Tak disangka, sudah bertahun-tahun berlalu sejak itu. Aku melanjutkan sekolah ke Harvard, tempat dimana kakek dan papa bersekolah dulu. Saat ini aku jadi pekerja magang di perusahaan Valdeze. Ternyata menjalankan perusahaan itu susah, aku jadi bangga pada Alva yang dulu bisa dengan baik menggantikan jabatan papa dan bahkan memajukan Valdeze. Dalam pikirku, apa aku benar-benar bisa menjadi presiden direktur yang lebih baik dari kakek dan papa? Tapi aku harus melakukannya. Untuk menepati janji taruhanku pada Alva dulu.
Mengenai Kevin, segera setelah tahu tentang dirinya, aku memutuskan untuk tidak menemuinya lagi. dan sampai saat ini pun, aku sama sekali belum pernah menemui ataupun menghubunginya. Menurutku, hubunganku dengannya sudah selesai sejak aku meninggalkan Eithel. Ya, aku memang pindah ke Ekklesie untuk melanjutkan SMA, karena SMA Ekklesie merupakan yang terbaik di seantero negeri ini. keputusanku untuk pindah pada awalnya ditentang oleh teman-temanku—mereka ingin tetap di Eithel—tapi akhirannya mereka malah ikut denganku ke Ekklesie.
Saat ini aku sudah menikah dengan seorang mahasiswa Harvard asal Indonesia yang merupakan teman terbaikku saat kuliah. Kuakui, sejak pertama menjejakkan kaki ke Harvard, dia orang pertama yang menegurku dan membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia tinggal di Amerika sejak lulus SD, dan aku benar-benar kagum saat tahu dia anak beasiswa! Bayangkan saja, jarang ada anak Indonesia yang dapat beasiswa Harvard loh! Yah, walaupun kini kewarganegaraannya telah diganti Amerika. Aku benar-benar tak menyangka dia membalas perasaanku, dan dengan cara yang sangat tidak bisa diduga—dia langsung datang membawa Bugatti Veyron yang dia beli dengan hasil keringatnya sendiri, bukan dari orang tuanya yang konglomerat itu dan langsung melamarku di hadapan orang tuaku!—dia sukses mengejutkan keluargaku yang sedang berlibur ke Amerika setahun yang lalu.
Sedangkan Franky, dia benar-benar tidak masuk akal. Namanya jauh lebih terkenal dari padaku—yang calon CEO perusahaan paling berpengaruh Valdeze—sebagai seorang dokter bedah jenius. Tidak disangka anak berandalan yang dulu hampir tak naik kelas bisa menjadi seperti itu. Dia saat ini bekerja di John Hopkins Hospital. Terakhir kali aku bertemu dengannya adalah saat mengunjungi makam Alva beberapa bulan yang lalu. Astaga, dia benar-benar ganteng sekarang! Dia lebih dulu menikah denganku, dan tidak tanggung-tanggung, yang dia nikahi adalah seorang aktris Amerika terkenal! Franky datang bersama istri dan anaknya—astaga, anaknya itu nggak kalah ganteng walau masih berumur dua tahun—waktu itu. Tadinya aku sempat berpikir dia akan jomblo seumur hidup—hingga akhirnya kuketahui isi surat Alva kepadanya beberapa waktu lalu. Franky beruntung, wanita yang mendampinginya saat ini benar-benar pengertian. Dia sama sekali tak marah kalau Franky masih menyukai Alva. aku sempat ngobrol dengannya beberapa waktu, saat itu dia mengandung anak keduanya, bersamaan dengan lahirnya anak pertemaku, dan dia orang yang asyik.
Hubungan Karin dan Train tidak semulus dugaanku, setelah lulus SMA, mereka berpisah. Yang kudengar, Karin sekarang memimpin usaha bokapnya. Orang tua Train dan Kevin memutuskan untuk rujuk saat Train duduk di bangku SMA. Terakhir kudengar, Train bekerja sebagai psikolog sekarang.
Ferdy jadi pemain NBA sekarang! Dua bersaudara itu sama-sama sukses. Ferdy benar-benar menepati janjinya ke Alva. dia bahkan menjadi MVP dalam pertandingan internasional! Ferdy menikah dengan Yvette beberapa tahun lebih cepat dari Franky dan sekarang sudah mendapat dua anak kembar yang sangat-sangat lucu.
Kurasa masih banyak rintangan yang harus ditempuh untuk menjadi seperti apa yang kujanjikan pada Alva. begitu juga Franky, walau dia sekarang udah tajir dan terkenal, dia sama sekali tak melupakan tujuannya untuk menemukan cara menyembuhkan kanker. Kuharap suatu saat, tidak, lebih baik segera, dia akan menemukannya.
***
Tangan kecil itu menutup diary seseorang yang sedang dia baca, dia tersenyum sambil tetap menatap buku didepannya. Tak beberapa lama kemudian dia memasukkan buku diary tersebut ke dalam tas sekolahnya.
"Raveen! Papa sama Mamamu udah jemput tuh!" panggil seorang anak perempuan berusia sekitar delapan tahun yang baru berlari masuk ke kelas. Dia menggunakan bahasa Inggris dengan aksen British yang sangat kental. Panggilannya ditujukan ke anak laki-laki yang tadi memasukkan buku ke dalam tasnya, karena tak ada orang lain selain mereka di dalam kelas ini. "Kenapa kamu masih dikelas?" tanyanya.
"Aku baru selesai membaca sesuatu yang menarik," jawab si anak laki-laki yang bernama Raven itu, lengkapnya Raven Leonard Valdeze. "Kamu sendiri kenapa belum pulang, Alva?"
"Papa belum jemput, kayaknya hari ini Papa ada operasi dadakan lagi," ujar anak perempuan bernama Alva sambil memasang tampang kecewa.
"Ikut aja sama aku! Ayo!" Raven langsung menarik tangan Alva setelah memakai tas ranselnya.
"Memangnya Bibi Aida membolehkan?" tanya Alva khawatir.
"Tenang aja, Mama nggak akan keberatan kok. Biar nanti aku bilangin ke Mama supaya Mama telepon Paman Franky. Kamu kan udah lama nggak main ke rumahku!" balas Raven riang. Alva tersenyum.
Raven saat menghentikan langkahnya lalu membuat janji jari kelingking. "Alva, kamu janji ya. jangan pernah tinggalin aku, ngerti?"
"Kenapa?"
"Janji dulu!" paksa Raven. Alva sedikit ragu, lalu tersenyum dan menyambut jari kelingking Raven.
"Janji!" ujarnya. Membuat Raven tersenyum.
Karena ditinggal itu nggak enak kan? Mama, Paman Franky! Kata Raven dalam hati
end
Semoga kalian suka dengan cerita ini~! Makasih buat readers setia yang udah nunggu updatenya!
Jangan lupa vomment ya! Vomment kalian sangat berharga untukku muahh 😍😍😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Limited Time [COMPLETED]
Fiksi RemajaAlva Valdeze, putri kedua keluarga Valdeze hampir memiliki segalanya. Kecerdasan, uang, dan keahlian dalam olahraga. Satu hal yang tidak dia miliki: waktu. Begitu tahu leukemia menggerogoti dirinya, Alva berubah drastis. Dia ingin semua orang yang d...