Bab 12 : Begitu Menyentuh

1.7K 95 2
                                    


"Kalau nanti bekas luka di muka aku nggak hilang, bikin aku cacat, gimana?" tanya Zarra agak sedih pada Abichandra, sebelum cowok itu pulang bersama kawan-kawannya dari klinik.

"Muka kamu nggak bakal kenapa-kenapa. Yang penting kamu selamat dan sehat walafiat. Kalaupun kulit barunya nggak numbuh, nggak jadi soal. Toh rekamannya udah overload di sini," jawab Abichandra keceplosan, sambil menunjuk kepalanya. "Stoknya lebih dari cukup untuk dikenang tujuh turunan."

Kontan temen-temennya riuh meledek.

"Ciyeee. Jadi selama ini di kepala kamu isinya Zarra semua, Bi? Baru tahu aku!" sambar Wisnu ngakak. Hatinya merana, tapi anehnya dia juga merasa lega.

"Hahahah. Ajigile nih anak. Kagak pernah curhat soal perasaan. Eh, sekalinya ngomong gombalnya minta ampun!" Arifin ikut bersekongkol menggoda Abichandra.

"Aw...aw...aw... Si Abi mah diem-diem menghanyutkan euy...!" kata Putra, mencubiti perut Abichandra gemas, sebelum dihentikan Reni yang nyengir di sebelahnya.

Di dekat pembaringan Zarra, Sarah tersenyum tipis menyaksikan semua itu. Beberapa saat tadi,  dia benar-benar merinding. Kesungguhan Abichandra telah menggetarkan hatinya. Akhirnya, Zarra akan selamat. 

Sarah tak lagi cemburu, yang ada cuma haru. Soal perasaanya yang rumit pada Abichandra, biarlah itu hanya akan jadi urusannya sendiri.

Sementara itu di luar pintu kamar perawatan Zarra, Rey bersidekap. Berdiri tegak mendengarkan segala cetusan yang terlontar dalam ruangan. Dia tersenyum sinis. Segitu percaya dirinya Abichandra menganggap dapat merebut Zarra. Tidak ada yang boleh memiliki Zarra kecuali dirinya.

Langkahi dulu mayat gue! Bisik hati Rey geram.

***

Malam Minggu di bulan Desember 2017.

Rumah Abichandra lebih ramai dari biasanya. Saka dan Andatari pulang dari kosan. Arifin, Chandra, Teuku dan Wisnu juga hadir menunaikan janji untuk menginap di rumah Abichandra. Reunian, ceritanya.

Berhubung tidak ada kamar kosong, Abichandra sengaja menggelar kasur miliknya di tambah stok kasur lipat cadangan di lantai. Tapi seperti layaknya remaja bujang, yang kalau sudah ngumpul bawaannya ingin begadang, Abichandra CS  nongkrong bareng di balkon depan kamar.

Arifin tengah memainkan gitar dan membawakan lagu Sunda favoritnya, "Dimana Bapa". Perluapan isi hati karena bapaknya sendiri memang sudah lama tak pulang, lantaran sedang kerja menjadi TKI di Arab Saudi.

Chandra sedang memainkan samsak taekwondo dengan hebohnya, tak peduli tempatnya sempit cuma seuprit.

Alhasil Wisnu yang duduk paling dekat dengan samsaklah yang jadi korban. Berkali-kali kepalanya harus rela terkena jedugan samsak.  Rutukannya langsung kencang terdengar, "Yang bener aja kau, Chan!"

Chandra cekakakan. Dia malah semakin semangat melancarkan tendangan.

Teuku dan Abichandra lain lagi aktivitasnya. Mereka ngemil ulen hangat goreng buatan mama.

Andatari mengeleng-geleng melihat kelakuan para remaja itu. Dia baru saja tiba dari lantai bawah, bermaksud masuk kamar. Tetapi Arifin yang sedang gigitaran di ambang pintu balkon keburu menyapanya.

"Kak Tari, titip calon panganten ini baik-baik ya. Gawat, Kak! Kemaren dia bilang isi kepalanya Zarra semua. Jangan-jangan sebelum ujian nasional udah keburu nge-hang duluan atawa konslet gara-gara kebelet pingin nikah. Hahaha....!" kata Arifin.

Andatari menoleh kaget, tak jadi masuk kamar, malah menghampiri Arifin CS. "Eh, kok kalian udah tahu rencana si Abi?"

"Ya tahulah, Kak. Zarra nya aja udah tahu. Terus sesekolahan juga. Guru-guru, abah Rudi, bi Cucun, semuanya pada nungguin undangan katanya!" Teuku bantuin jawab.

My Heart Destiny (Sedang Proses Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang