Vaarez memasuki motornya ke garasi rumahnya. Kakinya melangkah ke arah pintu rumah yang sudah terbuka pintunya.
"Dari mana lo?"
Verrel, kakak Vaarez berdiri diambang pintu. Raut wajahnya khawatir. Dan jika dilihat dari matanya yang terdapat lingkaran hitam, tampak jelas bahwa sedari tadi Verrel tidak tidur.
"Gue tadi kekurung di sekolah"
"Kok bisa?"
"Ya gerbang sekolah kekunci dan gue masih ada didalam. Panjang lah ceritanya"
"Lo terkurung sama siapa?"
"Temen gue"
"Namanya?"
"Rinnai"
"Rinnai? Cewe?"
Vaarez mengangguk.
"Kok bisa lo terkurung sama cewek?"
"Banyak tanya ah. Gue mau masuk. Mata gue ngantuk"
Vaarez mendorong sedikit bahu kakaknya agar ia dapat memasuki pintu rumahnya.
"Lo tau kan ini udah jam berapa?"
Kata kata Verrel sukses membuat langkah Vaarez terhenti.
Vaarez melirik jamnya tanpa berbalik arah menghadap kakaknya, "jam setengah dua belas. Lima menit lagi jam dua belas"
"Lo tau kan malam malam itu dingin, dan lo gak bisa kena dingin, lo mau pe-"
"Berisik ah. Gue mau tidur" Vaarez memotong perkataan Verrel.
Pria itu kembali berjalan sampai di depan pintu kamarnya.
"Gue cuma dikasih amanah sama papa. Dan sebenarnya gue juga gak mau nerima ini. Tapi mau gak mau gue harus ngejaga lo. Dan lo harus tau itu"
Vaarez memegang erat gagang pintunya, "gue gak perduli itu, karena nyatanya, papa juga gak perduli sama gue"
Pria itu menutup pintu kamarnya dan membiarkan Verrel berdiri didepan pintu kamarnya selama yang ia mau.
Vaarez melihat jendela kamarnya yang masih terbuka. Gorden berwarna biru dengan corak awan itu selalu membuatnya bahagia.
Pria itu teringat akan satu sosok. Sosok yang tak akan pernah ia lupakan.
"Awan ini melambangkan kamu, Awan Vaareza"
Pria itu tersenyum didalam kesedihannya. Mulutnya sedikit terbuka,
"Mama"
Pria itu menutup jendela kamarnya dan mulai merebahkan badannya ke kasur.
Perlahan lahan matanya mulai tertutup dan pria itu menarik selimut hingga menutupi wajahnya.
***
Jatuh cinta didalam kesedihan? Mungkin hal itu sedang terjadi padaku.
Rinnai duduk disebuah meja kantin dengan tangan yang memegang perutnya. Sedari tadi gadis itu lapar, tetapi makanan yang dipesannya belum juga datang.
Rinnai melihat Keeran yang keluar dari pintu kantin. Raut wajahnya menjadi gembira ketika melihat dua piring nasi goreng yang dibawa oleh Keeran.
"Minum nya mana Ran?"
"Ntar juga bu kantinnya bawain kesini"
"Lo lama banget sih mesannya"
"Gue aja tadi menerobos ribuan pulau orang di dalam kantin"
Rinnai tersenyum tipis, "Ngomong lo berlebihan"
Gadis itu mulai menyendokkan nasi gorengnya ke mulut. Suapan kedua hampir saja memasuki mulutnya saat gadis itu melihat banyak gadis seumurannya yang melihatnya dengan tatapan sinis.
Gadis itu mencengkeram pergelangan tangan Keeran.
"Sakit tau"
"Eh, perasaan gue ada salah apa ya sampai sampai gue ditatap sinis"
"Maksud lo?"
Rinnai menunjuk segerumbulan gadis tadi dengan tatapan matanya.
"Oh. Iya Rin, gue lupa ngasih tau sama lo"
"Apaan?"
"Kabar lo sama Vaarez pacaran itu udah kesebar sampai ke ibu kantin"
"Pacaran?"
"Iya pacaran-" Keeran membalikkan badannya agar bisa berhadapan dengan Rinnai.
"Lo sama Vaarez pacarankan?"
Rinnai hampir saja menjatuhkan sendok berisi nasi goreng yang sedari tadi ia pegang.
Gadis itu tertawa geli, "mana ada gue pacaran sama Vaarez"
"Tapi kabar dari anak anak lain gitu"
"Emang mereka tau dari mana?"
"Katanya sih akhir akhir ini lo sering pulang sama Vaarez, terus kemarin banyak anak anak yang ngelihat lo sama Vaarez lagi nyabut rumput bareng di taman"
"Dan sejak tragedi pulpen lo yang jatuh di meja Vaarez itu kan lo jadi di bilang pacaran gitu sama anak anak"
"Lo percaya sama mereka?"
"Enggak sih. Tapi untuk memastikannya jadi gue tanya aja ke lo"
"Oh.."
Keeran mengerutkan dahinya, "oh?"
"Oh.. yaudah.. emm gue mau makan lagi nih. Ngapain sih bahas yang gituan. Gak penting tau gak"
Keeran membenarkan kembali posisi duduknya.
Tanpa mereka sadari bahwa sedari tadi, di tempat yang lumayan jauh dari tempat duduk Rinnai dan Keeran, ada seseorang yang tengah memperhatikannya.
Seseorang itu adalah Vaarez. Vaarez dan kawan kawannya. Pria itu terus melihat kearah Rinnai dan Keeran.
Diam diam Vaarez tersenyum. Entah tersenyum kepada siapa.
Mungkinkah ia tersenyum kepada Rinnai?
***
Halo.. jadi sekarang masih belum dapat pencerahan nih. Jadi update seadanya aja dari pada gak sama sekali.
Gak tau nih akhir akhir ini bawaannya malas aja buat cerita. Bosan aja gitu. Jadi maaf ya bagi kalian yang kecewa di part lima kebawah.
Pliss vote nya dan makasih yang udah mau baca Rain with you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain with you
Teen FictionRinnai dan Vaarez. Mereka berdua bagaikan bayangan, selalu bersama tetapi tidak bisa bersatu. Hanya ada satu cara yang bisa membuat mereka menjadi bersatu, yaitu ketika hujan turun. Namun jika hujan menjadi pemersatu dan penghalang mereka berdua, a...