Bagian 1

5.4K 192 14
                                    

Pagi Senin hari yang cerah membuat pengajar, pelajar, pekerja bahkan penganggur harus rela membuang waktu tidurnya untuk memulai aktivitas.

Yang pelajar dan pengajar bergegas menuju sekolah guna menjalankan kewajibannya untuk hormat pada bendera.

Dan tepat pukul delapan, pengajar dan pelajar menghela nafas lega. Mereka bersorak dan berlari menuju gedung sejuk dan meninggalkan lapangan panas.

Begitu juga dengan seorang gadis bersurai indigo. Ia segera bergegas masuk ke ruangan tempatnya menimba ilmu. Melangkah cepat menghindari terik matahari dan pembully yang siap menyantapnya. Langkah kakinya melangkah mendekati kursi pojok yang biasa dipakainya untuk menuntut ilmu.

Tangannya terlipat untuk menyimpan kepala lelah miliknya. Matanya mulai menutup. Namun, detik berikutnya matanya terpaksa terbuka kala suara keras mengganggunya.

Semua orang di kelas juga terkejut dengan suara itu, namun detik berikutnya mereka kembali pada aktivitas masing-masing. Mereka sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini di pagi hari.

"Nah lu kerjain tugas gue juga cs gua" bentak seorang gadis berambut merah.

Hinata menghela nafasnya lelah. Gadis itu adalah Saara, primadona KIS yang terlahir dengan sendok emas. Maka dari itu, ia tidak akan pernah bisa mengatakan tidak pada gadis di depannya. Karena jika ia, gadis kaya itu akan menelpon sang ayah untuk mencabut beasiswanya.

"Dasar miskin " ucap Saara sebelum melemparkan tumpukan buku pada Hinata.

Setelahnya fokus Hinata kini beralih pada tumpukan buku yang berserakan di mejanya. Dengan mata lelah, Hinata memulai menggoreskan sebuah catatan pada buku tugas Saara beserta gangnya. 

"Nee Hinata-chan kenapa kamu selalu melakukan apa yang mereka perintahkan? Bukankan sudah ku bilang untuk melawan mereka?"

"Ti-tidak apa-apa Uzumaki-san." jawab Hinata kikuk.

Naruto menghela nafasnya sejenak.
"Benar tidak apa-apa? Kau bisa meminta bantuanku untuk melawan mereka."

Hinata menganggukkan kepalanya pasti.
"Terima kasih atas tawarannya, Uzumaki-san."

"Nee. Ingat, jika ada apa-apa jangan segan untuk menghubungiku, nee!"

"Ha-haik Uzumaki-san. A-arigatou..."

"Nee douita. Dan berhenti memanggil seluruh keluargaku!"

"Ehhh?"

"Panggil nama kecilku, Naruto..."

"Ta-ta__"

"Tak ada tapi-tapian M-E-N-G-E-R-T-I!!" tekan Naruto mutlak.

"Ba-baiklah uz_eh emm Na-naruto-san" jawab Hinata pasrah.

"Nah itu lebih baik Hina-chan. Oh iya, kau mau ikut ke kantin?" Hinata menggelengkan kepalanya, menolak ajakan dari Naruto.

...

Suasana sekolah sangat mewah bagi Hinata. Saking mewahnya, ia bahkan tidak dapat membeli makan siang di kantin seperti siswa lainnya.

Namun jauh dari lubuk hatinya Hinata sangat bersyukur masih bisa menikmati fasilitas mewah lain di KIS. Contohnya seperti perpustakaan raksasa yang selalu terlihat sepi.

Sebagian besar anak-anak hedon itu memang lebih suka menghabiskan waktu istirahat mereka di meja kantin yang lezat atau lapangan yang indah, dibanding meja perpustakaan yang membosankan.

Dan hanya di tempat ini Hinata bisa mendapatkan sedikit kenyamanan di bangunan megah KIS.

Kaki Hinata terus berjalan menelusuri rak besar perpustakaan. Mata dan bibirnya sangat singkron membaca tiap buku yang terpajang dalam rak itu.

PeoniaceaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang