Joan berjalan menyusuri koridor sambil melihat ke setiap ruangan. Dia mencari Alva yang belum datang padahal pertandingan akan dimulai kurang dari setengah jam lagi. Joan tersenyum ketika orang yang dia cari ternyata sedang asyik main tablet PC sambil tiduran di salah satu ranjang UKS.
"Gue cariin. Dikira lo kemana, ternyata disini. Lo mo main dari quarter pertama kan? Kenapa nggak ganti baju?" ujar Joan menghampiri Alva. Mendengar suaranya, Alva langsung menoleh dan menekan pause di game yang sedang dia mainkan.
"Gue pake kok dibalik seragam, jadi tinggal buka seragam nanti kalau udah mo mulai. Masih ada dua puluh menit kan? Santai aja," balas Alva yang kemudian lanjut main game.
"Lo... beneran nggak apa-apa ikut pertandingan hari ini?" tanya Joan. Dia sudah mendengar dari Rachel tentang taruhan yang diceritakan oleh Vina. Mungkin itu alasan mengapa Alva yang tadinya selalu menolak waktu ikut ekskul jadi menerima tawarannya.
Alva menatap Joan sambil menghela napas. "Gue harus ikut kalaupun gue nggak bisa. Tadinya gue berencana untuk ngalah sama Eithel di final, tapi berubah pikiran. Jadi gue akan bantu Ekklesie harus menang di final, supaya anak-anak nggak kecewa. Karena kalah itu nggak enak."
"Mengalah sama Eithel? Tentang taruhan lo sama Aida kakak lo?"
Alva sontak langsung tersentak mendengar itu. "Darimana lo tau?" tanya Alva.
"Sodaranya Rachel, namanya Vina. Dia yang cerita semua tentang lo, jadi gue tahu. Masalah lo di Eithel dan yang lainnya."
"Oohh..." Alva mematikan tablet PC nya dan bangun dari ranjang. "Oya. Kita nggak bisa pake all court press lagi kali ini. bilangin itu ke Ferdy, bilangin juga kalau dia nggak bisa make strategi yang pernah dia gunakan waktu di EISPOR. Karena percuma untuk melawan Eithel yang sekarang."
"Lo punya rencana?"
"Untuk quarter pertama kita main individual. Sebisa mungkin jangan melakukan passing karena di Eithel ada yang jago nge block. Pas dapet bola, langsung maju. Gue akan kasih tahu nanti siapa yang jago block. Hindari juga one on one karena ada kemungkinan skill mereka lebih tinggi. Terutama soal defense. Tapi kalau ofense itu sepertinya nggak masalah, mereka agak lemah di ofense," jelas Alva. Dia memang sering bolos ekskul di Eithel, tapi bukan berarti dia sama sekali nggak tahu. Dia juga nonton penyisihan Eithel sekali pas lawan Wijaya Mulia di final four mereka. Jadi lumayan tahu perkembangannya.
"Oke. Gue ngerti, soal itu lo arahin anak-anak yang lainnya nanti. Atau perlu ngumpul dulu mumpung masih ada lima belas menit?"
"Tentu. Kalau nggak ngapain gue berdiri sekarang?"
***
"Udah siap?" tanya Katniss melihat Aida sedang memperbaiki ikatan tali sepatunya yang sempat terlepas. Aida tersenyum mendengar pertanyaan Katniss.
"Tentu aja, kita buat dia nyesel udah ngeremehin Eithel," jawab Aida. Lalu dia berdiri dan membisikan sesuatu ke Katniss.
"Lo buat dia ngira kalau all court press dan juga strategi mereka nggak akan berguna di pertandingan ini? gilee, cara apa yang lo pake?"
"Semoga aja Alva percaya dan mengganti semua strateginya. Karena strategi yang dipake sama Ekklesie itu bener-bener meresahkan."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Limited Time [COMPLETED]
Ficção AdolescenteAlva Valdeze, putri kedua keluarga Valdeze hampir memiliki segalanya. Kecerdasan, uang, dan keahlian dalam olahraga. Satu hal yang tidak dia miliki: waktu. Begitu tahu leukemia menggerogoti dirinya, Alva berubah drastis. Dia ingin semua orang yang d...