Chapter 10

6.9K 402 4
                                    

Ekklesie Cup! Acara yang diadakan selama tiga minggu penuh di SD sampai SMA Ekklesie. Hari ini adalah hari pembukaan Ekklesie Cup yang diadakan di auditorium. Tadinya mau di lapangan sekalian upacara, tapi berhubung banyaknya jumlah peserta yang mengikuti event ini, jadi sekolah memutuskan untuk memakai auditorium yang muat lebih dari seribu orang. Murid-murid Ekklesie sendiri hanya beberapa yang mengikuti pembukaan, yaitu orang-orang yang ikut serta mewakili sekolahnya. Sedangkan yang tidak berpartisipasi tetap belajar di kelas, karena guru-guru tidak mau menyia-nyiakan waktu yang ada.

Aida menoleh ke tempat duduk di belakangnya, dia mengenal wajah-wajah orang yang duduk di sana, pasti anak basket putri SMP Ekklesie. Tapi Aida sama sekali tak melihat Alva disana.

“Gede banget ni sekolah. Berapa kali lipatnya Eithel ya?” tanya Katniss yang sedaritadi celingak-celinguk memperhatikan gedung auditorium. Aida langsung menjewer telinga Katniss. “Ooww… apaan sih?”

“Jangan malu-maluin dong, celingak-celinguk daritadi. Ini kan musuh sekolah kita!” balas Aida sambil tersenyum.

“Musuh sekolah kita kan bukan berarti musuh guee…” ujar Katniss yang langsung menendang kaki Aida.

“Sialan, si Alva nggak dateng lagi? Bukannya siang ini kita ada jadwal tanding?” tanya Rachel yang duduk tepat di belakang Aida. Tentu saja Aida langsung menguping pembicaraannya.

“Yah… tadi pagi dia chat ke gue, katanya begini: ‘Gue nggak ikut tanding hari ini. lawannya nggak terlalu jago, jadi kalian pasti menang. Kalo lo kalah, berarti lo pada cuman tim cupu kampungan yang bahkan nggak bisa menang di pertandingan pertama. Gue hemat energy buat pertandingan selanjutnya.’, gitu deh,” jawab Joan sambil membacakan isi pesan yang dikirim Alva.

“Tim cupu kampungan? Sialan! Kita buat kemenangan telak di pertandingan nanti biar dia lihat!” balas Rachel yang langsung panas mendengarnya. Joan cuman bisa nyengir melihatnya. Alva pasti sengaja mengirim pesan yang ditambahkan kalimat itu karena tahu Rachel akan bertanya dan dia akan membacakan isi pesannya. Tapi licik juga Alva, panas-panasin Rachel biar dia bisa main bagus di pertandingan nanti. Soalnya kalau lagi begini permainan Rachel pasti bagus. Dan Alva tahu itu dari pengalamannya bermain beberapa game di latihan dengan Rachel.  

“Dia bilang dia juga hanya akan main mulai seperempat final dan nggak bisa main lebih dari dua quarter. Coach memperbolehkan, jadi yasudah. Quarter pertama dan terakhir.”

“Dua quarter?”

Alva cuman main dua quarter? Termasuk di pertandingannya lawan EIS nanti? Berarti Alva benar-benar meremehkannya. Pikir Aida.

“Pada ngomongin gue?” suara itu langsung membuat Aida menoleh. Alva dengan memakai seragam Ekklesie berjalan ke tempat duduk kosong yang memang sudah disediakan untuk dia. Lalu langsung duduk dan memperbaiki dasinya.

“Lo dateng? Kirain nggak, bukannya lo bilang nggak mau?” ujar Rachel. Tempat duduk Alva ada di sebelah Joan yang duduk di sebelah Rachel. Jadi nggak terlalu jauh untuk ngobrol.

“Gue bilang gitu? Rasanya gue sama sekali nggak bilang kalau gue bakal bolos hari ini,” balas Alva sambil menguap. “Yah, siapa tau lo bener-bener pada cupu. Soalnya target kita masuk ke final. Gue nggak mau lo pada langsung kalah, apalagi sistem penyisihan kita pake sistem gugur karena banyak sekolah yang ikutan.”

“Sial. Apa itu pantes diucapkan oleh tukang bolos latihan yang udah ngasih jadwal latihan seabrek?” oceh Rachel.

“Katakan itu setelah lo bisa ngalahin gue dalam 1 on 1.”

“Errr… apa perlu kita tukeran tempat?” tanya Joan yang ada di antara kedua orang itu. Pertanyaannya dikacangin sama Rachel dan Alva yang sudah asyik dengan pikirannya sendiri.

Limited Time [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang