"Cha, buruan, ini udah waktunya!"
"Bentar, Nes. Ini, hape gue kemana ya?"
"Buruan, Cha!!!"
BRAK!!!
"Lu bisa sabar gak sih Nes?! Gue gak bakal pusing kalo elu nggak bawel!"
Nesvia terdiam, kaget. Wajahnya tertunduk tak berani menatap Resha atau biasa dipanggil Acha.
"So... sorry, Nes. Gue..."
"Ngga papa, Cha. Gue salah. Sorry."
Nesvia berbalik arah. Ia melangkah sendiri, menghadiri sebuah kajian ilmu, sendiri.
"Nes! Nes! Maaf Nes! Nesvia!!!"
***
"Nes, maafin gue..." Acha berbisik pada dirinya. Sendiri. Di lapangan masjid Al-Aqsha Klaten, yang luas, megah, indah. Senja mulai menyelimuti keresahannya akan Nesvia.
Lamunannya bubar karena langkah kaki seorang pria yang menghampirinya.
"Hm, Resha ya? Yang pernah jadi panitia di tempat kajiannya...."
"Permisi, saya ada urusan. Assalaamu'alaikum."
"...wa'alaikumussallam..."
Pria itu memandang Acha yang berjalan agak tergesa, namun keberaniannya membuat mulutnya berbicara lagi.
"Saya Adam, dari Komunitas Mualaf Jateng. Kalo boleh saya minta e-mailmu buat undangan KMJ minggu depan."
Acha berhenti. Hatinya bergetar mendengar kalimat itu dari pria yang mungkin hanya 3 detik didekatnya.
"Kamu tau saya dari mana?"
"Anu... Dari mbak Nesvia..."
"Nes?"
"Mbak Nesvia itu kakak kelas saya waktu di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Waktu itu saya lagi wawancara tentang artikel di medsos bersama beberapa teman, meliputi tentang Mualaf di Indonesia. Lalu ketemu mbak Nesvia, menceritakan bahwa ada seorang temannya yang Mualaf. Tapi, ternyata nasib berkata lain. Orang tua saya mengajak saya pindah ke luar kota karena Ibu saya harus berobat, dan tidak memungkinkan untuk bolak-balik ke Yogyakarta. Jadi, saya lama sekali tidak bertemu dengan mbak Nesvia. Dan kemarin sore saya e-mail mbak Nesvia, dan katanya dia akan datang sore ini di masjid Al-Aqsha Klaten. Tapi dari tadi saya belum..."
Acha memotong, "Dia nggak datang. E-mail saja jam dan tempatnya ke Nesvia, Insya Allah saya datang. Assalaamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam..."
Acha berlalu, meninggalkan keheningan dalam suasana senja kala itu. Mentari yang elok di ufuk Barat, kini mulai tenggelam. Seperti keceriaan Acha, tenggelam dalam kesunyian. Dan seakan semua menjadi gelap, segelap malam setelah senja yang indah.
Jauh di sisi lain, Nesvia masih dengan kesalnya. Masih dengan marahnya. Permohonan maafnya di whatsapp masih belum juga terbaca oleh Acha yang sekarang mungkin sedang mendengar kajian ilmu dari seorang ustad kondang di Masjid Al-Aqsha, Klaten.
"Cha, lo kemana...? Gue minta maaf, Cha. Gue salah."
***
Resha, biasa dipanggil Acha atau Cacha. Adalah seorang mantan mahasiswi cantik yang dulu adalah seorang model pakaian batik glamour dimasa kuliahnya. Bukan hanya batik, tapi juga membawakan beberapa karya desainer muda yang merancang baju ala Fashion Korea. Acha juga mahir dalam berbahasa Mandarin dan Inggris. Keluarganya masih keturunan Tionghoa, dan perawakannya juga sangat mencerminkan sisi Tionghoa.
Acha lahir di keluarga yang alim atau biasa disebut dengan agamis. Taat beribadah dan dekat dengan Tuhan. Lika-liku kehidupan membuatnya mengenal kehidupan Islam. Beberapa kali ia mengunjungi rumah teman-teman muslimnya, ia tertarik untuk mempelajari lebih dalam. Dan akhirnya, sekitar 2 tahun lalu Acha memeluk Islam. Keluarganya menyetujui, bahkan sangat mendukung. Toleransi yang indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Sunyi
Cerita PendekSenja memang selalu indah. Mataharinya, anginnya, suasananya, serta ceritanya. Terutama, cerita yang dilengkapi aku dan kamu. Yang berawal dari sebuah dongeng, mimpi, dan harapan. Hingga akhirnya, semua menjadi nyata, atas hasil do'a yang tak bersua...