Hujan deras mengguyur kota Jakarta. Cuaca yang sesuai dengan keadaan keluarga Valdeze yang sedang banyak masalah hari ini. Alva belum pulang kerumah ataupun ke apartemennya sejak dua puluh empat jam yang lalu. Dia juga sama sekali tidak mengabarkan keberadaannya pada siapapun. Sehingga Albert langsung memerintahkan beberapa orangnya untuk mencari Alva sejak Alva pergi dari rumah sakit, namun belum ada petunjuk keberadaan anaknya itu. Albert juga sudah mencari ke beberapa lokasi yang memungkinkan didatangi Alva, tapi percuma karena dia tak menemukan orang yang dia cari.
Tidak hanya Albert yang khawatir akan hal ini, beberapa orang yang tahu situasi Alva sebenarnya juga ikut kalang kabut. Termasuk Franky, Yvette, Aida, Joan dan Rachel. Mereka semua ikut mencari Alva.
“Dia nggak ada di apartemen, nggak ada di rumah, nggak ada di sekolah, nggak ada di rumah anak-anak balap liar, nggak ada juga di lapangan basketnya Mercuri,” lapor Franky yang akhirnya mengadakan pertemuan dengan empat orang lainnya di café tempat kerja Yvette. Albert tidak bisa ikut karena masih sibuk mencari keberadaan Alva.
“Aneh. Kira-kira dia dimana ya?” tanya Joan. “Apa bener cuman tempat-tempat itu yang mungkin dikunjungin Alva? Siapa tahu ada tempat lain yang biasa dia kunjungin dan lo nggak tahu dimana itu.”
“Dimana?” balas Franky.
“Yah… mungkin di rumah temennya yang ada di Eithel. Bisa aja kan?”
“Nggak mungkin, anak-anak Eithel belom ada yang tahu keadaan Alva yang sebenarnya. Cuman kita yang tahu dan bokap,” jawab Aida.
“Ferdy!” ujar Franky mengingat-ingat. Membuat yang lainnya menatapnya. “Mungkin aja Ferdy tahu. Dia kenal Alva dari dulu, dia juga sering main bersama Yoran dan Alva. Bisa aja dia tahu sesuatu!”
“Kalau begitu hubungin dia sekarang juga!”
Franky langsung menelpon Ferdy. Untungnya Ferdy langsung menjawab sehingga tidak membuang waktu.
“Ha…” belum sempat Ferdy melanjutkan katanya. Franky sudah memotong.
“Lo tahu tempat apa yang dulu sering dikunjungin Alva?” semprot Franky langsung begitu telepon terhubung.
“Woy sabar dong… emang buat apa?” tanya Ferdy polos.
“Gak usah banyak nanya. Ini penting! Jawab aja!” balas Franky dengan sedikit emosi.
“Tempat yang kayak gimana?”
“Yang mungkin dia kunjungin kalau perasaannya lagi kacau!”
Ferdy mengernyitkan dahi. Tempat yang mungkin Alva kunjungi kalau perasaannya lagi kacau? Rasanya tidak ada.
“Kayaknya nggak ada. Dia kan calm mulu.”
“Kalau gitu sebutin aja semua tempat yang dulu pernah lo kunjungin sama dia!”
“Hm… dulu sih rasanya cuman tempat streetball terus kalau capek abis main ke café Helburn yang ada di deketnya.”
“Dimana tempat biasa lo main streetball?”
“Percuma kalau lo mo kesana. Tempatnya udah diancurin beberapa bulan yang lalu. Katanya sih sekarang pindah.”
“Dimana?”
“Lima menit lagi gue sms lokasinya, soalnya gue sendiri nggak tahu dimana. Gue mau nanya ke temen gue dulu. Keep calm oke? Kayaknya lo lagi masalah banget, emang kenapa dengan Alva?”
“Ribet dijelasin. Mending lo cepetan tanya dan sms lokasinya ke gue. Ini lagi urgen.” Franky langsung memutuskan hubungan telepon.
“Dimana?” tanya Aida.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limited Time [COMPLETED]
Teen FictionAlva Valdeze, putri kedua keluarga Valdeze hampir memiliki segalanya. Kecerdasan, uang, dan keahlian dalam olahraga. Satu hal yang tidak dia miliki: waktu. Begitu tahu leukemia menggerogoti dirinya, Alva berubah drastis. Dia ingin semua orang yang d...