About Love (Bonus Chapter Part 4)

2.3K 103 26
                                    

"Sekali lagi saya minta maaf, Bah. Saya kok kurang sopan banget  minta bantuan Abah via telpon begini."

"Ngga usah sungkan, Yusuf... Kamu udah Abah anggap anak sendiri. Tapi kalau boleh tau, kamu kok seperhatian ini sama Sarah. Kamu ada hati sama dia?"

"..........."

Satria kehilangan kata-kata. Tiga minggu ini, sejujurnya dia merasa ada yang berbeda dari kehidupannya. Entah karena dia amat merindukan pesantren, para guru dan murid-muridnya, atau lebih spesifik lagi pada satu orang yang ada di sana?

Entahlah. Mungkin semuanya.

"Mm...pertanyaan itu sulit saya jawab, Bah. Mungkin nanti setelah saya pikirkan baik-baik," pemuda dengan bekas luka di wajah itu tumben-tumbenan agak kaku bertukar kalimat dengan guru tercintanya, ustadz Yahya.

Sang guru hanya tertawa kecil mendengarnya. Tidak mendesak lebih jauh.

"Ya sudah. Sekarang kamu fokus dulu pada prioritasmu. Amanah ini insya Alloh akan Abah sampaikan sesegera mungkin."

Satria tersenyum simpul, " Hatur nuhun, Bah. Sekali lagi mohon maaf saya belum bisa kembali mengunjungi pesantren. Salam silaturahim buat semuanya di Al Falah. Wassalamualaikum."

Setelahnya Satria menutup smartphone dan mengembalikannya ke saku celana jeans nya. Perhatiannya kini terpusat kembali pada sesosok wanita yang hidung dan bagian lengan kirinya dipasangi selang infusan. Terbaring di ranjang dengan mata terpejam, tubuhnya serupa tulang berlapis kulit serta rambut sebahu yang sudah memutih. Tak terlihat lagi sesosok wanita tangguh yang selalu berdandan elegan. Yang biasanya seringkali mengeluarkan serentetan makian.

"Kamu ini gimana, Satria! Ditinggal mati si Ancika aja kamu bisa terpuruk begini, nggak malu kamu sama surat panggilan dari guru BP kamu, heh?! Ngebandel aja kamu pinter. Tapi nyatanya otak udang! Nyesel Ibu melahirkan manusia nggak berguna kayak kamu tuh! Nyesel!"

Menguatkan hati, Satria terus berupaya memblokir kenangan yang tidak bisa dibilang manis itu. Luka batinnya masih menganga. Jejak negatif ibu pada nya sudah terlanjur terpatri kuat selama belasan tahun, hingga rasa marah itu acapkali timbul tak tercegah.

Iya, kadang Satria masih merasa marah dan sakit hati.

"Bagaimanapun, ibumu rela mempertaruhkan nyawa demi melahirkanmu, Yusuf. Di dalam tubuhmu ada bagian dari pengorbanannya yang tak bakalan sanggup kau balas sampai kapanpun. Selagi masih ada kesempatan, jemput kunci surgamu, Nak. Maafkan ibumu, rawat baik-baik. Usahakan ibumu ridho padamu..."

Nasehat ustadz Yahya beberapa saat lalu terngiang dalam kepala nya.

Kunci surga nya....

Kalau dipikir lagi masak-masak, bukankah benar semua yang dikatakan ibunya? Satria hanya masih terlalu muda untuk mengerti, di balik sikap tegas beliau, sebenarnya terdapat harapan yang terbangun tinggi. Cinta yang menyaru dalam bentuk lain.

Iya, dibalik sikap galak ibu, tersimpan satu hal. Harapan agar Satria berhasil dalam kehidupan.

Itu semua karena ibu sayang. Ibu peduli. Ibu cinta.

" Gara-gara kebejadan kamu, Ibu sekarang koma di rumah sakit!" seru ayah di malam pertama Satria menjejakan kaki di rumah orang tuanya setelah sekian tahun tanpa kabar berita. "Padahal percuma mikirin sampah masyarakat kayak kamu!"

Astagfirulloaladziiiim, ya Allah.... Maafin aku...

" Cepet sembuh, Ibu...Aku ingin berbakti," gumam Satria penuh perasaan, duduk di kursi sebelah pembaringan ibunya, meraup tangan kiri beliau untuk diciumi dalam-dalam. Air matanya berlinangan.

My Heart Destiny (Sedang Proses Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang