Bab 6 Jealousy

1.8K 109 0
                                    

Selepas pelajaran kedua, Zarra mengajak Sarah pergi berdua dengannya ke mushola secepat mungkin. Pertama, memang ada rapat singkat DKM membahas acara tahun baru hijriyah di sekolah. Kedua, dia ingin melarikan diri dari Satria yang menurutnya sejenis cowok aneh. Baik tapi nekat.

Zarra tak mau Satria melaksanakan niatnya untuk menembak dia di hadapan semua orang, termasuk Abichandra. Ogah beraaaat!

Satria memperhatikan Zarra yang grasa-grusu kabur keluar kelas. Dia nyengir dari bangku paling belakang. Tiba-tiba bayangan Ancika, gadis yang sangat dicintainya muncul di pelupuk mata, membuat cengirannya serta merta berhenti. Hatinya terasa sangat hampa. Kosong dan...

Perih! Bagai disayat sembilu.

Benci saat perasaan ini datang menggelayuti, Satria memilih ngeloyor istirahat ke kantin. Mudah-mudahan ibu kantinnya solider dan membiarkan dia numpang merokok.

Lagi kalut nih, perlu pembebasan! batin Satria.

Sementara itu di kelas, Wisnu berkomentar tajam memandangi kepergian Satria. Tak ada senyum di wajahnya.

"Bi, gimana menurut kamu kejadian tadi? Besar nyali juga si anak baru."

"Aku nggak suka sama dia. Belagu dan sotoy!" sambung Wisnu.

Abichandra memasukkan buku bahasa Inggris ke dalam tas. Kecuali buku-buku Wisnu yang masih berserakan, mejanya bersih dari segala pernak-pernik. Dia bersiap untuk salat dhuha ke mushola.

"Kita nggak boleh menilai orang sepintas, Wis. Bukan berarti Satria belagu, mungkin anaknya emang berani dan terbuka. Atau doyan bercanda kayak Arifin," Abichandra mencoba bijak, balas memandangi Wisnu.

"Si Arifin mah nggak begitu amat perasaan. Emang kamu nggak cemburu lihat Zarra digituin, Bi? Nggak cinta?" tanya Wisnu, memasang tampang heran. Bingung dia. Kenapa Si Abi masih bisa bersikap kalem. Padahal, dia saja sebal banget menyaksikan kejadian barusan.

Abichandra hanya tersenyum. "Cinta kok," katanya santai. Seolah Wisnu sedang bertanya 'Dimana angkot Ciwidey-Bandung biasa ngetem?' Bukan soal perasaan terdalamnya.

Wisnu terkesiap kaget, "Kamu beneran cinta sama Zarra, Bi? Serius?!"

Finally, for the first time Abichandra jujur menyatakan perasaannya tentang Zarra. Biasanya kan anak itu suka melakoni jurus andalannya, berupa pura-pura budek saban kali diledek-ledekin. Atau ngeles kayak bajaj bajuri saban kali ditanya soal Zarra.

"Seribu rius," kata Abichandra lagi.

"Kok kamu bisa sesantai itu? Labrakin aja si Satria!" Wisnu menyarankan gemas.

"Nggak usah. Zarra berhak memilih siapapun yang terbaik buat dia," kata Abichandra, masih tetap kalem.

"Kalau Zarra sampai milih dia gimana? Sealim apapun Zarra sekarang, kalau terus dipepetin kayak begitu bisa luluh juga nantinya, " kata Wisnu geram. Asli! dia beneran geregetan!

Abichandra berpikir beberapa detik sebelum menjawab, "Yaaa, aku mundur."

"Segampang itu?" tanya Wisnu tak percaya.

Abichandra menggeleng. Siapa yang bilang gampang? Bukan bermaksud menggampangkan, dia sedang berusaha berlogika.

"Zaman dulu kala, ada sebuah kisah cinta fenomenal dari Salman Alfarisi, sahabat Rasulullah yang berasal dari Persia. Dia mencintai wanita Anshor dan meminta sahabatnya, Abu Darda menemaninya melamar. Ternyata kamu tahu? Si wanita malah memilih Abu Darda. Tapi itulah pilihan. Salman membuktikan cintanya dengan mundur dan merelakan wanita yang dicintainya untuk menikahi sahabatnya," cerita Abichandra. Dia lalu bangkit berdiri dari kursi. "Aku mau ke mushola. Ikut?" ajaknya.

My Heart Destiny (Sedang Proses Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang