Chapter 5

7K 389 3
                                    

Dua bulan kemudian

Sekolah Ekklesie adalah sekolah terbesar berfasilitas terlengkap di Jakarta. Dibangun di atas tanah yang sangat luas dan memiliki beberapa gedung. Gedung utama terdiri untuk administrasi dan berbagai urusan sekolah memiliki tiga lantai dan terletak paling depan. Gedung untuk TK, SD, SMP dan SMA terpisah. Selain itu, ada juga gedung-gedung lainnya seperti auditorium, olahraga, ekstrakulikuler dan gedung untuk keperluan event sekolah. Ekklesie juga memiliki lapangan outdoor selain gedung olahraga, yaitu lapangan tennis, basket, sepak bola, golf, badminton, renang, atletik, baseball dan running track. Sekolah ini merupakan sekolah dengan fasilitas terlengkap di Indonesia.

Gedung terbesar adalah gedung SMP yang memiliki lima lantai. Gedung SMP juga merupakan satu-satunya gedung yang disambung dengan gedung ekstrakulikuler melalui koridor di lantai dua. Satu tingkat di SMP memiliki enam kelas. Masing-masing tingkat memiliki lantai sendiri. Lantai satu untuk UKS, kantin, ruang konseling, perpustakaan dan ruang guru. Lantai dua untuk kelas 7, lantai tiga untuk kelas 8, lantai empat untuk kelas 9. Sedangkan lantai lima untuk laboratorium dan PKK.

Dengan fasilitas yang super lengkap itu, tak heran jika uang sekolahnya juga membuat mata melotot. Karena itu, anak-anak yang dapat bersekolah di sini hanyalah anak pejabat dan konglomerat dari kalangan atas. Tentu saja, keluarga Valdeze juga termasuk. Tapi sayangnya Alva dan Aida sudah terlanjur betah di Eithel, sedangkan Alma masuk ke sekolah ini.

Alva menyusuri koridor yang menyambungkan gedung SMP dengan gedung ekstrakulikuler. Sudah hampir dua bulan dia masuk ke sekolah ini dan Alva masih belum menentukan ekskul apa yang akan dia masukki. Tujuan Alva ke gedung ekstrakulikuler bukan untuk mendaftar ekskul, melainkan karena ini jalan pintas ke GOR SMP yang terletak persis di samping gedung ekstrakulikuler.

Sejak pertama kali dia masuk Ekklesie, ada anggota ekskul basket yang selalu membujuknya untuk masuk ke ekskul basket dan Alva selalu menolak. Tapi malah orang itu masih setiap hari terus membujuknya tanpa menyerah, dan belakangan ini dia mengganti permintaannya dari yang tadinya untuk bergabung ke ekskul basket jadi untuk datang melihat ekskul basket. Karena Alva capek mendengar bujukannya setiap hari, apalagi mereka sekelas, makanya dia memutuskan untuk datang.

Alva masuk ke GOR SMP Ekklesie, gedung yang masih terlihat baru karena memang baru direnovasi beberapa bulan yang lalu. Dia pernah kesini beberapa kali waktu pelajaran olahraga. Alva sama sekali tak berniat untuk masuk ke ekskul basket.

Alva duduk di salah satu kursi penonton yang ada di dekat pintu masuk. Kelihatannya ekskul basket baru akan dimulai. Dia sempat bertemu mata dengan Joan, kapten Ekklesie yang memaksanya kesini. Joan melambaikan tangan padanya, Alva cuek dan tidak membalas.

                                                                        ***

Latihan tim basket Ekklesie lumayan berat juga. Dimulai dari lari keliling GOR lima belas keliling lalu pemanasan. Running ABC dan lain-lain. Teknik-teknik yang mereka pelajari sesuai dengan posisi dan fisik mereka. cara mengajar seperti ini bener-bener Ferdy banget. Center yang berbadan tinggi walau masih SMP langsung diajari dunk, sadis juga Ferdy. Tapi ternyata setelah Alva lihat lagi, ada beberapa anak yang sudah bisa dunk, tepatnya tip dunk.

Alva sendiri sudah bisa menguasai air-dunk, alley-opps, dan tomahawk karena dia lumayan tinggi. Tapi sekarang mungkin dia sudah tidak begitu mahir, karena tidak pernah melakukannya lagi. Menurutnya, daripada menguasai dunk lebih baik dia belajar untuk bisa melakukan shot di all court. Poinnya bisa saja tiga dan dia jadi bisa menambah poin kapan saja bola dia pegang. Dia juga suka menyerang dalam defense maupun ofense. Makanya kalau lagi di game, Alva lebih suka posisi sebagai shooting guard atau power forward. Walau dia bisa mengambil semua posisi dalam satu game.

Limited Time [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang