Chapter 7

7.1K 379 11
                                    

Alva iseng melihat acara-acara sekolah yang ada di mading dekat kelasnya. Matanya terhenti melihat poster Ekklesie Cup yang memakan seperempat wilayah mading. Ekklesie Cup akan diadakan satu setengah bulan lagi. Bidang yang dipertandingkan hampir mirip dengan EISPOR. Tapi ada tambahan lomba-lomba pelajaran. Mungkin Alva tidak akan berpartisipasi.

"Kenapa? Tertarik mau ikutan? Gabung ke ekskul basket dong, kalau lo mau gue bisa langsung masukkin lo ke regular loh," tawar Joan yang entah sejak kapan berdiri di samping Alva. Mendengar suaranya yang tiba-tiba, Alva sedikit terkejut. Joan membalasnya dengan senyuman. "Hai!" sapanya.

Alva berpikir sejenak. Dia memikir-mikir ulang alasan mengapa dia tidak gabung di ekskul basket.

"Gue pikirin tawaran lo... kalau lagi mood," ujar Alva membuat mata Joan membesar. Selama ini dia menawarinya bergabung dan selalu dijawab dengan ketus 'TIDAK', ini pertama kalinya Alva ngasih jawaban selain itu.

"Beneran?" tanya Joan memastikan kalau dia tak salah mendengar.

"Menurut lo?" Alva tersenyum lalu berjalan masuk ke kelas. Meninggalkan Joan yang masih mematung di depan mading.

Selama ini gue dan Aida selalu bertanding sebagai teman setim, kalau sekarang kita bertanding sebagai lawan, mungkin bakal menarik kali ya? Pikir Alva dalam hati. Masalahnya, orang itu pasti nggak setuju.

Alva kembali mengambil tasnya yang sudah dia taruh di meja, dia ingat suatu hal yang harus dia kerjakan hari ini. Padahal dia baru datang.

                                                             

                                                                        ***

Aida berlari dengan tergesa-gesa melewati koridor rumah sakit yang bernuansa putih tersebut. Dia baru menerima telepon subuh tadi, Kevin kecelakaan semalam. Terpaksa, hari ini Aida meminta izin dari sekolahan dan langsung datang ke sini.

Sampai di depan pintu kamar nomor 366, Aida dengan sedikit ragu membuka pintunya.  

"Aida hari ini nggak sekolah?" tanya mamanya Kevin sambil tersenyum saat melihat kedatangan Aida. Disana juga ada Train, lagi baca majalah di sofa.

"Kevin gimana, tante?" tanya Aida balik.

"Sebenarnya sih nggak terlalu parah. Tapi dokter nyuruh nginep dulu buat pemeriksaan, takutnya kena otak."

Aida menghembuskan napas lega. Lalu matanyan beralih ke Kevin yang masih tidur di ranjang. Aida berjalan dan duduk di sofa samping ranjang.

"Ma, aku pulang dulu. Ada urusan sebentar," ujar Train. Setelah mamanya mengangguk, Train meletakan majalah ke meja dan keluar.

"Kenapa bisa kecelakaan, tante?" tanya Aida.

"Tante nggak terlalu tahu, soalnya pas tante di telepon Kevin udah di rumah sakit. Semua administrasi sama biaya obat udah dibayar. Pemeriksaan hari ini juga sudah diatur. Tante dengar Kevin tertabrak motor anggota balap liar."

"Balap liar?"

"Coba kamu tanya ke adikmu, mungkin dia tahu."

"Adik? Siapa?"

"Alva. Kemarin dia yang bawa Kevin kesini. Tapi dia nggak ngomong apa-apa. Pas tante dateng Alva langsung pergi sama orang-orang yang berpenampilan seperti anak bandel. Tante tanya juga dia nggak jawab."

Jangan-jangan Alva yang nabrak Kevin? Dia kan anggota geng motor. Kalau bukan kenapa dia bisa bawa Kevin ke rumah sakit? Batin Aida. Shit! Kalau sampai beneran Alva, gue nggak akan pernah maafin dia!

Limited Time [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang