Aida berjalan menyusuri koridor lantai dua. Kedua pipinya merah, tapi bukan karena luka. Dia baru saja di 'tembak' sama Kevin barusan di halaman sekolah.
"Aida, kali ini gue serius. Dari dulu gue udah suka sama elo. Lo mau jadi pacar gue?" ungkap Kevin dengan suara yang tegas. Dia sudah mempersiapkan kata-kata ini sejak lama dan baru berani mengungkapkannya sekarang.
Aida berdiri mematung mendengarnya. Bingung mesti menjawab apa.
"Aida?" suara Kevin menyadarkan Aida yang space-out.
"Uhmm... boleh gue mikir dulu?" tanyanya. Kevin tersenyum.
"Boleh. Tapi jangan terlalu lama ya!"
Ughhh... gue mesti gimana? Pikir Aida dalam hati. Dia memang sedikit suka sama Kevin, tapi sama sekali tak menyangka Kevin akan menembaknya.
Aida masuk ke kelas, dan ternyata teman-temannya sudah menunggu dengan senyuman yang penuh arti.
"Pajak Jadian!!!" seru mereka hampir berbarengan.
"Lo pada nguping?" tanya Aida.
"Iya dong, soalnya tumbenan Kevin manggil lo buat ngomong di tempat sepi. Jadi kita semua pikir.... Dan ternyata beneran! PJ nya yaa!!" balas Katniss.
Aida berjalan dan duduk di bangkunya. "Belom jadian kok, gue belom jawab." Ujarnya kemudian, disambut raut kecewa dari teman-temannya.
"Bukannya lo emang suka?"
"Ehngg..."
"Yaelah, Ai. Ntar Kevin keburu pindah hati gimana? Kevin kan lumayan populer sama adek kelas!"
"Besok... gue pikirin dulu..."
***
"Oh, jadi ini motor yang baru lo beli? keren banget, Va. Udah dimodif?" tanya Rob kagum melihat motor yang ditunggangi Alva. Motor yang baru dia beli dua bulan yang lalu sudah dijual. Soalnya Alva tertarik dengan motor yang dia lihat di majalah otomotif.
"Udah, mesinnya doang. Gue nggak mau nambahin macem-macem, soalnya terlalu mencolok nantinya. Motor ini kan gue pake buat ke sekolah juga," jawab Alva sambil meneguk minuman kaleng yang di kasih Rob tadi. Hari ini Alva lagi nggak mood sekolah, jadi dia bolos dan mampir ke tempat Rob yang nggak jauh dari sekolah.
"Va."
"Hmm?"
"Elo nggak punya SIM kan? Kenapa masih berani ikutan kita?" tanya Rob dengan wajah yang serius.
"Bokap gue punya banyak koneksi. Biar polisi nangkep gue pun itu nggak bakalan lama. Jadi nggak masalah."
Rob cuman manggut-manggut mendengat jawaban Alva.
"Lo sendiri, kenapa nggak kuliah?" tanya Alva.
"Dunia tuh nggak segampang yang lo kira, Va. Kalau elo sih enak, keluarga lo tajir, mau sekolah dimanapun pasti sanggup dibayarin. Apalagi elonya pinter, nyari beasiswa juga gampang. Elo kan tau keadaan keluarga gue. Apalagi otak gue pas-pasan. Makanya gue milih kerja aja."
"Makanya belajar!" ujar Alva sambil tertawa, disusul cengiran dari Rob.
"Eh tumben nak Alva datang kemari," ucap seorang wanita setengah baya yang keluar dari rumah Rob. Dia adalah ibunya Rob. "Nggak sekolah?"
"Ehngg..." Alva mencoba untuk mencari alasan, tapi ibu Rob keburu tersenyum. Alva ngerti maksud senyumannya, jadi dia tidak mencari alasan lagi.
"Yasudah kalau begitu. Bibi mau ke pasar dulu, kalau kelamaan nanti keburu tutup," Ibunya Rob pamit meninggalkan Alva dan Rob.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limited Time [COMPLETED]
JugendliteraturAlva Valdeze, putri kedua keluarga Valdeze hampir memiliki segalanya. Kecerdasan, uang, dan keahlian dalam olahraga. Satu hal yang tidak dia miliki: waktu. Begitu tahu leukemia menggerogoti dirinya, Alva berubah drastis. Dia ingin semua orang yang d...