri yang nggak belepotan remah nasi.

Tapi ternyata bukan balasan whats up Zarra melainkan kiriman gambar dari nomor tak dikenal.

Apaan, sih? Abichandra bingung. Dia lalu mengunduh pesan itu. Nasinya di anggurin dulu.

My Heart Destiny (Sedang Proses Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang