Enam bulan kemudian
Seorang gadis muda berjalan pelan memasukki pemakaman di daerah Jakarta Selatan. Tangannya menggenggam karangan bunga sweet pea. Dia kemudian berhenti di depan sebuah makam yang terlihat masih baru di antara makam sekitarnya.
"Gue kesini lagi... hari ini hari ulang tahun lo kan? Happy birthday..." ujarnya lalu menaruh karangan sweet pea yang dia bawa. Matanya menatap nama yang tertera di atasnya. Kemudian dia tersenyum.
"Pada akhirnya, gue masih berhutang satu permintaan sama lo. Katanya lo mau minta kalau waktunya tepat, kapan? Sekarang aja gue bahkan nggak bisa ngomong sama lo... Alva..." Aida menghela napas dan bersandar di pohon dekat makam Alva.
"Setengah tahun sejak lo ninggalin semuanya... rasanya waktu benar-benar kelewat dengan cepat ya," ujar Aida lagi.
"Ohya, hari ini gue bawa berita bagus. Mama hamil lagi, kali ini anak perempuan juga. Rasanya emang ditakdirin nggak ada anak laki-laki ya di keluarga kita."
Aida tertawa pelan. Dia tahu semua yang diujarkannya tak akan dapat dibalas oleh adiknya, tapi dia tetap berharap Alva bisa mendengar semua yang dia katakana.
"Kira-kira anaknya seperti apa ya? apa kayak elo? Biar gue bisa ngerasain lagi kalau Alva masih hidup... tapi tenang aja, nggak akan ada yang bisa nge replace lo di kehidupan gue.
"Mana ada orang yang bisa mirip sama dia. Bisa susah nanti bonyok lo ngurusinnya kalau punya anak kayak gitu lagi!"
Aida menoleh ke asal suara tersebut. Franky berdiri di belakanganya dan tersenyum sambil melambai ke Aida. Tangan kirinya membawa kotak berukuran sedang yang terbungkus rapi dengan kertas berwarna aqua. Hari ini dia berpakaian rapi, tidak seperti biasanya yang hanya memakai kaos seadanya dan celana jeans. Franky memakai kemeja hitam dan celana berbahan kain seperti orang yang mau pergi bekerja.
"Lo dateng juga? Sendirian?" tanya Aida membalas senyuman Franky. Franky mengangguk. Lalu berjalan mendekatinya. "Bukannya hari ini lo mau flight ke Amrik?" tanyanya lagi.
"Nanti jam sebelas malam... masih ada waktu buat kesini. Lagian gue nggak bisa tenang kalau nggak kesini dulu," jawab Franky meletakan barang yang dia bawa di sebelah bunga Aida. Lalu bejongkok disampingnya. "Happy birthday! Padahal hari ini anak-anak pada punya rencana buat nimpuk lu pake telor segala macem, lo kecepetan sih perginya..." ujar Franky sambil tersenyum menatap nama 'Alva Valdeze' yang tertera disana. "Hari ini sesuai dengan rencana yang udah pernah gue kasih tahu ke elo beberapa waktu yang lalu, gue bakal belajar di Amrik."
Franky mengambil napas panjang.
"Usaha gue belajar selama setengah tahun lebih ternyata nggak sia-sia. Dengan bantuan dokter Bryant, gue dapat rekomendasi ke John Hopkins University, tempat dia sekolah dulu. Gue dan lulus dengan peringkat yang nggak buruk, yah, sebenernya bisa dibilang bagus sih. Bener kata lo, kalau gue mau dan punya niat, pasti gue bisa dapetin apapun yang gue harapkan. Walau nggak seampuh lo," Franky tertawa kecil. "Gue mo jadi dokter. Ini udah gue putusin sejak tahu lo kena leukemia. Tadinya gue pengen jadi dokter buat ngobatin penyakit lo, tapi sayangnya sekarang udah terlambat...
"Jadi gue putuskan untuk mencari tujuan baru dan akhirnya ketemu," lanjutnya tegas. "Gue akan jadi dokter kanker terbaik di seluruh dunia. Gue mau mencari cara agar penyakit kanker bisa disembuhkan supaya nggak banyak yang perlu menderita karena penyakit itu seperti lo. Sesusah apapun itu, gue nggak bakal nyerah dan akan menemukan jalannya. Rasanya gue warisin watak lo yang satu itu ya..."
"Alva pasti bisa denger semua yang lo katakan. Walau nggak bisa membalas, dia pasti mendukung niat lo," ujar Aida. Franky menoleh. "Gue tahu itu dari sifatnya. Karena gue kakaknya," lanjutnya. Franky tersenyum dan kembali menatap makam Alva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limited Time [COMPLETED]
Teen FictionAlva Valdeze, putri kedua keluarga Valdeze hampir memiliki segalanya. Kecerdasan, uang, dan keahlian dalam olahraga. Satu hal yang tidak dia miliki: waktu. Begitu tahu leukemia menggerogoti dirinya, Alva berubah drastis. Dia ingin semua orang yang d...