Author's note:Maapkan belum bisa update the last addition chapter nya 🙏
Authornya lagi sedikit mageran. Hehe...
Tapi buat oleh-oleh, ini aku bagikan pre- My truly destiny-nya, ya. Isinya waktu Abi dkk masih cimit-cimit dan baru aja menginjak bangku SMA.
Hope you like it.
.***
Juli 2015
"Wis, jangan gerak-gerak terus dong. Oleng, nih!"
"Aduuuh bukan apa-apa, Bi. Sakit peruuuut nggak tahan lagi. Mampir dulu kek, kemana gitu."
"Ya Allah, Wisnu...Tapi kita udah telaaaat! Lagian mau berenti dimana di tengah kebon gini? Mau cebokan pake daun teh?!"
"Aslinya, Bi, kagak tahan aku!"
Di jalanan setapak sempit dan berbatu-batu, sebuah motor vixion hitam tampak berjuang keras mengangkut dua cowok berseragam putih biru yang sedari tadi rusuh nggak jelas.
Sopirnya berperawakan jangkung langsing, sementara penumpangnya berpostur tinggi besar cenderung tambun. Keduanya sama-sama menyandang ransel karung terigu bertalikan rapia kepang warna-warni di punggung, lengkap dengan pernak-pernik ajaib lainnya di tubuh mereka.
Helm dari bola plastic yang dibelah dua, kalung papan nama berwarna kuning terang, plus kaos kaki bola selutut berwarna hitam!
Matahari baru saja menyembul malu-malu dari ufuk timur, di sambut nyanyian burung-burung kecil yang beterbangan melintasi hamparan luas perkebunan teh di kaki gunung Patuha. Sepagi itu, penduduk bumi Rancabali Bandung Selatan sudah memulai aktivitasnya. Beberapa wanita dan lelaki paro baya menyandang tas anyaman kayu di punggungnya, sedang mencabuti helaian dedaunan teh di dekat jalan raya setapak. Namun demi mendengar bunyi knalpot motor kian mendekat, mereka menyempatkan diri menoleh menatapi dua remaja diatas motor vixion.
Ha...Mulut mereka melongo sekejap lalu tertawa.
"Asem! Kita di ketawain!" cowok yang mengenakan papan nama bertuliskan 'Wisnu the Jengko-vora', meringis. Wajahnya merah padam. Sebagian karena malu, sebagiannya lagi gara-gara menahan serangan mules yang melanda perut buncitnya.
"Abichandra The King of Paria" tidak menjawab. Bibirnya nginyem. Sebetulnya, dia sama nggak terimanya seperti Wisnu pasal ritual OSPEK-OSPEK an ala barbarian ini. Sangat tak berfaedah menurutnya. Maksudnya, apa gunanya coba menyuruh-nyuruh pakai helm ginian? Belum lagi kalung paria yang disimpen di tasnya. Coba, buat apaan? Uji nyali? Yang ada malah dikatain orang gila.
Hhh...Tak habis pikir, Abichandra menggelengkan kepala. Acara pengenalan sekolah kok begini banget...Ngerepotin.
Tak beberapa lama, motor vixion pun semakin mendekati gerbang SMA Harapan Rancabali. Barisan motor beraneka rupa berjejeran di lapangan rumput depan pelataran sekolah. Dari kejauhan, sudah kelihatan anak-anak berseragam putih biru sudah berbaris di tengah lapangan.
"Mampus kite, Bi! Alamat dihukum kita. Gimana, dong..." umpat Wisnu putus asa. Mukanya memias ketika ngintipin dari balik bahu Abichandra.
"Ck, au ah gelap," decak Abichandra agak kesal. Gimana nggak bête, sudah tahu hampir telat, eh masih sempet-sempetnya Wisnu memaksa mampir dulu mencari tempat semacam WC umum. Ngaco. Di tengah kebun teh, mana ada WC umum? Terpaksa deh menahan malu ngetokin salah satu rumah penduduk.
Abichandra terburu-buru memarkirkan motornya di sisi terjauh dari sekolah. Terbirit-birit, dia dan Wisnu lalu berlarian mendekati gerbang. Persis di depan sana, beberapa cowok berseragam putih abu bertampang sangar sudah menanti, memelototi mereka macam sipir penjara.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart Destiny (Sedang Proses Diterbitkan)
SpiritualA sequel of My Truly Destiny. Abichandra keheranan karena sohib-sohibnya berubah. Sudah kelas XII, bukannya tambah rajin belajar, Arifin CS yang notabene ex pengurus inti OSIS malah sering bolos sekolah. Dipandu rasa penasarannya, Abichandra pun tur...