Final four basket putri!
Penonton kali ini lebih banyak daripada biasanya, terutama anak-anak Ekklesie, karena tim mereka berhasil masuk dengan telak ke final. Pertandingan di babak penyisihan selalu mereka akhiri dengan men double skor tim lawan. Lawan mereka kali ini adalah Antasari Global yang kabarnya cukup kuat. Beberapa anggota tim basket putri sekolah mereka rata-rata juga masuk ke klub basket sehingga memiliki pengalaman lebih.
"Gue jadi grogi... final nih!" ujar Reginna. Anak kelas tujuh yang baru kali ini ikut bertanding. Dia baru masuk regular di semester kedua karena kelas Sembilan harus ujian.
"Jangan grogi dong, nanti mainnya jelek!" balas Joan sambil tersenyum ramah pada adik kelasnya. Joan memang terkenal ramah ke adik maupun kakak kelas, makanya dia jadi lumayan terkenal di SMP Ekklesie. Tadinya dia dicalonkan menjadi ketua OSIS dengan kemungkinan menang yang besar berhubung banyak pendukungnya. Tapi dia menolak.
"Hmm... masih lama? Kalau masih lama gue tidur dulu," tanya Alva sambil menguap dan menutup lokernya. Dia sudah ganti baju memakai seragam tim Ekklesie bernomor punggung 9. Dia yang memilih sama dengan nomornya waktu di Eithel, dan kebetulan masih kosong. Baju yang didominasi warna merah dan hitam itu membuat bentuk tubuh Alva terlihat jelas. Badannya kurus dan cukup berotot. Mungkin karena dia suka ikut fitness dan olahraga lainnya.
"Lima menit lagi, lo bilang mau main quarter pertama sama terakhir kan? Jangan tidur dulu!" jawab Joan. Lalu dia membuka pintu ruang ekskul basket. "Yuk jalan," ujarnya.
"Sebenernya sih gue agak males main. Yaudahlah," Alva membawa bola basket yang ada di samping kakinya. "Mau berapa buat pembukaan?" tanya Alva ke yang lainnya.
"Pede banget lo, bisa nggak buat mereka kalah 30-0 di quarter pertama?" balas Rachel mengerti maksud pertanyaan yang diajukan Alva.
"Kejam juga lo, gue coba deh."
Alva berpaspasan dengan Alma saat masuk ke dalam GOR yang sudah ramai. Alma mengacungkan jempol dengan maksud ngomong 'menang ya!'. Alva tersenyum, lalu mengacak-ngacak rambut Alma sebelum menyusul anak-anak lain yang sudah masuk.
"Baiklah. Alva, kamu jadi forward ya," ujar Ferdy memberikan arahan untuk pertandingan hari ini.
"Tunggu, Dy. Gue punya rencana sendiri, jadi lo nggak usah ngasih arahan. Dan lagi soal posisi, gue nggak terlalu kaku dengan itu. Berhubung kemampuan individual mereka udah cukup tinggi. Gue rasa mereka bisa berada di posisi mana aja."
"Lo punya tujuan lain?" tanya Ferdy. Alva mengangguk. "Baiklah. Lakukan apa yang lo mau asal bisa buahin kemenangan buat tim."
"Gue mau coba sesuatu, dan sepertinya ini saat yang tepat," balas Alva sambil tersenyum.
***
"Bola didapatkan oleh antasari Global, shot dari three point langsung? Apakah bisa masuk? Sayang sekali! Rachel langsung melakukan rebound! Bola jatuh ke tangan Ekklesie. Memanfaatkan waktu, Antasari Global langsung membuat zone defense yang sampai saat ini belum pernah bisa ditembus di Ekklesie Cup! Bisakah Ekklesie menemukan celah? Joan mengoper bola ke Alva dan oohh! Alva langsung melakukan ancang-ancang menembak! Mustahil masuk! Jarak ke ring sekitar 20 meter! Walau begitu, Alva tetap menembak! Bola melambung tinggi...."
"Nggak sependek itu batas nembak gue... zone defense sama sekali nggak pengaruh," ujar Alva sambil tersenyum puas.
"... masuk!!! Ekklesie memimpin langsung dengan tiga angka! Shot yang hebat sekali dari Alva. Ini pertama kalinya di sepanjang sejarah Ekklesie Cup ada yang bisa menemak dari jarak sejauh itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Limited Time [COMPLETED]
JugendliteraturAlva Valdeze, putri kedua keluarga Valdeze hampir memiliki segalanya. Kecerdasan, uang, dan keahlian dalam olahraga. Satu hal yang tidak dia miliki: waktu. Begitu tahu leukemia menggerogoti dirinya, Alva berubah drastis. Dia ingin semua orang yang d...